Powered By Blogger

Selasa, 08 Mei 2012

TANYA JAWAB

 Mengobati Penyakit Iri

Assalamu'alaikum wr. wb. Pa ustaz apa saja yang termasuk dalam penyakit hati dalam ajaran islam, dan bagaimana mengatasinya, terutama menghadapi iri, kadang dalam hati saya suka tersirat rasa iri terhadap apa yang didapat oleh teman saya dalam pembagian insetif dalam bekerja padahal teman saya itu hanya nama saja yang tercantum di dalamnya,  untuk pekerjaan dia tidak tahu apa-apa tetapi dalam pembagian insentif selalu sama, apa yang harus saya hindari untuk menghilangkan rasa iri itu, terima kasih pa ustaz. wassalamu'alaikum wr. wb.
Assalamu alaikum wr.wb.
Secara umum penyakit yang menimpa manusia terbagi dua: penyakit lahir dan penyakit batin (penyakt fisik dan penyakit hati).Para ulama menyebutkan bahwa penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik. Hal ini dilihat dari dampak dan pengaruhnya pada manusia di dunia dan akhirat. Kalau penyakit fisik maksimal berujung pada kematian, maka dampak dari penyakit hati kalau tidak sembuh di dunia bisa terus berlanjut hingga akhirat. Karena itu, ia lebih berbahaya dan merusak ketimbang penyakit fisik.
Di antara jenis penyakit hati adalah sombong, ujub, iri, dengki, tamak, dst. Jadi di antara bentuk penyakit hati adalah iri dan dengki. Dalam bahasa Arab atau bahasa agama ia disebut dengan hasad. Hasad adalah tidak senang melihat seseorang mendapatkan nikmat serta berharap agar nikmat tersebut lenyap. Dalam hal ini hasad berbeda dengan ghibthah. Sebab, ghibthah adalah berharap mendapatkan nikmat seperti yang didapat oleh orang tanpa menginginkan harta itu lenyap dari orang tadi. Inilah iri yang baik yang disebutkan oleh Nabi saw, "Tidak boleh iri kecuali pada dua orang: (1) orang yang diberi Alquran lalu ia menunaikannya pagi dan petang; (2) orang yang diberi kekayaan lalu ia menginfakkannya secara benar di waktu pagi dan petang."
Cara mengobati penyakit iri di antaranya dengan:
1. Mengetahui bahaya hasad (iri) bagi diri dan amal salih hamba.
2. Berdoa dan berlindung kepada Allah dari penyakit hasad.
3. Tidak cinta dunia dan tidak berteman dengan para pecinta dunia.
4. Menerima, ridho, dan percaya dengan semua ketentuan Allah, termasuk dalam urusan jatah rezeki yang diberikan kepada manusia dan kepada semua makhluk. Sebab orang yang iri dalam pengertian negatif pada hakikatnya ia tidak menerima ketentuan dan jatah yang sudah Allah tetapkan. Berarti pula ia menggugat ketentuan Allah.
5. Mengharap balasan amal kepada Allah; tidak kepada manusia. Jadi kalaupun merasa kurang diapresasi di dunia oleh amal manusia, yakinlah bahwa amal kita selama itu baik akan diapresiasi oleh Allah Swt.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb. 







 Mendoakan Keburukan bagi Pihak yg zalim

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Apabila kita d zalimi atau d hina scr mental  oleh sesorang apakah kita berdosa jg kalau mendoakan org tsb agar dibalas dgn setimpal atas penzaliman tsb .Terimakasih.
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahi rabbil ‘alamin wa shalatu wasalam ‘ala Nabiyina Muhammadin wa ala alihi wa shahbihi ajmain, waba’du: Bagi seseorang yang dizhalimi atau dihina oleh orang lain, maka ia bisa melakukan salah satu dari empat hal berikut:
Pertama : mengadukan ke pengadilan
Bagi seseorang yang didhalimi oleh orang lain baik bersifat fisik maupun psikis, maka ia bisa mengadukan ke pengadilan untuk mendapatkan haknya, atau agar orang yang mendhalimi tersebut mendapatkan sanksi dari hakim, dan sanksi itu sesuai dengan ijtihad hakim, atau kalau dalam kontek hukum Indonesia; sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yang intinya agar orang yang mendhalimi tersebut merasakan jera dengan sanksi yang diputuskan oleh hakim.
Kedua : mengqishash
yaitu orang yang didhalimi dengan kata-kata, ia boleh membalas dengan perkataan yang serupa, dengan tidak melampaui batas. Hal ini didasari pada ayat yang bersifat umum:
(وجزاء سيئة سيئة مثلها), dan juga dalam sebuah hadis, dari Zainab bint Jahsyin tatkala mencaci Aisyah Ra, Rasulullah Saw berkata kepadanya:
دونك فانتصري، فأقبلت عليها حتى يبس ريقها في فيها، فتهلل وجه رسول الله صلى الله عليه (راه أبو داود وابن ماجة).
Artinya: pertahankan dirimu maka kamu telah membantunya, maka akupun menghadap kepadanya (membalas mencacinya) sampai ludah dimulutnya kering (tidak membalas),maka wajah Rasulullah Saw ceria(HR. Abu Daud, Ibnu Majah).
Orang yang dicaci/dihina dengan perkataan boleh membalasnya, manakala cacian tersebut bukan katagori qadzaf (cacian/tuduhan berbuat zina). jika orang yang didhalimi telah membalas, maka ia telah mendapatkan haknya.
Ketiga : mendoakan kejelekan orang yang menzalimi
Diperbolehkan bagi orang yang didhalimi, mendoakan keburukan kepada orang yang menzalimi, seperti yang dinyatakan oleh Imam Suyuthi dalam menafasirkan ayat:
لا يحب الجهر بالسوء من القول إلا من ظلم
Maka diperbolehkan bagi orang yang dizalimi untuk memberitakan kezaliman orang yang berlaku zalim dan mendoakan (kejelekan) kepadanya, dan doa (kejelekan) kepada orang yang zalim akan meringankan/mengurangi dosa kezalimannya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Umar bin Abdul Aziz, bahwa ia menyampaikan kepadaku:
أن الرجل لا يظلم مظلمة، فلا يزال المظلوم يشتم الظالم وينقصه حتى يستوفى حقه.
Sungguh seseorang tidak melakukan satu kezaliman, maka orang yang dizalimi masih selalu mencacinya dan –hal itu- akan mengurangi kedhalimannya, sampai ia (orang yang didhalimi itu) mendapatkan haknya.
Dari Aisyah Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
من دعا على من ظلمه فقد انتصر
Barangsiapa yang mendoakan (kejelekan) kepada orang yang mendhaliminya maka ia telah menolongnya.
Qadli Abu Yusuf dalam kitab al Lathaif, menyebutkan kisah dari Bani Israil yang menunjukkan bahwa orang yang zalim bisa berkurang dosanya dengan doa kejelekan dari orang yang dizalimi, dalam satu kisah: ada seorang perempuan bani Israil ahli puasa dan shalat malam, suatu ketika ada perempuan yang mencuri ayamnya (perempuan ahli ibadah tsb), maka tumbuhlah bulu ayam diwajah perempuan pencuri itu, dan orang-orang tidak mampu untuk menghilangkan bulu tersebut dari wajahnya, merekapun bertanya kepada ulama’ mereka, Ulama’ itu berkata: bulu itu tidak akan hilang kecuali dengan doa kejelekan dari orang yang dizalimi, maka didatangkan seorang perempuan tua, dan disebutkan tentang ayam yang dicuri, maka iapun mendoakan satu doa keburukan kepada pencuri itu, maka satu bulu ayam jatuh dari wajahnya, sehingga ia ulangi doa-doa itu, maka semua bulu ayam itu berguguran dari wajahnya.
Keempat : Sabar dan mengharap ridla Allah
Seseorang yand didhalimi dan ia memaafkan, serta hanya mengharap ridlo Allah Swt, maka hal itu akan mendapatkan pahala besar disisi Allah :
فمن عفا وأصلح فأجره على الله.
Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya bagi Allah Swt.
Pahala akan lebih besar lagi apabila yang memaafkan itu adalah orang yang sebenarnya ia mampu membalas kedhaliman itu. Itulah beberapa pendapat ulama’, dalam mensikapi orang-orang yang berbuat zalim, khususnya kezaliman dalam bentuk cacian.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.







 Menyuap Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana

Assalamu Alaikum Wr.Wb
pak ustad saya mau nanya gimana kedudukannya orang yang membayar sejumlah uang untuk mendapatkan gelar sarjana tanpa perlu mengikuti kuliah seperti mahasiswa lainnya
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Ada bbrp hal yang perlu di jelaskan:
1. Hukum  Risywah (menyuap ).
Dalam dunia pendidikan formal,  Gelar akademik sudah ditetapkan hanya diberikan jika seorang mahasiswa memenuhi syarat akademis yang ditempuhnya. Gelar akademik bukanlah barang komoditi yang bisa diperjualbelikan, sehingga siapa yang mengambil tindakan instan membeli gelar akademik bisa dikategorikan bermain panas "suap".
Islam melarang keras menerima dan memberi suap bahkan menjadi perantara antara mereka juga termasuk perbuatan yang diharamkan. Menyuap ini termasuk kategori mengambil harta orang lain dengan cara yang bathil, seperti dlam QS 2 : 188.
Rasul saw juga melaknat perbuatan suap menyuap ini sebagaimana HR Tarmidizi, Rosul bersabda: Laknat Alloh bagi orang yang menyuap dan menerima suap.
2. Gelar Akademik dan konsekwensinya.
Bagi seorang akademisi yang mendapatkan gelar atas jenjang perkuliahan yang dia tempuh baik sarjana, pasca sarjana atau doktoral pasti memiliki konsekwensi  akademisi untuk berkiprah di masyarakat sesuai dengan keahlian yang dimilikinya (sesuai gelarnya).
Apa jadinya, jika seseorang mendapatkan gelar padahal dia tidak mumpuni dalam keilmuwan tersebut maka bisa jadi dia tidak akan mampu mengabdi pada masyarakat sesuai keahliannya bahkan bisa jadi akhirnya masyarakat merasa tertipu oleh yang bersangkutan dikarenakan mereka terlanjur meminta solusi ternyata bukan kepada ahlinya. Bahkan lebih bahaya lagi akan ber Dampak negatif bagi kampus almamater yang memberikan gelar kepadanya, tidak mustahil kampus tersebut akan dicabut idzin operasional KBM (kegiatan belajar mengajarnya).
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.






Assalamu‘alaikmu wr. wb. Pa Ustadz, Begini pa Ustadz, saya pernah dengar ada suatu hadist riwayat yang menyatakan "Barang siapa yang menanyakan sesuatu ke Dukun/paranormal, maka amal ibadahnya tidak akan diterima selama 40 hari.” Saya dapat cerita dari seorang teman, bahwa ada seorang bapak yang bisa mengobati orang sakit (bukan dokter), juga bisa melihat ke depan apa yang akan terjadi pada seseorang. Tapi dari caranya, bapak itu juga tidak pernah lepas dari ajaran agama Allah, dia sholat, ngaji, dzikir. Yang ingin saya tanyakan, apakah berdosa apabila kita bertanya atau berobat kepadanya?
Jawaban:
Assalamualaikum Wr. Wb. Suatu hal ghaib yang terjadi pada seseorang, bila dia nabi maka disebut mukjizat. Dan bila dia manusia biasa yang sholih, disebut karamah. Dan bila dia mendapatkan kekuatan itu dari syetan maka disebut sihir. Karamah Allah itu diberikan kepada hambanya yang sholih dan berpegang teguh pada ajaran agama yang benar sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah serta jalan yang telah ditempuh para salaffushsalih. Karamah ini bukan fasilitas yang dimiliki secara personal dan digunakan kapan pun dia mau, tetapi karamah ini diberikan sesuai dengan kehendak Allah saja. Orang shalihnya sendiri tidak pernah merasa memilikinya apalagi mendemonstrasikannya, karena datangnya terserah pada Allah. Itupun sebagai ta‘yiid (dukungan) dri Allah karena dia telah berjuang membela agama Allah.
Karamah ini banyak terjadi di medan konflik jihad fi sabilillah. Dalam perang Afhganistan melawan tentara merah Uni Sovyet, banyak terjadi karamah. Namun para mujahidin itu tidak tahu bagaimana dan apa bentuknya. Pertolongan Allah itu terjadi begitu saja. Sedangkan sihir itu datang dari syetan, memang bisa dimiliki dan didemonstrasikan kapan saja. Seolah sihir ini adalah fasilitas yang dipunyai, kapanpun dia ingin menggunakan, saat itu pula bisa dipakai. Kedudukan sihir ini di dalam Islam jelas haramnya dan pelakunya diancam untuk dibunuh. Perbuatan ini terkutuk dan bentuk dari kemusyrikan. Terkadang syetan dengan sekian banyak prestasi tipu dayanya, mampu menipu orang awam seperti kita dengan menampilkan sosok yang secara umum terlihat sholeh dan alim, lalu memiliki ‘fasilitas’ seperti ini.
Namun bila diungkap, ternyata banyak hal yang bertentangan dengan syariah yang telah dilakukannya. Apalagi bila ada orang yang mengaku bisa mengetahui apa yang akan terjadi secara ghaib. Kemungkinan besar ini adalah berita bohong yang dicuri syetan dari langit dan ditambah 1000 kebohongan. Sedangkan Rasulullah SAW saja tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi bila tidak diberitahukan oleh Allah. Bagaimana mungkin umatnya bisa memiliki fasilitas yang nabi tidak diberikan? Apakah keimanan dan taqwanya telah melebihi nabi SAW? Jadi untuk keluar dari hal seperti ini, sebaiknya anda tidak bertanya tentang apa yang akan terjadi kepadanya. Agar tidak tersangkut pada masalah bertanya pada peramal.
Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar