FIKIH MUAMALAH
Muamalah adalah sekumpulan hukum yang disyariatkan dalam Islam untuk mengatur hubungan kepentingan antarsesama manusia.
Secara
etimologis, fikih berasal dari kata faqiha yang berarti paham dan
muamalah berasal dari kata ‘amila yang berarti berbuat atau bertindak.
Muamalah
adalah hubungan kepentingan antarsesama manusia yang dalam Alquran
disebut dengan hablum minan naas. Ulama berbeda pendapat dalam hal
pembagian hukum Islam.
Ibnu Abidin, seorang ulama Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa pokok-pokok urusan agama ialah akidah, akhlak, ibadah,
muamalah, dan jinayah. Pokok- pokok itu menurutnya dapat dijadikan tiga
saja, yaitu ibadah, muamalah, dan jinayah.
Ibadah meliputi
shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad. Muamalah meliputi transaksi
kehartabendaan (al-mu’awadah al-maliyyah, seperti jual beli), perkawinan
dan hal-hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan (gugatan,
peradilan, dan sebagainya) dan pembagian warisan. Jinayah meliputi hukum
kisas, zina, murtad, dan sebagainya.
Ulama Mazhab Syafi’i
membagi lapangan hukum Islam menjadi empat bidang, yaitu ibadah,
muamalah, munakahah (perkawinan), dan ‘uqubah (hukuman). Menurut mazhab
ini, empat bidang ini dapat disimpulkan menjadi dua saja, yaitu urusan
akhirat (ibadah) dan urusan dunia (muamalah).
Walaupun ulama
berbeda pendapat dalam pembagian hukum Islam itu, tetapi mereka sepakat
bahwa pembagian pokoknya adalah lapangan ibadah dan lapangan muamalah.
Lapangan muamalah kadang-kadang disebut juga lapangan adat, yaitu tata
aturan yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan perorangan maupun
kelompok atau golongan.
Dengan kata lain aturan untuk mewujudkan
kepentingan duniawi. Dengan adanya muamalah kehidupan manusia sebagai
makhluk yang berketurunan dapat berlangsung.
Pengertian fikih muamalah mencakup hukum keluarga (al-ahwal
asy-syakhsiyyah), hukum privat/perdata sipil (al-qanun al-madani), hukum
pidana (al-qanun al-jaza'i), hukum politik (siyasah syar'iyyah), dan
hukum internasional (al-qanun ad-duali).
Hukum keluarga mengatur
hubungan seorang suami dengan istri dan keluarganya. Pada masa sekarang
pengertian hukum keluarga lebih luas dari pada lapangan munakahat
seperti yang disebut dalam kitab fikih.
Hukum keluarga meliputi
hukum pernikahan, waris, wakaf, dan wasiat. Pertalian lapangan warisan
dengan hukum keluarga adalah karena pembagian harta warisan sebagian
besar didasarkan atas pertalian darah, selain pertalian perkawinan dan
pertalian wali (antara bekas hamba dan tuannya).
Wasiat erat
hubungannya dengan harta warisan, karena harta yang diwasiatkan untuk
orang lain atau ahli waris yang tidak mendapat warisan diambil dari
harta peninggalan si mayat.
Mengenai wakaf ada dua macam, yaitu
wakaf untuk kepentingan umum dan wakaf untuk kepentingan keluarga
(keturunan). Dari segi yang terakhir ini wakaf dimasukkan dalam hukum
keluarga, bukan ibadah.
Hukum privat yaitu hukum yang menyangkut kebendaan, seperti jual beli, perserikatan, sewa- menyewa, dan pinjam-meminjam.
Hukum
pidana yaitu kumpulan hukum yang mengatur cara melindungi dan menjaga
keselamatan hak dan kepentingan masyarakat (negara) dan anggotanya dari
perbuatan yang tidak dibenarkan.
Fukaha Islam membicarakan
lapangan hukum pidana ini dalam bab jinayah atau hudud. Hukum pidana
meliputi asas dan peraturan tentang tindak hukum pidana, seperti qisas,
sirqah (pencurian), gasab, dan zina.
Siyasah syar'iyyah mengatur hubungan antara negara dan pemerintah dengan
warga negara yang meliputi soal imamah (kepala negara), menegakkan
pemerintahan Islam, dan teori tentang timbulnya negara serta syarat
diadakannya dan kewajibannya.
Hukum internasional meliputi hukum perdata internasional dan hukum publik internasional.
Dalam
hukum internasional tersebut dibicarakan penggolongan nonmuslim kepada
al-harb (penduduk negara musuh), kaum zimi (nonmuslim yang menetap di
negeri Islam), dan musta’min (nonmuslim yang berada di negara Islam
untuk suatu maksud tertentu).
Dalam hukum ini juga diatur hukum yang menyangkut hubungan dan suasana perang (jihad).
Ulama
kontemporer memisahkan bagian-bagian yang terdapat dalam kitab-kitab
fikih klasik ke dalam tema fikih yang berdiri sendiri. Hal ini dapat
dilihat dengan munculnya kajian khusus tentang fikih ibadah, fikih
muamalah, fikih munakahat, fikih jinayah, fikih siyasi, dan sebagainya.
Fikih
muamalah dalam pengertian kontemporer sudah mempunyai arti khusus dan
lebih sempit dibandingkan dengan muamalah sebagai bagian dari
pengelompokan hukum Islam oleh ulama klasik (ibadah dan muamalah).
Fikih
muamalah merupakan peraturan yang menyangkut hubungan kebendaan, atau
yang biasa disebut di kalangan ahli hukum positif dengan nama hukum
privat (al-qanun al-madani).
Hukum privat dalam pengertian
tersebut tidak lain hanya berisi pembicaraan tentang hak manusia dalam
hubungannya satu sama lain, seperti hak penjual untuk menerima uang dari
pembeli dan hak pembeli menerima barang dari penjual.
, Fukaha masa lampau tidak mengadakan pembicaraan tersendiri tentang
hak-hak dan hal-hal yang berhu-bungan dengan itu atau yang lebih dikenal
pada masa sekarang dengan asas hukum perdata.
Mereka memasukkannya dalam bab muamalah dengan segala macam bentuknya seperti jual beli dan sewa-menyewa.
Kalau
dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mereka hanya
memasukkan dalam hukum perikatan (verbinte nissen recht), tetapi tidak
mengadakan hukum kebendaan (zakenrecht) secara khusus.
Sementara
itu dalam ilmu usul fikih juga ada pembicaraan tentang hukum, perbuatan,
dan subjek hukum yang di dalamnya dibicarakan tentang sah dan batalnya
suatu perbuatan, tentang macam-macam hukum, tentang kecakapan bertindak
(ahliyyah), dan sebagainya.
Pembicaraan tersebut merupakan usaha
peletakan teori (asas) hukum privat. Akan tetapi, pembicaraan tersebut
bersifat umum dan berlaku juga dalam lapangan bukan perdata.
Ada
beberapa hal yang merupakan prinsip fikih muamalah. Prinsip tersebut
berkaitan dengan hak, milik, harta, dan tasarruf (tindakan hukum), yaitu
segala tindakan yang muncul dari seseorang dengan kehendaknya dan
syarak menetapkan beberapa hak atas orang tersebut.
Tasarruf ada
dua macam, yaitu tasarruf fi'li dan tasarruf qauli. Tasarruf fi’li
adalah segala tindakan yang dilakukan dengan anggota badan selain lidah.
Sedangkan tasarruf qauli adalah segala ucapan yang berkaitan dengan
transaksi.
Tasarruf qauli ada dua bentuk, yaitu 'aqdi dan gairu
'aqdi. Tasarruf qaull ’aqdi ialah perkataan kedua pihak yang
berhubungan, seperti jual beli dan sewa-menyewa. Tasarruf qauli gairu
aqdi adalah pernyataan mengadakan hak atau menggugurkannya (seperti
wakaf dan talak) dan ada yang berupa tuntutan hak seperti gugatan,
ikrar, dan sumpah untuk menolak gugatan.
Pembicaraan mengenai fikih muamalah meliputi bentuk-bentuk perikatan
tertentu, seperti jual beli, rahn (jaminan/rungguh), kafalah (jaminan
utang), al-hajr (pengampuan), dan syirkah (perserikatan dagang).
Juga
ijarah, ariyah (pemberian hak guna), al-wadi‘ah (titipan), muzara'ah
atau musaqah (penggarapan tanah), syuf‘ah (hak istimewa yang dimiliki
seseorang atas harta tidak bergerak tetangganya, apabila yang disebut
terakhir ini akan menjualnya), luqatah (barang temuan), ji‘alah (imbalan
menemukan barang), al-qismah (pembagian milik bersama), hibah, as-sulh
(perdamaian), dan ibra.
Beberapa persoalan yang berhubungan
dengan hukum dagang juga dibicarakan oleh fukaha Islam dalam bagian
fikih muamalah, seperti serikat dagang, macam serta bagaimana cara
mengadakannya, dan kedudukan hukumnya.
Bahkan di antara
serikat-serikat tersebut ada yang dibicarakan tersendiri seperti
mudarabah atau qirad. Hal lain yang dibicarakan oleh fukaha Islam ialah
soal pailit, baik dalam bab pailit maupun dimasukkan dalam bab al-bajr
(pengampuan).
Masalah pembukuan dalam dagang tidak disinggung
oleh fukaha, karena dalam hukum Islam uraian tentang hal itu dimasukkan
dalam al-bayyinah (alat bukti). Oleh karena itu. mereka mengadakan
pembicaraan secara khusus terhadap soal persaksian (asy-syahadah).
Hukum acara dibicarakan oleh ulama dalam bab peradilan (al-qada), gugatan (dakwa), dan persaksian (asy-syahadah).
Persoalan
yang dibicarakan antara lain ialah tentang syarat seorang hakim, cara
memeriksa perkara, gugatan, objek gugatan, jalannya gugatan dalam
pemeriksaan, orang yang bisa menjadi penggugat dan tergugat, alat-alat
pembuktian (seperti pengakuan, saksi dan sumpah, serta bukti-bukti
tertulis), keadaan yang menyertai suatu peristiwa, dan pelaksanaan
keputusan hakim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar