Powered By Blogger

Selasa, 16 Oktober 2012

FIKIH MUAMALAH

FIKIH MUAMALAH

Muamalah adalah sekumpulan hukum yang disyariatkan dalam Islam untuk mengatur hubungan kepentingan antarsesama manusia.

Secara etimologis, fikih berasal dari kata faqiha yang berarti paham dan muamalah berasal dari kata ‘amila yang berarti berbuat atau bertindak.

Muamalah adalah hubungan kepentingan antarsesama manusia yang dalam Alquran disebut dengan hablum minan naas. Ulama berbeda pendapat dalam hal pembagian hukum Islam.

Ibnu Abidin, seorang ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa pokok-pokok urusan agama ialah akidah, akhlak, ibadah, muamalah, dan jinayah. Pokok- pokok itu menurutnya dapat dijadikan tiga saja, yaitu ibadah, muamalah, dan jinayah.

Ibadah meliputi shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad. Muamalah meliputi transaksi kehartabendaan (al-mu’awadah al-maliyyah, seperti jual beli), perkawinan dan hal-hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan (gugatan, peradilan, dan sebagainya) dan pembagian warisan. Jinayah meliputi hukum kisas, zina, murtad, dan sebagainya.

Ulama Mazhab Syafi’i membagi lapangan hukum Islam menjadi empat bidang, yaitu ibadah, muamalah, munakahah (perkawinan), dan ‘uqubah (hukuman). Menurut mazhab ini, empat bidang ini dapat disimpulkan menjadi dua saja, yaitu urusan akhirat (ibadah) dan urusan dunia (muamalah).

Walaupun ulama berbeda pendapat dalam pembagian hukum Islam itu, tetapi mereka sepakat bahwa pembagian pokoknya adalah lapangan ibadah dan lapangan muamalah. Lapangan muamalah kadang-kadang disebut juga lapangan adat, yaitu tata aturan yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan perorangan maupun kelompok atau golongan.

Dengan kata lain aturan untuk mewujudkan kepentingan duniawi. Dengan adanya muamalah kehidupan manusia sebagai makhluk yang berketurunan dapat berlangsung.


 Pengertian fikih muamalah mencakup hukum keluarga (al-ahwal asy-syakhsiyyah), hukum privat/perdata sipil (al-qanun al-madani), hukum pidana (al-qanun al-jaza'i), hukum politik (siyasah syar'iyyah), dan hukum internasional (al-qanun ad-duali).

Hukum keluarga mengatur hubungan seorang suami dengan istri dan keluarganya. Pada masa sekarang pengertian hukum keluarga lebih luas dari pada lapangan munakahat seperti yang disebut dalam kitab fikih.

Hukum keluarga meliputi hukum pernikahan, waris, wakaf, dan wasiat. Pertalian lapangan warisan dengan hukum keluarga adalah karena pembagian harta warisan sebagian besar didasarkan atas pertalian darah, selain pertalian perkawinan dan pertalian wali (antara bekas hamba dan tuannya).

Wasiat erat hubungannya dengan harta warisan, karena harta yang diwasiatkan untuk orang lain atau ahli waris yang tidak mendapat warisan diambil dari harta peninggalan si mayat.

Mengenai wakaf ada dua macam, yaitu wakaf untuk kepentingan umum dan wakaf untuk kepentingan keluarga (keturunan). Dari segi yang terakhir ini wakaf dimasukkan dalam hukum keluarga, bukan ibadah.

Hukum privat yaitu hukum yang menyangkut kebendaan, seperti jual beli, perserikatan, sewa- menyewa, dan pinjam-meminjam.

Hukum pidana yaitu kumpulan hukum yang mengatur cara melindungi dan menjaga keselamatan hak dan kepentingan masyarakat (negara) dan anggotanya dari perbuatan yang tidak dibenarkan.

Fukaha Islam membicarakan lapangan hukum pidana ini dalam bab jinayah atau hudud. Hukum pidana meliputi asas dan peraturan tentang tindak hukum pidana, seperti qisas, sirqah (pencurian), gasab, dan zina.


 Siyasah syar'iyyah mengatur hubungan antara negara dan pemerintah dengan warga negara yang meliputi soal imamah (kepala negara), menegakkan pemerintahan Islam, dan teori tentang timbulnya negara serta syarat diadakannya dan kewajibannya.

Hukum internasional meliputi hukum perdata internasional dan hukum publik internasional.

Dalam hukum internasional tersebut dibicarakan penggolongan nonmuslim kepada al-harb (penduduk negara musuh), kaum zimi (nonmuslim yang menetap di negeri Islam), dan musta’min (nonmuslim yang berada di negara Islam untuk suatu maksud tertentu).

Dalam hukum ini juga diatur hukum yang menyangkut hubungan dan suasana perang (jihad).

Ulama kontemporer memisahkan bagian-bagian yang terdapat dalam kitab-kitab fikih klasik ke dalam tema fikih yang berdiri sendiri. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya kajian khusus tentang fikih ibadah, fikih muamalah, fikih munakahat, fikih jinayah, fikih siyasi, dan sebagainya.

Fikih muamalah dalam pengertian kontemporer sudah mempunyai arti khusus dan lebih sempit dibandingkan dengan muamalah sebagai bagian dari pengelompokan hukum Islam oleh ulama klasik (ibadah dan muamalah).

Fikih muamalah merupakan peraturan yang menyangkut hubungan kebendaan, atau yang biasa disebut di kalangan ahli hukum positif dengan nama hukum privat (al-qanun al-madani).

Hukum privat dalam pengertian tersebut tidak lain hanya berisi pembicaraan tentang hak manusia dalam hubungannya satu sama lain, seperti hak penjual untuk menerima uang dari pembeli dan hak pembeli menerima barang dari penjual.


 , Fukaha masa lampau tidak mengadakan pembicaraan tersendiri tentang hak-hak dan hal-hal yang berhu-bungan dengan itu atau yang lebih dikenal pada masa sekarang dengan asas hukum perdata.

Mereka memasukkannya dalam bab muamalah dengan segala macam bentuknya seperti jual beli dan sewa-menyewa.

Kalau dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mereka hanya memasukkan dalam hukum perikatan (verbinte nissen recht), tetapi tidak mengadakan hukum kebendaan (zakenrecht) secara khusus.

Sementara itu dalam ilmu usul fikih juga ada pembicaraan tentang hukum, perbuatan, dan subjek hukum yang di dalamnya dibicarakan tentang sah dan batalnya suatu perbuatan, tentang macam-macam hukum, tentang kecakapan bertindak (ahliyyah), dan sebagainya.

Pembicaraan tersebut merupakan usaha peletakan teori (asas) hukum privat. Akan tetapi, pembicaraan tersebut bersifat umum dan berlaku juga dalam lapangan bukan perdata.

Ada beberapa hal yang merupakan prinsip fikih muamalah. Prinsip tersebut berkaitan dengan hak, milik, harta, dan tasarruf (tindakan hukum), yaitu segala tindakan yang muncul dari seseorang dengan kehendaknya dan syarak menetapkan beberapa hak atas orang tersebut.

Tasarruf ada dua macam, yaitu tasarruf fi'li dan tasarruf qauli. Tasarruf fi’li adalah segala tindakan yang dilakukan dengan anggota badan selain lidah. Sedangkan tasarruf qauli adalah segala ucapan yang berkaitan dengan transaksi.

Tasarruf qauli ada dua bentuk, yaitu 'aqdi dan gairu 'aqdi. Tasarruf qaull ’aqdi ialah perkataan kedua pihak yang berhubungan, seperti jual beli dan sewa-menyewa. Tasarruf qauli gairu aqdi adalah pernyataan mengadakan hak atau menggugurkannya (seperti wakaf dan talak) dan ada yang berupa tuntutan hak seperti gugatan, ikrar, dan sumpah untuk menolak gugatan.


 Pembicaraan mengenai fikih muamalah meliputi bentuk-bentuk perikatan tertentu, seperti jual beli, rahn (jaminan/rungguh), kafalah (jaminan utang), al-hajr (pengampuan), dan syirkah (perserikatan dagang).

Juga ijarah, ariyah (pemberian hak guna), al-wadi‘ah (titipan), muzara'ah atau musaqah (penggarapan tanah), syuf‘ah (hak istimewa yang dimiliki seseorang atas harta tidak bergerak tetangganya, apabila yang disebut terakhir ini akan menjualnya), luqatah (barang temuan), ji‘alah (imbalan menemukan barang), al-qismah (pembagian milik bersama), hibah, as-sulh (perdamaian), dan ibra.

Beberapa persoalan yang berhubungan dengan hukum dagang juga dibicarakan oleh fukaha Islam dalam bagian fikih muamalah, seperti serikat dagang, macam serta bagaimana cara mengadakannya, dan kedudukan hukumnya.

Bahkan di antara serikat-serikat tersebut ada yang dibicarakan tersendiri seperti mudarabah atau qirad. Hal lain yang dibicarakan oleh fukaha Islam ialah soal pailit, baik dalam bab pailit maupun dimasukkan dalam bab al-bajr (pengampuan).

Masalah pembukuan dalam dagang tidak disinggung oleh fukaha, karena dalam hukum Islam uraian tentang hal itu dimasukkan dalam al-bayyinah (alat bukti). Oleh karena itu. mereka mengadakan pembicaraan secara khusus terhadap soal persaksian (asy-syahadah).

Hukum acara dibicarakan oleh ulama dalam bab peradilan (al-qada), gugatan (dakwa), dan persaksian (asy-syahadah).

Persoalan yang dibicarakan antara lain ialah tentang syarat seorang hakim, cara memeriksa perkara, gugatan, objek gugatan, jalannya gugatan dalam pemeriksaan, orang yang bisa menjadi penggugat dan tergugat, alat-alat pembuktian (seperti pengakuan, saksi dan sumpah, serta bukti-bukti tertulis), keadaan yang menyertai suatu peristiwa, dan pelaksanaan keputusan hakim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar