Powered By Blogger

Selasa, 01 Mei 2012

AGAMA

RAHASIA UBUN UBUN


Mukjizat ayat :
نَاصِـيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ ٍ
Syekh Abdul Majid az-Zindany, berkata, “Dahulu aku membaca firman Allah,
كَلاَّلَئِن لَمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ، نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya (yaitu) ubun-ubun yang dusta lagi salah. (QS al-‘Alaq:15-16)”
An-Nashiyah adalah ubun-ubun. Aku bertanya-tanya pada diri sendiri, dan berkata, “Ya Allah, jelaskan untuku artinya ini!
Mengapa Engkau katakan Nasiyah Kadzibah (Ubun-ubun yang mendustakan lagi salah)?”
Aku berpikir tentang hal itu selama lebih dari sepuluh tahun. Dalam kebingunganku ini, aku merujuk pada kitab-kitab tafsir dan mendapatkan jawaban, bahwa salah seorang ahli tafsir berkata, “Maksudnya bukan berarti ubun-ubun yang dusta, akan tetapi itu adalah makna majaz (kiasan) bukan makna yang sebenarnya. Arti ‘ubun-ubun yang berdusta lagi bersalah’, adalah orang yang memilikinya. Demikianlah mereka mengatakannya, jadi bukan ubun-ubun yang berdusta.
Pada akhirnya Allah memudahkanku untuk mencari tahu tentang rahasia ubun-ubun ini. Salah seorang ahli ilmu dari Kanada dan orang-orang terkenal dalam ilmu otak, anatomi dan janin telah memaparkan rahasia ubun-ubun ini. Kami mengetahuinya dalam sebuah konggres para dokter dunia yang dilaksanakan di Cairo.
Di konggres tersebut hadir para dokter bersama istrinya. Salah seorang istri dokter, tatkala mendengar kata, Nashiyathin Kadzibah (ubun-ubun yang dusta) ini bertanya, ”huruf ha’ (ta’ marbuthah dalam Kadzibah, yang berarti menunjukkan sifat dari Nashiyah kemana perginya?”
(Dijawab) para ahli tafsir berkata, “Makna Nashiyathin Kadzibatin Khathi’ah, adalah Ubun-ubun orang yang berdusta lagi bersalah, bukan ubun-ubunnya yang dusta, atau dengan menghilangkan huruf ha’ nya).” Dia kembali bertanya, “Lha terus kemana perginya huruf ha’ ?”
Aku berkata pada diri sendiri, “Inilah huruf ha’ yang membuat aku bingung selama 10 tahun. Allah yang Maha Tinggi telah berfirman kepada kami, “Nashiyah Kadzibah Khati-ah. Akhirnya kami merujuk kepada pemaparan seorang ilmuwan Kanada, yang dikemukakan semenjak 50 tahun lalu, dia menjelaskan bahwa otak itu terletak di bawah kening yang langsung berhubungan dengan ubun-ubun itulah bagian terpenting dari kedustaan dan kesalahan. Dari situlah tempat yang keluar kedustaan dan kesalahan. Mata akan melihat dengannya, dan telinga akan mendengar darinya. Demikian pula, dari tempat itu yang dapat mengeluarkan keputusan.
Jika bagian itu dipotong, maka pemiliknya tidak akan mempunyai keinginan sendiri, dia tidak dapat memilih untuk duduk, berdiri dan berjalan. Dia tidak mampu mengendalikan dirinya, seperti seseorang yang dicabut matanya, maka dia tak akan bisa melihat. Kemudian sang ilmuwan melanjutkan, bahwa bagian ini adalah penanggung jawab dari sumber segala keputusan…
Dengan demikian, siapakah yang mengambil keputusan? Kita mengetahui dia adalah jiwa, dialah pemilik keputusan, jiwalah yang melihat, akan tetapi mata adalah yang mengindera. Jiwa mendengar akan tetapi telinga yang mengindera, demikian juga otak adalah mengindera. Akan tetapi pada akhirnya tempat itulah penghasil keputusan. Itulah Nashiyathin Kadzibathin Khati’atin. Oleh karenanya Allah berfirman, yang artinya, “…..sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya,” yang bermakna, “Akan Kami ambil dan Kami runtuhkan.”
Maha Suci Allah, apa yang ada di dalam kitab-Nya.
Huruf ha’, manusia akhirnya mengetahui rahasianya setelah ilmu pengetahuan maju setapak demi setapak. Kemudian mereka menemukan bahwa bagian kecil dari Nashiyah (ubun-ubun) ini berada juga dalam setiap binatang yang berbentuk kecil lagi lemah. Karena memang binatang tempat pengendalian dan gerakan badannya juga bersumber dari tempat ini. Oleh karena ini Allah mengisyaratkan dengan firman-Nya,
مَّامِن دَابَّةٍ إِلاَّهُوَ ءَاخِذٌ بِنَاصِيَتِهَآ
“Tidak ada sutu pun binatang yang melata melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.” (QS Huud:56)
Tempat pengendalian terdapat di ubun-ubun, siapakah yang mengetahui semua ini? Kapan para ilmuwan mengetahuinya? Adalah ketika mereka mengoperasi binatang-binatang…
Al-Quran telah menyebutkan fakta fenomena ini bersamaan datangnya ilmu Allah yang memberitahukan segala sesuatu dari ilmu pengetahuan. Dalam hadits yang mulia pun juga disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، اِبْنُ عَبْدِك،َ اِبْنُ أمَتِكَ نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ
“Ya Allah sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, putra hamba-Mu laki-laki dan putra hamba-Mu perempuan, ubun-ubunku ada di tangan-Mu.”
Ubun-ubun adalah tempat kendali, dan dengan membaca hikmah dari syariat Allah, ubun-ubun ini bersujud dan taat merendahkan diri kepada Allah. Mungkin sekali disana juga ada kaitan antara ubun-ubun yang sujud khusyuk dengan akhlaq tingkah laku yang istiqamah di jalan-Nya.
إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya shalat mencegah dari yang keji dan yang mungkar.” (QS. Al-‘Ankabut ayat 45)
(Diambil dari Kitab Wa Ghadan ‘Ashrul Iman)






RAHASIA BERSIN

Anda dapat meninggal ketika bersin!! Bagaimana ini bisa terjadi? Pasti anda tercengang ?!
Bersin adalah satu perkara yang penting dalam kehidupan manusia, akan tetapi manusia tidak mengetahui bahwa bersin adalah sebuah “kematian kecil”!
Manusia, tatkala sedang bersin dia mati sementara hingga kemudian kembali untuk kehidupannya yang baru!
Ketika bersin, segala organ pada tubuh, baik pernafasan, pencernaan, dan saluran air kencing berhenti. Demikian juga hati berhenti berdenyut tatkala kita sedang bersin.
Bersin adalah cara pertahanan diri yang jenius dan penting untuk menghilangkan segala problematika saluran pernafasan, baik dari segala macam kotoran, atau dari segala macam benda asing yang masuk melalui lubang hidung. Dengan demikian, bersin merupakan penjaga yang terpercaya (sarana daya tahan tubuh) yang dapat mencegah benda asing yang berterusan berada dalam saluran udara di bawah tulang hidung.
Ketika terjadi suatu sentuhan pada rambut-rambut hidung yang berasal dari benda asing, baik dari serangga yang membahayakan atau yang lainnya, maka rambut-rambut tersebut akan memberi peringatan (sinyal) dengan kecepatan yang sangat menakjubkan, yaitu dengan memerintahkan untuk membuat penghalang dengan sebuah penarikan nafas, kemudian diikuti pengeluaran nafas yang keras –yang kita sebut dengan bersin- melewati hidung untuk mengeluarkan bahaya yang masuk. Demikian juga sekaligus mencegahnya meneruskan jalan melewati saluran pernafasan menuju paru-paru..
Sesungguhnya kecepatan bersin mencapai hingga 100 km/jam. Dan, jika Anda bersin dengan keras, mungkin sekali Anda dapat memecahkan satu dari tulang-tulang rusuk anda. Dan jika anda mencoba menghentikannya untuk tidak keluar, maka dia akan menyebabkan keluarnya darah di dalam leher atau kepala hingga menyebabkan kematian. Dan jika anda biarkan kedua mata anda terbuka ketika bersin, bisa-bisa mata anda akan keluar dari rongganya.
Di waktu bersin semenit atau kurang dari semenit dan setelahnya, anda akan bekerja biasa -jika Allah berkehendak-, seakan tidak terjadi sesuatupun.
Para dokter klasik menganggap bersin sebagai sebuah cahaya kehidupan. Mereka mempunyai sebuah ukuran derajat sehat bahwa manusia tatkala tertimpa suatu penyakit yang bahaya maka dia tidak mempunyai kemampuan untuk bersin. Dan mereka menganggap bersinnya seseorang yang sakit adalah sebuah kabar gembira kebaikan yang akan terjadi padanya, dan sebuah harapan baik dari jauhnya dia dari kebahayaan.
Rasulullah telah menyebutkan kepada kita tentang pentingnya bersin bagi tubuh kita, dengan membaca alhamdulillah (yang artinya:segala puji bagi Allah) dan menyuruh orang yang mendengar bersin untuk ber-tasymith (membaca yarhamukallah yang artinya: semoga Allah memberikan rahmat kepada anda). Lafadz-lafadz ini mewahyukan, bahwa di sana ada bahaya yang datang, kemudian datanglah bersin untuk mengusir –dengan izin Allah- musuh penganggu dan memenangkan hingga akhirnya sang empunya selamat sehat wal afiat.
Demikian inilah Rasulullah mengajari kita bagaimana kita ber-tasmith terhadap orang yang bersin atau yang berarti mendoakannya dengan ucapan yarhamukallah.
Yang dimaksud di sini adalah bersin yang biasa saja. Adapun bersin sakit yang terjadi karena pilek atau salesma, misalnya, maka orang yang tertimpa tiap kali bersin membaca alhamdulillah terus, akan tetapi bagi yang mendengar hendaknya ber-tasymith pada yang pertama dan kedua saja. Dan setelah ini mendoakan baginya kesehatan dengan ucapan ’Afakallah (yang bermakna semoga Allah menyehatkanmu). Oleh karena itu kalimat Alhamdulillah adalah sebuah ungkapan terima kasih kepada Allah atas keberhasilan ini. Maka pujilah Rabbmu dan berterimakasihlah kepada-Nya, wahai anak cucu Adam…




Ke Mana Kebahagiaan Harus Diburu?

ADA pula yang mencari kebahagiaan dengan pendekatan seni. Bahkan seni yang mengandung unsur pornografi, cabul dan amoral. Dengan seni ia memancing birahi, mempermainkan perasaan, menggelisahkan hati, menyemai asmara di hati orang lain, seolah-olah dengan begitu kebahagiaan akan sampai pada hati dan jiwanya. Padahal, pada akhirnya hatinyalah yang buta. Semakin tenggelam dalam syahwat, seperti minum air laut. Semakin banyak yang diteguk bertambah haus.
Dosa panca indra yang dilakukan, beranak pinak. Mengajak kepada kejahatan berikutnya. Ia kehilangan sifat malu. Ia semakin jauh dari hidayah Allah Subhanahu Wata’ala. Kebahagiaan yang ada pada dirinya dicabut. Dan barangsiapa berpaling dariNYA, baginya penghidupan yang sempit, dan akan dihimpunkannya pada hari kiamat dalam "keadaan buta”.
Berkatalah Allah Subhanahu Wata’ala;
قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيراً
قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى

“Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman, “Demikian¬lah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (QS: Thaha [20]: 124-126)
Di manakah kebahagiaan itu ditemukan? Apakah kebahagiaan itu berupa benda yang bisa dicari di tempat tertentu? Siapakah yang membawa bahagia itu dan memasukkannya di dalam hati manusia?
Nabi Yunus ibn Matta menemukan kebahagiaan di dalam kegelapan malam, kegelapan di dasar laut, dan kegelapan di dalam perut ikan. Ketika terputus semua bentuk ketergantungan, kecuali ketergantungan kepada-Nya. Ia keluar dari perut ikan dan mengucapkan doa dengan suara yang lembut dan sedih.
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap (di malam hari, di dasar laut, di dalam perut ikan), “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 87)
Setelah mengucapkan itu, ia pun merasakan kebahagiaan sejati.
Kebahagiaan para shiddiqun dan Nabi
Sementara Nabi Musa as, mendapatkan kebahagiaan ketika berada di tengah gelombang ombak lautan. Ia meminta penderitaan itu demi menemukan Allah Yang Maha Kuasa.
فَلَمَّا تَرَاءى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku be¬sertaku, kelak dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. asy-Syu’ara [26]: 61-62)
Sementara Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam menemukan kebahagiaan ketika bersembunyi di goa Tsur dari kejaran orang-orang kafir. Beliau menyaksikan kematian di depan matanya, lalu menoleh kepada Abu Bakar dan mengucapkan kata berikut seraya menenangkan.
إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan al-Qur’an menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. dan kalimat Allah itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah [9]: 40)
Begitulah cara Allah. Bahkan Nabi Yusuf menemukan kebahagiaan ketika ia dipenjara selama tujuh tahun.
Ahmad ibn Hanbal, Ibnu Taimiyah menemukan kebahagiaan di balik terali besi. Sekalipun fisiknya disiksa, tetapi jiwanya bebas melayang. Ia menemukan kebahagiaan yang hakiki, ketika dalam suasana berpihak kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Mengharumkan nama-Nya, menjunjung tinggi kalimat-Nya, membela kebenaran dari-Nya se¬kalipun rasanya pahit.
Sementara itu Ibrahim ibn Adham menemukan kebahagiaan ketika sedang tertidur di ujung jalan kota Baghdad. Ia tidak menemukan sepotong roti pun yang dapat dikonsumsi. Namun demikian, ia berkata, Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia. Aku dalam sebuah kehidupan yang lezat, yang sekiranya para raja itu tahu, tentu mereka akan mengambilnya dengan pedang-pedang.
Itulah sekilas kondisi pendahulu kita yang berbahagia. Mereka para Nabi, Shiddiqun, Syuhada dan Shalihun. Mereka telah menemukan jalan yang lurus. Kebahagiaan itu mustahil didapatkan kecuali dengan iman dan amal shalih. Tanpa keduanya kebahagia¬an yang diburu semakin menjauh.
Ketika Harun ar-Rasyid memangku kekhalifahan yang diwarisinya dari bapaknya, ia mengalokasikan harta yang sangat banyak untuk membangun sebuah istana di tepi sungai Dazlah. Sungai itu dialirkan dari sebelah utara istana dan keluar dari sebelah selatan. Ia membangun taman yang luar biasa dan menonjok ke sungai. Ia lalu membuat tirai-tirai dan tempat berkumpul orang-orang.
Setelah pembangunan selesai, orang-orang berkerumun mendatanginya untuk memberi ucapan selamat kepadanya. Salah seorang di antara yang datang adalah Abu al-‘Athiyah. Ia berdiri di hadapan Harun ar-Rasyid dan berkata. Perkataan kali ketiga yang berbunyi:
Apabila jiwa telah berkumur
Dengan napas sekaratul maut (mabuk kematian) di dalam dada
Di sana Anda mengetahui dengan haqqul yaqin
Tidaklah Anda kecuali dalam (keadaan) tertipu

Maka, Harun menangis sampai terjatuh ke tanah. Ia kemudian memerintahkan tirai-tirai itu dihancurkan, pintu-pintu digembok, dan ia kembali menempati istana yang lama. Tidak mencapai sebulan kemudian, ia meninggal dunia.
Abdul Malik ibn Marwan yang menguasai dunia Islam, dari timur dan barat. Namun, ketika sakarat, ia turun dari ranjang kerajaannya yang telah dikuasai orang lain. Setelah lengser dari kekuasaannya ia mendengar tukang cuci di samping istana tampaknya diselimuti kebahagiaan. Padahal, ia tidak memiliki kekuasaan, kesibukan dan permasalahan. Ia bernyanyi sambil mencuci pakaian. Abdul Malik berkata, “Sekiranya aku tukang cuci, dan tidak mengenal kekhalifahan, seandainya aku tidak pernah men¬jabat sebagai raja.” Ia kemudian meninggal.
Hanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam contoh afdhal (paling utama) dari Allah Subhanahu Wata’ala. Siapapun, sekalipun dengan kerja keras tidak bisa mencapai kedudukan mulia ini (maqaman mahmudah). Dengan al-Quran, Muhammad menjadikan akhlak, perilaku, spiritual, bisnis, cara perang,  cara menjadi kepala keluarga, dan memimpin masyarakat.
Itulah sebabnya beliau mengadakan perenungan yang luar biasa di gua Hira’ selama tiga tahun berturut-turut. Menggali potensi dirinya untuk berhubungan dengan realitas metafisik. Setelah ia menyadari bahwa dunia dan seisinya, termasuk dirinya hanyalah sebuah titik di alam semesta ini. Dari sinilah terjadi perubahan spektakuler, berubah secara total orientasi kehidupannya, cara memandang dirinya, lingkungan sosialnya, misi kehadirannya di muka bumi ini, dan cara memandang Rabb-nya.

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa al-Qur’an itu adalah benar tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fushshilat [41]: 53)
Karena itu, wahai manusia, barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan hakiki, maka carilah di rumah-rumah Allah Subhanahu Wata’ala, majelis shalat jamaah, majelis ilmu, majelis zikir,  dan yang terpenting mencontoh (ittiba’ dan iqtida serta taassi) manusia yang paling bahagia di dunia dan akhirat, yani Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wassalam.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar