Powered By Blogger

Selasa, 01 Mei 2012

AGAMA

 BAGAIMANA ANDA MENGETAHUI AIB DIRI ANDA


Barangsiapa ingin mengetahui aib dirinya sendiri, maka hendaknya ia mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Hendaknya mencari teman yang jujur, berilmu, beragama kuat kemudian mengangkatnya sebagai pengawas atas dirinya. Umar pernah berkata: “Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati seseorang yang  menunjukkan aibku kepadaku.” Atas hal ini, Dawud at-Tha`i meninggalkan manusia, maka dikatakan kepadanya: “Mengapa anda tidak bercampur dengan manusia?” Dia menjawab: “Dan apa yang harus saya kerjakan dengan suatu kaum yang menyembunyikan aibku dari diriku.”
2. Hendaknya dia bercampur  dan bergaul dengan manusia. Maka apa saja yang dipandang tercela oleh manusia harus ia tinggalkan. Sebagian ulama mengatakan: “Seandainya semua manusia meninggalkan apa-apa yang tidak disukai oleh orang lain, maka mereka tidak akan membutuhkan seorang pendidik.
3. Hendaknya mengambil manfaat dari lisan-lisan musuhnya untuk mengetahui aib dirinya. Boleh jadi manusia akan lebih banyak mengambil manfaat dari musuh yang dibencinya dari pada dari teman yang bersikap menjilat, memuji atasnya dan menyembunyikan aibnya.
Dan yang terakhir, ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala jika mengehendaki kebaikan bagi hamba-Nya, dia perlihatkan kepadanya aib dirinya. Maka jika dia telah mengetahui aib dirinya, sangat mungkin baginya untuk menyembuhkannya.
Semoga kita dapat menyembuhkan aib kita dan menyempurnakan diri kita.





MAKHLUK SEBELUM ADAM

Syubhat
Ada keraguan dari sebagian da’i dan penuntut ilmu tentang penafsiran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al Baqarah ayat 30 :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ (٣٠)
            “Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Rabb-mu berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Ada yang berpendapat, bahwa mahluk yang diciptakan sebelum Adam dan berbuat kerusakan serta menumpahkan darah adalah jin. Akan tetapi jin tidak memiliki darah seperti manusia sehingga tidak menumpahkan darah. Jika yang dimaksud adalah jenis malaikat, maka malaikat diciptakan dari cahaya, tidak merusak dan tidak menumpahkan darah, apalagi malaikat dalam ayat tersebut mempertanyakan keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala Bagaimanakah memahami ayat tersebut?
Jawab:
Para ahli tafsir telah menyebutkan sisi lain dari penafsiran ayat diatas:
Pertama: Para malaikat berkata demikian setelah diberitahu Allah Subhanahu wa Ta’ala perihal tabiat anak cucu Adam, bahwa mereka berbuat kerusakan dan menumpahkan darah di muka bumi. Ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, Qatadah Radhiallahu ‘Anhu, Ibnu Juraij, Ibnu Zaid, dll yang dinukil oleh al-Qurthubi dan Ibnu Katsir. Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu dan Ibnu Mas’ud menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku ingin menciptakan khalifah di muka bumi!” Para malaikat bertanya: “Bagaimana (tabiat) khalifah tersebut?” Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab: “Ada diantara anak cucunya yang berbuat kerusakan dan saling membunuh”. Qatadah mengatakan: Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahu mereka bahwa diatas permukaan bumi nanti ada yang berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Oleh karena itu, para malaikat bertanya: “Apakah Engkau menciptakan (mahluk) yang berbuat  kerusakan?”
Kedua: Para melaikat ketika mendengar lafazh khalifah, maka mereka memahami bahwa diantara anak cucu Adam ada yang berbuat kerusakan, karena yang dimaksud khalifah adalah yang memperbaiki dan meninggalkan kerusakan, sehingga ada diantara manusia yang berbuat kezhaliman, dosa dan maksiat.
Ketiga: Apa yang dinukil oleh al-Qurthubi dan lainnya, bahwa malaikat telah mengetahui kerusakan apa yang telah diperbuat oleh jin, karena bumi telah ditempati oleh jin yang suka merusak dan menumpahkan darah sebelum diciptakannya Adam. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Iblis beserta bala tentaranya untuk mengusir mereka ke arah pantai dan ke puncak gunung. Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Adam. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Abu Al ‘Aliyah.
Sedang apa yang telah disebutkan, bahwa jin tidak memiliki darah untuk ditumpahkan adalah tidak benar. Karena jin makan, minum dan menikah, juga merasakan panas dan dingin sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Berlalu dihadapanku satu setan, kemudian aku memegangnya dan mencekiknya, sehingga aku merasakan dingin lisannya di tanganku”, maka jin tersebut berkata: “Kamu menyakitiku, kamu menyakitiku!”. Walaupun jin diciptakan dari api, tetapi tidak menghalangi itu semua. Demikian pula manusia diciptakan dari tanah, namun juga terdiri dari daging, darah, dan merasakan panas, dll.
Ini semua adalah sisi masyhur yang disebutkan oleh para ahli tafsir.
Dan perlu diketahui, ucapan malaikat ini bukan untuk menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun hal tersebut seperti dikatakan oleh Ibnu Katsir: “Pertanyaan untuk mencari tahu hikmah itu semua.” Mereka berkata: “Wahai Pencipta kami, apa hikmah dari penciptaan mereka, padahal ada diantara mereka yang berbuat kerusakan dan menumpahkan darah? jika yang Engkau kehendaki adalah beribadah kepada-Mu, bukankah kami senantiasa mensucikan-Mu dan tidak melakukan kemaksiatan, bukankah cukup kami saja?”
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab pertanyaan tersebut: “Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” atau “Aku mengetahui kebaikan dari penciptaan jenis ini dibandingkan dengan kerusakan yang telah kalian sebutkan, yang kalian tidak mengetahuinya, karena Aku akan mengutus nabi dan rasul di tengah mereka. Ada diantara mereka para shiddiquun, orang-orang sholih, syuhada’, ahli ibadah, ahli zuhud, para wali, orang-orang yang baik, al muqorrabuun (yang mendekatkan diri), ulama’, orang-orang yang beramal, orang-orang khusyuk, orang-orang yang mencintai, dan orang-orang yang mengikuti para rasul-Nya.”







Dua Kali Aku Lakukan Selama 90 Tahun!!!
Apanya yang dua kali?! Lantas bagaimana tentang 90 tahun?!
Qadhi qudhat (Hakim Agung) negeri Syam, Sulaiman bin Hamzah al-Maqdisi – masih ada keturunan dengan Ibn Qudamah, pengarang kitab al-Mughni – ia berkata: “Aku tidak pernah melaksanakan shalat fardhu sendirian kecuali dua kali, dan seakan-akan aku tidak pernah melaksanakan dua shalat tersebut.”
Tahukah anda, berapakah umur Sulaiman al-Maqdisi ketika mengatakan hal ini? Umurnya saat itu sekitar 90 tahun!
Nampaknya sekarang anda tercengang keheranan, anda bertanya dalam hati: “90 tahun tidak pernah meninggalkan shalat berjama’ah kecuali hanya dua kali, sementara aku yang masih muda belia dalam seminggu aku tidak bisa shalat berjama’ah kecuali hanya satu atau dua kali saja!”
Karena itu muncul satu pertanyaan penting, mengapa generasi salaf dan sahabat Nabi  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam   sangat memperhatikan shalat berjama’ah? Sampai-sampai salah seorang dari mereka ketika meninggalkan shalat berjama’ah dua kali saja, ia mengatakan: “Seakan-akan aku tidak mendirikan shalat tersebut.”
Jawabnya sangat mudah, yaitu mereka adalah orang-orang yang mengetahui benar fadhilah shalat berjama’ah, dan pada saat yang bersamaan mereka juga selalu menuruti nasihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena beliaulah yang memerintahkan mereka dalam banyak hadis untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Di antara hadis-hadis tersebut misalnya:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bersabda:
« مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً »
“Siapa yang bersuci di rumahnya, kemudian berjalan menuju masjid untuk melaksanakan kewajiban shalat dari sekian banyak kewajiban yang dibebankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dua langkah kakinya, salah satunya menghapuskan dosa, dan langkah satunya lagi mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)
Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
« مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ وَرَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ نُزُلَهُ مِنْ الْجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ »
“Siapa yang berjalan di waktu pagi atau sore menuju masjid, niscaya Allah menyiapkan tempat kembalinya kelak di sorga, setiap kali ia pergi pagi atau sore ke masjid.” (HR. Bukhari)
Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
« أَعْظَمُ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ فَأَبْعَدُهُمْ مَمْشًى وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّي ثُمَّ يَنَامُ »
“Manusia yang paling agung dalam shalatnya adalah yang paling jauh jarak yang ditempuhnya, dan orang yang menunggu shalat (di masjid) supaya bisa shalat bersama imam, adalah lebih besar pahalanya dari pada orang yang shalat (berjama’ah) kemudian tidur.” (HR. Bukhari)
Saudaraku…! Bagaimana menurutmu perhatian dan pengagungan Nabi r  terhadap perintah shalat berjama’ah? Karena itulah, tidak pernah kita dengar dari generasi salaf ada orang yang meremehkan dan menggampangkan shalat berjama’ah dengan alasan bahwa hal ini diperselisihkan di antara ulama’, sementara kita hidup di zaman ini yang sangat membutuhkan kepada pahala yang besar.
Anda berhak tahu, bahwa shalat berjama’ah memiliki faedah dan manfaat selain pahala besar yang telah disebutkan:
  • Jika anda ingin khusyu’ dalam shalat  dan merasakan lezatnya shalat, maka anda harus melaksanakannya secara berjama’ah, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda: “Setan itu bersama orang yang sendirian, jika ia berdua maka setan semakin menjauh.”
  • Jika anda ingin berada di bawah naungan Arsy Allah Yang Maha Pengasih kelak di hari kiamat, maka anda harus melaksanakan shalat berjama’ah, hingga hati anda tertambat kepada masjid, ketika itu anda termasuk dalam hadis: “Tujuh orang akan mendapatkan naungan dari Allah, pada hari yang tidak ada naungan selain naungan Allah… di antaranya adalah orang yang hatinya selalu terpaut kepada mesjid.”
  • Jika anda ingin ditulis bagi anda dua pembebasan dari api neraka dan kemunafikan, maka peliharalah shalat berjama’ah dimulai dengan takbir bersama imam (sejak awal shalat) selama 40 hari terus menerus sebagaimana dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Akhirnya, anda harus mengetahui bahwasanya anda tidak akan bisa dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sesuatu yang Dia cintai melebihi shalat-shalat fardhu berjama’ah, sebagaimana Allah berfirman dalam hadis qudsi: “Seorang hamba tidaklah mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada apa-apa yang telah Aku wajibkan kepada mereka.”
Mulailah dari sekarang, jaga dan peliharalah shalat berjama’ah di masjid, dan singkirkanlah debu-debu kemalasan.
Saya tutup tulisan ini dengan satu pemandangan yang tiada bandingnya, dari  berita-berita mereka yang selalu rindu dengan shalat (berjama’ah). Tersebutlah salah seorang da’i al-muhaddits yang terpercaya; Ibrahim bin Maimun al-Marwazi, ia bekerja sebagai tukang emas. Ibn Ma’in berkata tentang dirinya: “Jika ia sedang mengangkat palu, tiba-tiba mendengar suara azan, maka ia tidak akan meneruskan memukul dengan palunya.”
Kita berdo’a memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala  agar memberikan hidayah-Nya kepada kita menuju keridhoan Allah dan karunia-Nya, dan agar Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang selalu memperhatikan shalat tepat pada waktunya secara berjama’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar