Mengobati Penyakit Iri
Assalamu'alaikum wr. wb. Pa ustaz apa
saja yang termasuk dalam penyakit hati dalam ajaran islam, dan bagaimana
mengatasinya, terutama menghadapi iri, kadang dalam hati saya suka
tersirat rasa iri terhadap apa yang didapat oleh teman saya dalam
pembagian insetif dalam bekerja padahal teman saya itu hanya nama saja
yang tercantum di dalamnya, untuk pekerjaan dia tidak tahu apa-apa
tetapi dalam pembagian insentif selalu sama, apa yang harus saya hindari
untuk menghilangkan rasa iri itu, terima kasih pa
ustaz. wassalamu'alaikum wr. wb.
Assalamu alaikum wr.wb.
Secara umum penyakit yang menimpa
manusia terbagi dua: penyakit lahir dan penyakit batin (penyakt fisik
dan penyakit hati).Para ulama menyebutkan bahwa penyakit hati jauh lebih
berbahaya daripada penyakit fisik. Hal ini dilihat dari dampak dan
pengaruhnya pada manusia di dunia dan akhirat. Kalau penyakit fisik
maksimal berujung pada kematian, maka dampak dari penyakit hati kalau
tidak sembuh di dunia bisa terus berlanjut hingga akhirat. Karena itu,
ia lebih berbahaya dan merusak ketimbang penyakit fisik.
Di antara jenis penyakit hati adalah
sombong, ujub, iri, dengki, tamak, dst. Jadi di antara bentuk penyakit
hati adalah iri dan dengki. Dalam bahasa Arab atau bahasa agama ia
disebut dengan hasad. Hasad adalah tidak senang melihat seseorang
mendapatkan nikmat serta berharap agar nikmat tersebut lenyap. Dalam hal
ini hasad berbeda dengan ghibthah. Sebab, ghibthah adalah berharap
mendapatkan nikmat seperti yang didapat oleh orang tanpa menginginkan
harta itu lenyap dari orang tadi. Inilah iri yang baik yang disebutkan
oleh Nabi saw, "Tidak boleh iri kecuali pada dua orang: (1) orang
yang diberi Alquran lalu ia menunaikannya pagi dan petang; (2) orang
yang diberi kekayaan lalu ia menginfakkannya secara benar di waktu pagi
dan petang."
Cara mengobati penyakit iri di antaranya dengan:
1. Mengetahui bahaya hasad (iri) bagi diri dan amal salih hamba.
2. Berdoa dan berlindung kepada Allah dari penyakit hasad.
3. Tidak cinta dunia dan tidak berteman dengan para pecinta dunia.
4. Menerima, ridho, dan percaya dengan
semua ketentuan Allah, termasuk dalam urusan jatah rezeki yang diberikan
kepada manusia dan kepada semua makhluk. Sebab orang yang iri dalam
pengertian negatif pada hakikatnya ia tidak menerima ketentuan dan jatah
yang sudah Allah tetapkan. Berarti pula ia menggugat ketentuan Allah.
5. Mengharap balasan amal kepada Allah;
tidak kepada manusia. Jadi kalaupun merasa kurang diapresasi di dunia
oleh amal manusia, yakinlah bahwa amal kita selama itu baik akan
diapresiasi oleh Allah Swt.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Mendoakan Keburukan bagi Pihak yg zalim
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Apabila kita d
zalimi atau d hina scr mental oleh sesorang apakah kita berdosa jg
kalau mendoakan org tsb agar dibalas dgn setimpal atas penzaliman tsb
.Terimakasih.
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahi
rabbil ‘alamin wa shalatu wasalam ‘ala Nabiyina Muhammadin wa ala alihi
wa shahbihi ajmain, waba’du: Bagi seseorang yang dizhalimi atau dihina oleh orang lain, maka ia bisa melakukan salah satu dari empat hal berikut:
Pertama : mengadukan ke pengadilan
Bagi seseorang yang didhalimi oleh orang
lain baik bersifat fisik maupun psikis, maka ia bisa mengadukan ke
pengadilan untuk mendapatkan haknya, atau agar orang yang mendhalimi
tersebut mendapatkan sanksi dari hakim, dan sanksi itu sesuai dengan
ijtihad hakim, atau kalau dalam kontek hukum Indonesia; sesuai dengan
undang-undang yang berlaku, yang intinya agar orang yang mendhalimi
tersebut merasakan jera dengan sanksi yang diputuskan oleh hakim.
Kedua : mengqishash
yaitu orang yang didhalimi dengan
kata-kata, ia boleh membalas dengan perkataan yang serupa, dengan tidak
melampaui batas. Hal ini didasari pada ayat yang bersifat umum:
(وجزاء سيئة سيئة مثلها), dan juga dalam
sebuah hadis, dari Zainab bint Jahsyin tatkala mencaci Aisyah Ra,
Rasulullah Saw berkata kepadanya:
دونك فانتصري، فأقبلت عليها حتى يبس ريقها في فيها، فتهلل وجه رسول الله صلى الله عليه (راه أبو داود وابن ماجة).
Artinya: pertahankan dirimu maka kamu telah membantunya, maka akupun menghadap kepadanya (membalas mencacinya) sampai ludah dimulutnya kering (tidak membalas),maka wajah Rasulullah Saw ceria(HR. Abu Daud, Ibnu Majah).
Orang yang dicaci/dihina dengan perkataan boleh membalasnya, manakala cacian tersebut bukan katagori qadzaf (cacian/tuduhan berbuat zina). jika orang yang didhalimi telah membalas, maka ia telah mendapatkan haknya.
Ketiga : mendoakan kejelekan orang yang menzalimi
Diperbolehkan bagi orang yang didhalimi,
mendoakan keburukan kepada orang yang menzalimi, seperti yang
dinyatakan oleh Imam Suyuthi dalam menafasirkan ayat:
لا يحب الجهر بالسوء من القول إلا من ظلم
Maka diperbolehkan bagi orang yang
dizalimi untuk memberitakan kezaliman orang yang berlaku zalim dan
mendoakan (kejelekan) kepadanya, dan doa (kejelekan) kepada orang yang
zalim akan meringankan/mengurangi dosa kezalimannya, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Umar bin Abdul Aziz, bahwa ia
menyampaikan kepadaku:
أن الرجل لا يظلم مظلمة، فلا يزال المظلوم يشتم الظالم وينقصه حتى يستوفى حقه.
Sungguh seseorang tidak melakukan
satu kezaliman, maka orang yang dizalimi masih selalu mencacinya dan
–hal itu- akan mengurangi kedhalimannya, sampai ia (orang yang didhalimi
itu) mendapatkan haknya.
Dari Aisyah Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
من دعا على من ظلمه فقد انتصر
Barangsiapa yang mendoakan (kejelekan) kepada orang yang mendhaliminya maka ia telah menolongnya.
Qadli Abu Yusuf dalam kitab al Lathaif,
menyebutkan kisah dari Bani Israil yang menunjukkan bahwa orang yang
zalim bisa berkurang dosanya dengan doa kejelekan dari orang yang
dizalimi, dalam satu kisah: ada seorang perempuan bani Israil ahli
puasa dan shalat malam, suatu ketika ada perempuan yang mencuri ayamnya
(perempuan ahli ibadah tsb), maka tumbuhlah bulu ayam diwajah perempuan
pencuri itu, dan orang-orang tidak mampu untuk menghilangkan bulu
tersebut dari wajahnya, merekapun bertanya kepada ulama’ mereka, Ulama’
itu berkata: bulu itu tidak akan hilang kecuali dengan doa kejelekan
dari orang yang dizalimi, maka didatangkan seorang perempuan tua, dan
disebutkan tentang ayam yang dicuri, maka iapun mendoakan satu doa
keburukan kepada pencuri itu, maka satu bulu ayam jatuh dari wajahnya,
sehingga ia ulangi doa-doa itu, maka semua bulu ayam itu berguguran dari
wajahnya.
Keempat : Sabar dan mengharap ridla Allah
Seseorang yand didhalimi dan ia
memaafkan, serta hanya mengharap ridlo Allah Swt, maka hal itu akan
mendapatkan pahala besar disisi Allah :
فمن عفا وأصلح فأجره على الله.
Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya bagi Allah Swt.
Pahala akan lebih besar lagi apabila yang memaafkan itu adalah orang yang sebenarnya ia mampu membalas kedhaliman itu. Itulah beberapa pendapat ulama’, dalam mensikapi orang-orang yang berbuat zalim, khususnya kezaliman dalam bentuk cacian.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Menyuap Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
Assalamu Alaikum Wr.Wb
pak ustad saya mau
nanya gimana kedudukannya orang yang membayar sejumlah uang untuk
mendapatkan gelar sarjana tanpa perlu mengikuti kuliah seperti mahasiswa
lainnya
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Ada bbrp hal yang perlu di jelaskan:
1. Hukum Risywah (menyuap ).
Dalam dunia pendidikan
formal, Gelar akademik sudah ditetapkan hanya diberikan jika seorang
mahasiswa memenuhi syarat akademis yang ditempuhnya. Gelar akademik
bukanlah barang komoditi yang bisa diperjualbelikan, sehingga siapa yang
mengambil tindakan instan membeli gelar akademik bisa dikategorikan
bermain panas "suap".
Islam melarang keras menerima dan memberi suap bahkan menjadi perantara antara mereka juga termasuk perbuatan yang diharamkan. Menyuap ini termasuk kategori mengambil harta orang lain dengan cara yang bathil, seperti dlam QS 2 : 188.
Rasul saw juga melaknat perbuatan suap menyuap ini sebagaimana HR Tarmidizi, Rosul bersabda: Laknat Alloh bagi orang yang menyuap dan menerima suap.
2. Gelar Akademik dan konsekwensinya.
Bagi seorang akademisi
yang mendapatkan gelar atas jenjang perkuliahan yang dia tempuh baik
sarjana, pasca sarjana atau doktoral pasti memiliki konsekwensi
akademisi untuk berkiprah di masyarakat sesuai dengan keahlian yang
dimilikinya (sesuai gelarnya).
Apa jadinya, jika seseorang mendapatkan gelar padahal dia tidak mumpuni dalam keilmuwan tersebut maka bisa jadi dia tidak akan mampu mengabdi pada masyarakat sesuai keahliannya bahkan bisa jadi akhirnya masyarakat merasa tertipu oleh yang bersangkutan dikarenakan mereka terlanjur meminta solusi ternyata bukan
kepada ahlinya. Bahkan lebih bahaya lagi akan ber Dampak negatif bagi
kampus almamater yang memberikan gelar kepadanya, tidak mustahil kampus
tersebut akan dicabut idzin operasional KBM (kegiatan belajar
mengajarnya).
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Assalamu‘alaikmu wr. wb. Pa Ustadz, Begini pa Ustadz, saya pernah dengar ada suatu hadist riwayat yang menyatakan "Barang siapa yang menanyakan sesuatu ke Dukun/paranormal, maka amal ibadahnya tidak akan diterima selama 40 hari.”
Saya dapat cerita dari seorang teman, bahwa ada seorang bapak yang bisa
mengobati orang sakit (bukan dokter), juga bisa melihat ke depan apa
yang akan terjadi pada seseorang. Tapi dari caranya, bapak itu juga
tidak pernah lepas dari ajaran agama Allah, dia sholat, ngaji, dzikir.
Yang ingin saya tanyakan, apakah berdosa apabila kita bertanya atau
berobat kepadanya?
Jawaban:
Assalamualaikum Wr.
Wb. Suatu hal ghaib yang terjadi pada seseorang, bila dia nabi maka
disebut mukjizat. Dan bila dia manusia biasa yang sholih, disebut
karamah. Dan bila dia mendapatkan kekuatan itu dari syetan maka disebut
sihir. Karamah Allah itu diberikan kepada hambanya yang sholih dan
berpegang teguh pada ajaran agama yang benar sesuai dengan Al-Quran dan
As-Sunnah serta jalan yang telah ditempuh para salaffushsalih. Karamah
ini bukan fasilitas yang dimiliki secara personal dan digunakan kapan
pun dia mau, tetapi karamah ini diberikan sesuai dengan kehendak Allah
saja. Orang shalihnya sendiri tidak pernah merasa memilikinya apalagi
mendemonstrasikannya, karena datangnya terserah pada Allah. Itupun
sebagai ta‘yiid (dukungan) dri Allah karena dia telah berjuang membela
agama Allah.
Karamah ini banyak
terjadi di medan konflik jihad fi sabilillah. Dalam perang Afhganistan
melawan tentara merah Uni Sovyet, banyak terjadi karamah. Namun para
mujahidin itu tidak tahu bagaimana dan apa bentuknya. Pertolongan Allah
itu terjadi begitu saja. Sedangkan sihir itu datang dari syetan, memang
bisa dimiliki dan didemonstrasikan kapan saja. Seolah sihir ini adalah
fasilitas yang dipunyai, kapanpun dia ingin menggunakan, saat itu pula
bisa dipakai. Kedudukan sihir ini di dalam Islam jelas haramnya dan
pelakunya diancam untuk dibunuh. Perbuatan ini terkutuk dan bentuk dari
kemusyrikan. Terkadang syetan dengan sekian banyak prestasi tipu
dayanya, mampu menipu orang awam seperti kita dengan menampilkan sosok
yang secara umum terlihat sholeh dan alim, lalu memiliki ‘fasilitas’
seperti ini.
Namun bila diungkap,
ternyata banyak hal yang bertentangan dengan syariah yang telah
dilakukannya. Apalagi bila ada orang yang mengaku bisa mengetahui apa
yang akan terjadi secara ghaib. Kemungkinan besar ini adalah berita
bohong yang dicuri syetan dari langit dan ditambah 1000 kebohongan.
Sedangkan Rasulullah SAW saja tidak bisa mengetahui apa yang akan
terjadi bila tidak diberitahukan oleh Allah. Bagaimana mungkin umatnya
bisa memiliki fasilitas yang nabi tidak diberikan? Apakah keimanan dan
taqwanya telah melebihi nabi SAW? Jadi untuk keluar dari hal seperti
ini, sebaiknya anda tidak bertanya tentang apa yang akan terjadi
kepadanya. Agar tidak tersangkut pada masalah bertanya pada peramal.
Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar