AGAR TIDUR DAPAT PAHALA
Tidur merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Ia adalah suatu kondisi istirahat alami yang sangat penting untuk kesehatan manusia. Jika tubuh lelah, secara alami dan otomatis seseorang akan merasa mengantuk sehingga memaksa tubuhnya untuk beristirahat baik fisik maupun mentalnya. Ini merupakan kenikmatan yang diberikan Alloh kepada hamba-Nya agar bisa beristirahat setelah seharian penat bekerja. Alloh berfirman:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِبَاسًا وَالنَّوْمَ
سُبَاتًا وَجَعَلَ النَّهَارَ نُشُورًا
“Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.“ (QS. Al Furqan: 47)
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa maksud subatan dalam ayat ini adalah beristirahat dari penatnya kerja di siang hari.
Kebanyakan manusia membutuhkan waktu tidur kurang lebih sekitar sepertiga waktu hidupnya atau sekitar 6-8 jam sehari. Jika sekarang umur kita 30 tahun, maka 10 tahun kita gunakan untuk tidur. Alangkah ruginya jika ia berlalu saja tanpa ada nilai yang bisa diraih. Padahal sejatinya Rasulullah n telah mengajarkan beberapa adab berkenaan dengan tidur agar tidur kita bernilai ibadah dan mendatangkan pahala.
Ada pahala sebelum tidur
Rasulullah n biasa tidur di awal waktu dan bangun di penghujung malam kecuali dalam kondisi terpaksa seperti menerima tamu, belajar, atau melayani keluarga
Aisyah menyebutkan, “Bahwasanya Rasulullah n tidur pada awal malam dan bangun pada penghujung malam, lalu beliau melakukan shalat.” (Muttafaq `alaih)
Usahakan agar kita bisa berwudhu sebelum tidur, setelah itu berbaring miring ke sebelah kanan dengan meletakkan tangan kanan di bawah pipi.
Sahabat Rasulullah, Al-Bara’ bin `Azib menuturkan, Rasulullah n bersabda, “Apabila kamu akan tidur, maka berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan…” Dan tidak mengapa berbalik ke sebelah kiri nantinya.
Dari Hafshah binti Umar bahwasanya Rasulullah n ketika hendak tidur, beliau selalu meletakkan tangan kanannya di bawah pipi, kemudian mengucapkan
اللَّهُمََّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ
“Ya Alloh, peliharalah diriku dari siksa-Mu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu.” (HR. Abu Dawud)
Dilanjutkan membaca do’a:
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوْتُ وَ أَحْيَا
“Dengan nama-Mu, Ya Alloh, aku mati dan hidup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan lupa untuk mengibaskan sprei / alas tidur tiga kali sebelum berbaring,
Rasulullah n bersabda, “Apabila seorang dari kalian akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengibaskan kain tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya.” Di dalam satu riwayat dikatakan, “Tiga kali.” (Muttafaq `alaih)
Setelah itu menyatukan kedua ujung telapak tangan kemudian meniupnya seraya membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, dan An-Naas lalu mengusapkannya ke seluruh tubuh yang bisa dijangkau. Dengan ayat-ayat tersebut Rasulullah n memohon perlindungan kepada Allah dari segala sesuatu yang membinasakan, terutama dari hewan-hewan berbisa dan serangga mematikan saat beliau tidur di ranjangnya dan tidak menyadari segala apa yang mendatanginya serta segala apa yang terjadi padanya. Jika kita mengamalkan hal ini niscaya kita akan selalu berada dalam penjagaan Alloh di saat kita tidur.
Disunahkan pula membaca ayat kursi. Jika kita membaca ayat ini niscaya syetan tidak akan berani mendekati kita sampai pagi hari. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Rasulullah ketika mengomentari ayat kursi yang diajarkan oleh Iblis kepada Abu Hurairah setiap hendak beranjak tidur agar terhindar dari godaan syetan. Peristiwa ini terjadi ketika Iblis tiga kali tertangkap basah oleh Abu Hurairah mencuri harta zakat. Beliau bersabda, “Ia telah berlaku jujur kepadamu, meski sejatinya ia adalah pembohong.”
Ada pahala setelah bangun
Mungkin di antara kita ada yang pernah terbangun di tengah malam karena mimpi buruk atau kaget mendengar suara yang mengejutkan. Jika kita mengalami hal yang demikian, maka kita dianjurkan untuk berdo’a:
أَعُوْذَ بِكَلٍِمَاتِ اللهِ التَامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ، وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَاَنْ يَحْضُرُنِ
“Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku.” (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al-Albani)
Meludahlah kekiri tiga kali, bacalah ta’awudz kemudian pindahlah posisi tidur atau kita bangun lalu sholat. Jangan ceritakan mimpi buruk ini kepada orang lain. Lain halnya jika kita bermimpi baik maka sunnah bagi kita untuk menceritakannya kepada orang-orang yang senang kepada kita.
Selain itu ketika bangun tidur hendak-nya kita mengucapkan,
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذْي أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ
“Segala puji bagi Alloh yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan.” (HR. Al-Bukhari).
Selanjutnya segera mengambil air wudhu, sebagaimana sabda Nabi n:
“Jika salah seorang diantara kalian bangun dari tidurnya hendaknya berwudhu dengan memasukkan air ke hidung tiga kali dan mengeluarkannya. Karena setan bermalam di hidungnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Demikian diantara sunah Rasulullah yang berkaitan dengan tidur yang sudah mulai dilalaikan oleh umatnya. Padahal menghidupkan sunah Rasulullah pahalanya sangat besar terutama ketika sunah tersebut sudah tidak dikenal oleh masyarakat. Orang yg menghidupkan sunah ibarat pelopor, dan kapan diikuti maka ia akan mendapat pahala dari orang-orang yg mengikutinya. Itulah makna hadits Rasulullah n “Barangsiapa melakukan satu sunnah hasanah (sunnah yang baik) dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun… “ (HR. Muslim)
Jika mampu kita kerjakan semua sunah diatas, namun jika tidak kita bisa kerjakan menurut kemampuan kita. Demikian yang dipesankan oleh Imam Nawawi. Wallahul Musta’an.
WEWANGIAN MENAMBAH KEHARMONISAN
اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ.
Dari Abu Musa al Asy’ari berkata, Rasulullah bersabda, “ Wanita manapun yang memakai wewangian lalu lewat di hadapan orang banyak agar mereka mencium baunya, maka dia adalah pezina.” (HR an Nasa’i. dinilai hasan oleh Syaikh al Albani).
Jangan dikira, tulisan ini akan membahas kerasnya larangan bagi wanita memakai harum-haruman. Sebaliknya, tulisan ini justru mengajak wanita untuk melakukan hal sebaliknya, memakai minyak wangi. Lho kok bisa? Bisa. Makanya, simak dan jangan berhenti sebelum bertemu tulisan “wallahua’lam”.
Islam benar-benar menyumbat segala celah yang memungkinkan terjadinya zina. Interaksi pria-wanita diatur dalam tatanan paling beradab dan paling mulia. Menyumbat hingga celah-celah kecil yang dapat mengundang syahwat. Salah satunya, melarang wanita memakai minyak wangi di hadapan lelaki ajnabi (bukan mahram, bukan suami) sebagaimana hadits di atas. Pasalnya, memakai wewangian akan menambah daya goda wanita menjadi jauh lebih dahsyat. Imam Muhammad al Mabarkafuri dalam Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan, “Wanita yang memakai minyak wangi -dihadapan lelaki ajnabi- disebut pezina karena wewangian dapat menyulut gejolak syahwat para lelaki, menarik perhatian dan pandangan mereka. Sedang yang terpancing melihatnya, maka dia telah berzina mata. Wanita itu menyebabkan terjadinya zina dan karenanyalah dia berdosa.” (VII/95).
Namun, apabila persoalan ini kita masukkan dalam frame pernikahan, frame suami dan isteri, hasilnya akan 180 derajat berbeda. Bingkai ini memang luarbiasa. Ada sekian banyak hal terlarang dalam agama, dosa besar dan bahkan bisa menyebabkan vonis mati terkait hubungan pria-wanita, bisa berubah menjadi sesuatu yang dianjurkan bahkan berpahala. Luar biasa bukan?
Salah satu contohnya berhubungan intim. Sama-sama nikmat, tapi yang satu dilaknat yang satu mendapat rahmat. Saat sahahabat keheranan, apakah melakukan hubungan intim dengan isteri berpahala? Pertanyaan ini dapat dimengerti karena biasanya pahala itu didapatkan dari sesuatu yang ada kaitanya dengan pengabdian kepada Allah atau pengorbanan harta dan jasa. Jarang-jarang ada amal yang sedemikian nikmat tapi juga berpahala. Rasulullah menjawab, bukankah jika dilakukan dengan pasangan yang tidak sah hasilnya dosa? Demikian pula jika dilakukan dengan pasangan sah, hasilnya adalah pahala.
Meski bukan bermaksud mengqiyaskan, tapi memakai minyak wangi juga demikian. Memanjakan hidung para lelaki dengan wewangian dan kecantikan hukumnya haram. Tapi menanjakan suami dengan keharuman hukumnya bukan cuma halal, tapi berpahala jika suami suka karenanya .
Apa yang disampaikan Imam Muhammad al Mabarkafuri tersebut memang benar dan terbukti secara ilmiyah. The Smell and Taste Treatment and Research Foundation, sebuah lembaga di Amerika yang meneliti tentang berbagai wewangian menyatakan bahwa sebagian besar pria akan mencari sumber wangi yang dihirupnya. Bahkan ada jenis wewangian tertentu yang sifatnya afrodisiak (perangsang) alami. Dengannya, wanita akan menjadi terkesan lebih sensual.
Sebenarnya tak usah susah-susah meneliti pun, semua orang juga faham bahwa secara naluri, wewangian memang akan menambah daya tarik wanita, bahkan juga pria. Bukankah kosmetik alias dandanan adalah perpaduan dari unsur rupa, raba dan aroma? Jika ketiganya padu, wanita akan semakin memesona. Sesempurna apapun dandanan wajah bisa runtuh jika setelah mendekat bau yang menyebar tidak sedap.
Tidak salahkan jika isteri mencoba menjadi sosok yang keharuman baunya menjadikan suami selalu berusaha memburunya?
Berdandan dan menggunakan wewangian akan menambah keromantisan dan kebahagiaan. Karenanya, jangan sampai di kamar anda tidak terdapat satupun botol wewangian. Pilih dan belilah wewangian yang menurut anda cocok dan cobalah minta pendapat suami mengenai parfum pilihan anda agar anda dan suami cocok baunya. Jangan sampai menurut anda baunya enak, tapi suami menganggap baunya bikin eneg. Ajak juga suami untuk melakukan hal sama agar seimbang.
Tapi bagaimana jika anda alergi pada parfum? Jawabnya, air adalah parfum anda. Artinya dengan senantiasa menjaga kebersihan diri dan menghilangkan bau, hal itu bisa memberi efek yang kurang lebih sama dengan parfum. Seperti salah satu nasihat Umamah binti al harits pada putrinya yang akan menikah; dan jangan sampai hidungnya membaui bau yang tidak sedap dari tubuhmu, dan ketahuilah putriku, air adalah parfum terbaik yang hilang.” (al Masuliyah fil Islam, DR. Abdullah Qadiri al Ahdal).
Meski berpahala, tapi perlu diingat pula bahwa memakai parfum secara berlebihan juga tidak bagus. Pakailah dalam momen-momen yang memang pas. Perlu diingat juga, pakailah parfum hanya ketika anda mengenakan baju tidur atau baju rumahan, bukan baju yang biasa dipakai keluar. Fungsinya agar jangan sampai baunya masih menempel sedang anda tidak menyadarinya atau terburu-buru memakainya. Dan, jangan berlebihan. Memakai parfum secara berlebihan tidak baik karena kandungan zat kimia sintetis dalam parfum dapat mengganggu kesehatan. Menurut chemistry.org, salah satu situs ilmu kimia, rata-rata parfum menggunakan campuran sintetis yang termasuk kategori racun. Parfum asli yang berbahan dasar tumbuhan lebih sedikit kandungannya, tapi mahal harganya, mencapai ratusan ribu per-botol.
Nah, para isteri yang shalihah, hadits Rasulullah diatas memang wujudnya adalah ungkapan larangan yang keras. Tapi dari sudut pandang ini, anda bisa melihatnya sebagai sebuah nasihat dan tips yang hebat dalam usaha membahagiakan suami, yaitu dengan memanjakan indera penciumannya. Jangan sampai anda seperti ini; pagi hari baunya bukan kasturi tapi khas turu (bau khas orang tidur), siang hari bau keringat, dan malam hari bau bumbu masak yang masih membekas di tangan dan baju. Wah, kasihan suami anda kalau begini. Sayangilah ia seutuhnya, termasuk hidungnya. Wallahua’lam.
LOGIKA PENYEMBAH SETAN
Setelah diusir dari jannah karena enggan memberi hormat pada Adam, Iblis berjanji akan menyesatkan manusia dengan cara apapun. Dendam kesumat ini membara hingga kiamat. Berbagai siasat telah diterapkan dengan hasil yang bervariasi. Orang-orang yang “mukhlas” terjaga, sedang yang lain terjebak dengan tingkat keparahan berbeda-beda. Hasil paling memuaskan yang dicapai dari program penyesatan ini sepertinya ada pada fenomena yang hari ini begitu marak terjadi berupa penyembahan terhadap setan. Dulu, Iblis diusir karena enggan disuruh sujud kepada manusia, tapi kini justru makhluk dari tanah inilah yang bersimpuh menyembahnya. Ada yang yang membentuk sekte dan benar-benar melakukan ritual sujud dan pengorbanan sampai yang hanya mengangungkan secara samar lewat musik dan simbol-simbol setan.
Salah satu alasan mengapa mereka mengagungkan Iblis adalah karena dalam persepsi mereka Iblis lebih mulia dari para malaikat yang bersujud. Iblis lebih monotheis dan taat tuhan karena hanya bersujud pada-Nya dan enggan pada selain-Nya. Benarkah apa yang mereka persepsikan ini?
Imam Asy Syahrastani, seorang ulama ahli perbandingan agama dalam bukunya al Milal wa an Nihal I/15 memberikan sanggahan yang sangat apik. Dijelaskan, bohong kalau dikatakan keengganan Iblis untuk tunduk adalah karena ketaatannya pada Alloh dan kekuatan tauhidnya. Yang benar, Iblis enggan sujud murni karena keangkuhan dirinya. Jelas diungkapkan dalam ayat, komplain Iblis atas perintah Alloh bukan karena faktor sujudnya, tapi soal asal usul penciptaannya. Logika iblis menyatakan unsur ciptaannya lebih mulia daripada Adam hingga dia menolak untuk sujud.
Imam Asy Syahrastani menukil dari salah satu buku Tafsir Injil, sebuah dialog antara Iblis dan Malaikat. Iblis mempertanyakan kebijaksanaan Allah tentang pengusirannya. Mengapa dia dilaknat karena tidak mau sujud kepada Adam gara-gara hanya ingin berserah diri kepada Alloh saja? Lalu dikatakan bahwa Allah menjawab melalui malaikat, “ Engkau berdusta dan tidak tulus saat mengatakan kau berserah diri pada-Ku. Kalau kau jujur bahwa Aku adalah Rabb sekalian alam, kau tidak akan menyanggah-Ku dengan “Mengapa?” bukankah tidak ada ilah selain-Ku dan Aku tidak akan ditanya atas apa yang aku lakukan, sedang makhluklah yang akan ditanya?.
Lebih dari itu, Imam al Baghawi menjelsakan dalam tafsirnya (I/85, versi Syamilah), sujud yang dimaksud saat itu adalah sujud ta’zhim, bukan ibadah. Tapi juga menjadi bukti ketaatan kepada Allah. Ini seperti sujudnya saudara Yusuf pada Yusuf (QS. Yusuf; 100). Bentuknya adalah inhina’ (membungkuk) yang setelah Islam datang hal itu dilarang.
Imam asy Syahrastani melanjutkan, pola penentangan Iblis akhirnya diwariskan kepada manusia dengan pola berpikir yang sama. Perhatikanlah dua ayat ini, Allah berfirman:
”Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu”. Menjawab iblis:”Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. 7:12). Dan,
“Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka:”Mengapa Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul.” (QS. 17:94)
Alasan para penyembah setan yang selanjutnya adalah Iblis mereka anggap sebagai penyeimbang alam. Di dunia ada kebajikan ada keburukan. Keduanya seimbang dan memang harus ada. Dua-duanya memperjuangkan kemenangan dan mereka berada di pihak kegelapan untuk membantu menjaga keseimbangan alam.
Omong kosong. Ini sebenarnya hanyalah alasan untuk memberontak dari ketaatan pada agama. Memangnya kenapa kalau seandainya di dunia ini orangnya jadi baik semua? Mereka hanya ingin mencari pembenaran atas segala tindakan busuk mereka; kriminal, kejahatan seksual, mabuk-mabukan dan sebagainya. Bagi mereka agama hanya mengekang kebebasan dan nafsu. Dan pada akhirnya, kebanyakan para pemuja setan menjadi atheis alias tidak mengakui keberadaan Allah. Meskipun, konsekuensinya mereka juga tidak mengakui keberadaan Iblis dan menuhankan diri sendiri. Namun begitu, setan tidak rugi karena toh pada akhirnya,mereka akan tetap bertemu di ujung jalan, neraka jahanam.
Allah berfirman,
“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat:”Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab:”Maha Suci Engkau.Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS. Saba’:40-41)
“Katakanlah, ‘Maukah aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik ) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, diantara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi (dan orang yang) menyembah Taghut (setan)”. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah:60)
Iblis dan Setan hanyalah makhluk Allah yang membangkang dan senang mengajak yang lain agar mengikuti jejaknya. Mereka memang mengisi salah satu sisi kehidupan berupa keburukan. Tapi, Allah tidak meridhai hal itu dan tidak ridha kita ikutan-ikutan mengisi sisi kehidupan yang mereka tempati.
Itulah syubhat dan keraguan yang disebar setan sebagai hama yang merusak pohon keimanan kita. Masih ada segudang syubhat dan muslihat pikiran lain yang dimiliki. Karenanya, jangan kaget jika dalam beberapa kesempatan, kita sering dibisiki keraguan tentang persoalan iman yang membuat hati kita bertanya-tanya bahkan membuat hati menjadi galau. Tapi tak perlu khawatir. Hal seperti itu juga dialami bahkan oleh shahabat nabi. Jika saat keraguan itu muncul lalu hati kita menjadi khawatir dan takut untuk mengucapkannya apatah lagi meyakininya, itu justru tandanya iman masih ada di hati kita.
عَنْ أَبُو هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّه عَنْهُ ( قَالَ : جَاءَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَاب النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلُوهُ : إِنَّا نَجِد فِي أَنْفُسنَا مَا يَتَعَاظَم أَحَدُنَا أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ . قَالَ : وَقَدْ وَجَدْتُمُوهُ ؟ قَالُوا : نَعَمْ قَالَ : ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ
Dari Abu Hurairah berkata, “ Ada beberapa orang shahabat Nabi bertanya, “ Kadangkala kami mendapati sesuatu dalam pikiran kami yang kami merasa berat bahkan untuk sekadar membicarakannya.” Nabi bersabda, “ Kalian merasa begitu?” Mereka menjawab, “ Iya.” Rasululalh bersabda, “ Itulah iman yang jelas.” (HR. Muslim).
Yang perlu kita lakukan adalah berusaha menyadari bahwa itu dari setan, menepis dengan ilmu yang dimiliki, mencari nasihat ulama, dan senantiasa mengucapkan “amantu billah” (aku beriman kepada Allah)dan menguatkan keyakinan serta berserah diri kepada Allah. Minimal, kita harus menjaga agar keraguan itu tetap menjadi keraguan dalam hati dan tidak sampai menjadi keyakinan.
Ya Allah, sesungguhnya jiwa dan raga kami ada dalam kekuasaan-Mu. Kami berserah diri kepada-Mu atas segala yang mengganggu iman kami agar Engkau hilangkan dan engkau gantikan dengan keyakinan yang lebih kuat. Hanya kepada-Mu kami memohon perlindungan. Amin.
KEJUTAN TAK TERLUPAKAN
Setiap pelajaran agama Islam, Pak Abas selalu memintaku ke luar kelas. Aku memang satu-satunya non muslim di kelas. Bukan karena pak Abas benci, tapi itu justru karena Beliau tidak ingin ada kesalahpahaman. Biasanya aku ke perpustakaan atau kantin. Sebenarnya, aku ingin berada di ruang kelas mendiskusikan agama bersama beliau.
Seperti hari-hari yang sebelumnya, hari ini ada pelajaran agama Islam. Kebetulan aku lagi suntuk sekali karena di rumah bapak dan ibu bertengkar lagi. Aku punya inisiatif untuk mengikuti pelajaran agama kali ini.
“Pak, untuk pelajaran kali ini, ijinkan saya tetap tinggal di kelas ya pak. Saya sedang malas ke luar kelas.” kataku
“Lho, ini kan pelajaran agama Islam. Apa kamu nanti tidak terbebani waktu saya menerangkan ke teman-temanmu? Apa kamu tidak merasa terganggu?” kata pak Abas dengan bijaknya.
“Tidak pak. Saya akan tenang dan tidak mengganggu yang lain.” kataku dengan gembira karena diijinkan tetap tinggal di kelas.
“ Ya sudah kalau begitu, silakan duduk. Kalau nanti kamu merasa kurang nyaman, kamu boleh ke luar kelas.” kata pak Abas
Akhirnya, akupun tetap di kelas ikut mendengarkan pelajaran agama Islam untuk yang pertama kalinya. Aku merasakan sesuatu yang lain dengan pelajaran ini. Ketika itu pak guru menerangkan tentang perjuangan Nabi Muhammad menghadapi orang-orang Quraisy. Aku betul-betul tertarik dengan cerita Nabi Muhammad.
Hari-hari berikutnya setiap pelajaran agama aku selalu ikut mendengarkan. Aku seperti mendapatkan ketenangan batin setiap pelajaran usai. Apa ini karena ketenangan ini tidak kudapatkan dirumah? Entahlah. Bapak dan ibu selalu saja bertengkar gara-gara masalah sepele. Betul-betul kontras dengan kehidupan Nabi Muhammad dan Siti Khadijah yang penuh keharmonisan. Tanpa sadar aku mulai tertarik dengan agama ini.
Selepas SMP aku pun masuk SMEA. Kebetulan juga di kelasku aku satu-satunya nonmuslim. Teman-teman memahami posisiku yang berbeda tetapi mereka tetap tidak membedakan. Di sekolah ini pun kuputuskan untuk tetap mengikuti semua pelajaran termasuk agama. Kebetulan guru agamanya perempuan, bu Wid. Bu Wid orang yang sabar dan pengertian, dari sinilah rasa simpatiku terhadap agama ini semakin kuat.
Kelas III SMEA merupakan tonggak perubahanku. Setelah sekian lama aku berkutat dengan rasa ingin tahu yang lebih dengan agama ini. Hingga suatu ketika kuutarakan kegalauanku kepada bu Wid.
Akhirnya kuungkapkan semua kegalauan yang selama ini kualami. Kuceritakan semuanya tanpa terkecuali. Keluargaku yang kurang harmonis hingga keresahan hati yang selalu mendera perasaanku. Setiap hari Minggu aku juga mendapatkan wejangan tapi bukan ketenangan yang kudapat.
Aku merasakan ketenangan setiap mengikuti pelajaran agama Islam. Kekeringan yang selama ini kurasakan seperti terobati. Apa arti semua ini? Bu Wid menjelaskan bahwa itu adalah hidayah. “Cobalah Kamu bicarakan dulu dengan orang tuamu. Ikutilah kata hatimu. Apa yang menurut hatimu baik, ikutilah.” kata bu Wid menyarankan.
Sesampai di rumah aku langsung menemui ibu. Kuutarakan apa yang tadi aku diskusikan dengan bu Wid. Sengaja aku bicara dengan Ibu terdahulu karena kutahu kelembutannya. Ibu sosok yang mudah mengerti perasaanku. Awalnya ibu menolak keinginanku. Dia takut kalau bapak akan marah. Setelah kujelaskan semua, ibu pun mau menerima dan mengerti keputusanku.
“Kamu sudah besar, Nduk. Kamu yang menentukan pilihanmu.” kata ibu dengan berlinang air matanya. “ Tentang bapak, nanti biar ibu yang mengurus.” lanjutnya.
Akhirnya aku memantapkan hati untuk memeluk Islam. Dengan disaksikan teman-teman kuikrarkan dua kalimah syahadah. Kalimat yang selama ini memanggil-manggil relung hatiku. Kurasakan kedamaian yang sebelumnya tak kurasakan. Hari ini aku resmi menjadi muslimah.
Ujian kelas III pun di ambang pintu. Aku harus lebih berkonsentrasi dalam menghadapi ujian. Aku harus mendapatkan hasil yang terbaik Ingin kubuktikan pada orang tuaku bahwa dengan agamaku yang sekarang aku bisa menjadi lebih baik lagi.
Alhamdulillah, ujian pun berakhir. Aku tinggal menunggu pengumuman. Waktu yang banyak luang sering kugunakan diskusi dengan ibu soal agama. Ibu tidak membantah tapi juga belum menerima. Sementara adik-adikku cenderung mengikuti jejakku. Alhamdulillah, aku lulus dengan nilai tertinggi dan mendapat kesempatan untuk PMDK di Unnes.
Akhirnya, akupun kuliah di unnes. Aku kost di sebuah kost yang Islami. Disinilah kesempurnaanku berawal. Teman-teman satu kos kebetulan berjilbab semua, di kos inilah jilbab mulai kukenakan. Serasa diri ini telah menjadi muslimah seutuhnya.
Hingga pada suatu hari, pak pos datang membawa surat dari ibu. Berpanjang lebar ibu menceritakan kegelisahannya selama kutinggalkan kuliah. Ibu menceritakan pertemuannya yang tidak sengaja dengan bu Wid, guru agamaku. Pertemuan itu membuatnya mantap ibu menyatakan berhijrah mengikutiku. Aku meneteskan air mata bahagia karena ibu telah menjadi muslimah. Ibu juga menceritakan bagaimana teman-teman lamanya datang untuk mengajak kembali. Ibu sudah mantap dan menyatakan yakin dengan pilihannya. Ibu juga bercerita kalau bapak tetap belum bisa meninggalkan agama lamanya. Aku hanya berharap suatu saat bapak pun akan mendapatkan pencerahan seperti ibu.
Liburan pun tiba. Ibu bilang bapak yang akan menjemput, naik motor. Dua jam perjalanan, kami masuk Boyolali. Sayup-sayup kudengar adzan Dzuhur berkumandang. Dari jauh kulihat sebuah masjid. Sampai depan masjid, bapak membelokkan motor ke halaman masjid. Aku kaget.
“ Lho, Pak. Kenapa berhenti?” kataku dengan penasaran.
“Nduk, kita shalat dulu ya!” kata bapak dengan suara gemetar.
“Masya Alloh. Subhanallah. Kenikmatan apalagi yang Kau berikan pada hamba-Mu.” aku terduduk dan terpekur tanpa bisa berbicara. Aku hanya takjub dengan rencana-Nya. Maha Suci Engkau ya Alloh yang memberi petunjuk kepada siapapun yang Engkau kehendaki.
ITSAR,AKHLAK YANG MULAI PUDAR
Istilah Itsar dalam keseharian mungkin sudah tidak asing lagi, tapi-untuk mengamalkannya tidak semua orang dapat melakukannya kecuali hamba Alloh yang ikhlash. Itsar adalah akhlaq mulia yang sudah jarang kita temui, apalagi di zaman modern, masa di mana orang lebih mementingkan kehidupan dunia yang fana daripada kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Padahal akhlaq ini telah menjadi kebiasaan salafus shalih. Sudah seharusnya kita menjadikan mereka sebagai teladan hidup. Sungguh ironis, jika sifat mulia ini mulai terkikis dari diri kaum muslimin, seolah-olah sifat ini merupakan hal yang baru. Akankah sikap ini kembali menjadi melekat dikalangan kaum muslimin kembali?
Imam Qurtubi menuturkan bahwa itsar adalah mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri dan masalah duniawi, sehingga sifat ini merupakan akhlak terpuji. Meskipun demikian, itsar tidak boleh diterapkan dalam hal akhirat dan ibadah.
Dalam kitab Madarijus Salikin, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan al-Itsar adalah lawan daripada kikir. sesungguhnya orang yang mengutamakan orang lain, akan meninggalkan apa yang ia butuhkan untuk dirinya. Yang demikian itu merupakan posisi kedermawanan, kemurahan dan perbuatan baik dan disebut dengan kedudukan itsar karena merupakan tingkatan yang paling tinggi. Hal ini tidak bisa dicapai kecuali dengan keyakinan yang kuat, kecintaan yang mendalam dan sabar atas kesusahan yang menimpanya.
Tingkatan Itsar
Itsar memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan pertama, mengutamakan orang lain di atas kepentingan pribadi. Misalnya, anda memberi makan mereka sedang anda lapar, memberi minum mereka sedang anda kehausan. Hal ini sangat dianjurkan oleh Islam, selama tidak melanggar perintah-Nya maupun menerobos larangan-Nya. Sebab, tidak setiap saat orang harus itsar. Jika ternyata membuat pikiran dan hati sibuk dan melupakan Alloh, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pribadi yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Maka, itsar tidak diperlukan.
Tingkatan yang kedua, mendahulukan keridhaan Alloh di atas kehendak pribadi dan orang lain. Sehingga muncul tekad kuat untuk melaksanakan perbuatan yang mendatangkan keridhaan Alloh, walaupun orang-orang membencinya. Itsar tingkat ini telah dicontohkan dengan sempurna oleh para nabi, para rasul dan ulul ‘Azmi, para rasul pilihan dari kalangan nabi dan rasul.
Contoh paling ideal adalah nabi kita Muhammad SAW. Beliau membeli keridhaan Alloh daripada simpati manusia dengan cara mendakwahkan Islam pada saat semua orang tengah musyrik. Meski banyak orang membeci, beliau tetap teguh pendirian untuk menyampaikan risalah Alloh hingga kalimat Alloh tinggi dan agamanya menang atas agama yang lain.
Imam Syafi’i berkata, “keridhaan seluruh manusia merupakan suatu hal yang tidak mungkin dapat diwujudkan. Oleh karena itu engkau harus berpegang teguh pada hal-hal yang bisa memperbaiki dirimu. Sebagaimana diketahui bahwa tidak ada yang dapat memperbaiki jiwa kecuali dengan mendahulukan ridha Alloh atas ridha manusia.”
Tingkatan yang ketiga, mendahulukan apa yang Alloh cintai atas selera pribadi. Itsar pada tingkatan ini mengubah persepi dan tolak ukur seeorang dalam menilai sesuatu. Apa yang ia sukai adalah hal-hal yang Alloh sukai yang dikhabarkan lewat al-quran dan sunnah. Begitu pula kala ia membenci. Rasa suka dan benci ia atur gerak-geriknya sesuai ketentuan Alloh. Seolah-olah menyerahkan pengukuran prioritas kepada Alloh, karena pada hakikatnya dialah pengutama yang sebenarnya.
Teladan Istimewa
Para sahabat adalah orang-orang yang patut diteladani dalam bersikap itsar mereka benar-benar suatu generasi unggulan yang pantas mendapat julukan dengan sebaik-baik generasi hingga karena sifat mereka Alloh benar-benar memuji sifat mereka yang sangat jarang kita temukan pada zaman kita sekarang ini Alloh berfirman dalam memuji mereka:
“Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Alloh memuji kaum Ansar, dimana mereka telah mendahulukan orang lain yang membutuhkan atas diri mereka sendiri, mempersilahkan orang lain sebelum diri mereka sendiri meskipun mereka sangat membutuhkan hal tersebut.
Dari Abu Hurairah dia bercerita, bahwa ada seorang yang datang kepada Nabi SAW seraya mengatakan: “Sesungguhnya aku sangat lelah dan lapar” kemudian beliau menemuisalah satu istrinya. Ternyata istrinya berkata, “Demi Alloh yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak mempunyai apa-apa kecuali air saja”. Kemudian beliau mengutus seseorang kepada istrinya yang lain maka istrinya tersebut mengatakan hal yang sama. Hingga akhirnya semua istrinya mengtakan hal yang sama . kemudian Nabi SAW bersabda: “Siapakah yang sanggup menjamu orang ini pada malam ini? Kemudian salah seorang dari kalangan Ansar mengatakan: “Aku wahai Rasulullah” kemudian orang tersebut bersama sahabat tersebut. Selanjutnya ia berkata kepada istrinya, “Muliakanlah tamu Rasulullah ini”. Lalu sahabat tersebut berkata kepada istinya: “Apakah kamu mempunyai sedikit makanan? Istrinya mejawab: “Tidak kecuali makanan untuk anak-anakku. “ Dia berkata sibukkanlah mereka dengan sesuatu, dan jika mereka ingin makan maka tidurkanlah mereka. Dan jika tamu kita masuk, matikanlah pelita itu dan perlihatkanlah kepadanya bahwa kita seolah-olah ikut makan. Kemudian merekapun duduk dan tamu itupun makan, sedang suami istri tersebut tetep kelaparan sepanjang malam. Dan ketika pagi hari tiba, mereka betemu Nabi, maka beliau bersabda: “Sesungguhnya Alloh kagum dengan apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian tadi malam. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Katsir dalam mengomentari ayat tersebut mengatakan bahwa Alloh memuji kaum Ansar serta mejelaskan kemuliaan, keagungan, kesucian diri mereka dari rasa iri, serta tindakan mereka mendahulukan orang lain atas diri mereka sendiri padahal mereka lebih membutuhkannya. Karena kemuliaan dan keagungan jiwa mereka, mereka mencintai kaum Muhajirin dan memberkan bantuan untuk mereka.
Keteladanan dalam Itsar
Ibnu Umar berkata: salah seorang dari sahabat Nabi diberi hadiah berupa kepala kambing maka sahabat tersebut berkata: “Sesunguhnya saudaraku fulan lebih membutuhkan daging ini daripada diriku, kemudian ia memberikan daging tersebut kepada sahabatnya, ternyata sahabat tersebut juga memberikan daging yang ia dapatkan kepada sahabat yang lain hal ini berlangsung hingga kepala kambing tersebut berputar sampai tujuh rumah sahabat hingga daging tersebut kembali kepada sahabat yang pertama mendapatkan daging itu untuk yang pertama kali.
Dikisahkan bahwa telah berkumpul lebih dari pada tiga puluh orang yang mereka semua itu berada di satu tempat yaitu di sebuah desa dekat Ar-Ray (daerah Iran). Mereka hanya mempunyai beberapa potong roti yang tidak akan cukup untuk mengenyakan mereka semua. Lalu untuk memakannya mereka memecahkan roti tersebut dan memadamkan lampu, kemudian mereka duduk berkeliling untuk memakan roti tersebut.
Kemudian tatkala makanan itu di angkat dan lampu di nyalakan ternyata roti tersebut masih dalam keadaan semula tidak berkurang sedikitpun, karena mereka satu sama lain saling mengutamakan saudaranya sehingga mereka berfikiran agar saudaranya saja yang memakan roti tersebut biarlah ia tetap lapar yang penting saudaranya kenyang.
Ketika peperangan Yarmuk kaum muslimin mendapat kemenangan yang cukup gemilang pada peperangan tersebut diantara kaum muslimin ada yang mengalami luka dan cedera tersebutlah tiga orang mujahidin yaitu: Al-Haris bin Hisyam, ‘Ayyas bin Abi Rabi’ah dan Ikrimah bin Abi Jahal. Ketika mereka mengalami masa-masa kritis dan membutuhkan pertolongan justru pada saat itulah mereka melakukan perbuatan yang sungguh luar biasa mereka berbuat itsar dengan menakjubkan yang sulit kita dapatkan pada jaman sekarang ini, hal ini sebagaimana diceritakan sendiri oleh Hudzaifah Al-‘Adawi ia menceritakan, ”Pada saat itu aku membawa air yang sedikit yang akan aku berikan kepada Al-Haris yang pada saat itu ia tengah berteriak meminta air karena ia tengah sangat kehausan ketika air sudah dihadapannya dan ia bersiap untuk meminumnya tiba-tiba ia mendengar orang lain juga berteriak kehausan yaitu sahabatnya Ikrimah ketika itu pula ia mengisyaratkan untuk memberikan air tersebut untuk Ikrimah, ketika air sudah dihadapan Ikrimah dan ia sudah bersiap untuk meminumnya ketika itu pula ia mendengar sahabat lain yaitu ‘Ayyas memita air maka Ikrimahpun mengisyaratkan untuk memberikan air tersebut kepadanya, ketika air tersebut dibawa kehadapan ‘Ayyas ternyata ia sudah meninggal terlebih dahulu tanpa sempat meminum air tersebut, ketika air tersebut dibawa kembali kepada dua orang sahabat yang meminta air tadi ternyata ajal juga telah menjemput mereka akhirnya para sahabat tersebut meninggal dunia tanpa salah seorang pun diantara mereka yang meminum air tesebut.
Sungguh luar biasa sikap para sahabat rasulullah saw dalam melakukan itsar diantara mereka, tapi- hari ini sulit kita dapati di zaman modern, zaman yang penuh dengan fitnah, baik fitnah syubhat dan fitnah syahwat yang benar-benar menggoda hamba-Nya yang beriman. Lalu bagaimana dengan kita, di mana tingkatan itsar kepada saudara kita. Semoga ini menjadi motivasi untuk kita semua dalam melalukan itsar terhadap saudara kita, Amiin.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar