John Paul; Miliarder Mantan Gangster
Seperti produk pewarna rambut bikinannya, hidup John Paul DeJoria sungguh berwarna. Ia melewatkan masa kecil yang tidak bahagia, masa remaja yang penuh liku. Tapi, kini, di usia 65 tahun, John Paul menjadi miliarder.
John Paul lahir di Los Angeles, 13 April 1944 dari pasangan imigran Italia dan Yunani yang sama-sama mencari nafkah di Amerika Serikat. Sayangnya, ketika John Paul berusia dua tahun, kedua orang tuanya bercerai. Untuk menyambung hidup, sedari kecil John dan abangnya bekerja sebagai loper koran. Mereka bangun pukul 3.00 pagi untuk melipat koran dan mengantarkannya dari rumah ke rumah. Bila libur Natal tiba, mereka menambah pendapatan dengan menjual kartu natal. “Nanti uang tambahan akan kami gunakan untuk merayakan Natal,” kenang John Paul.
Saat ABG, dasar bandel, John Paul sempat menjadi anggota gangster di timur LA. Ia baru kapok saat guru matematikanya di John Marshall High School mengomelinya. “Kamu mau jadi apa kalau jadi anak geng? Kamu tidak akan pernah sukses kalau hanya begini,” hardik sang guru, seperti ditirukan John Paul. Perlahan, ia melepaskan diri dari komunitas gangster yang gemar berpakaian hitam pekat, berambut gondrong, dan memakai aksesoris logam. Meski belum lulus sekolah, ia didorong gurunya untuk ikut program pembinaan AL.
Begitu lulus SMA pada 1962, ia ingin meneruskan menjadi AL, dengan harapan bisa menjadi dokter gigi untuk angkatan perang AS. Namun, nasib berbicara lain. Ia justru menikahi seorang gadis, tapi bercerai beberapa tahun kemudian. Jadilah, John Paul menjadi orang tua tunggal. Untuk menghidupi anak semata wayangnya, ia bekerja serabutan, mulai dari pekeja bengkel, cleaning service, menjual buku, menjual mesin fotokopi, sampai menjadi agen asuransi. “Saat usia saya masih dua puluhan, saya terlalu bangga untuk hidup mandiri. Saya tunawisma tapi punya lebih dari satu pekerjaan, dalam satu waktu,” kata John Paul, seperti dikutip Forbes.
Pernah suatu ketika, ia dipecat jadi pekerjaannya. John Paul lalu mengumpulkan kaleng Coca Cola dari tong-tong sampah dan menjualnya di pengepul demi sejumlah uang untuk membeli kentang, sereal, makaroni, keju, dan sop kalengan. “Seberapa sulitnya hidup ini, saya tak mau menyerah,” tegasnya.
Standar hidup John Paul membaik ketika diterima menjadi tenaga pemasaran majalah Time. Cuma butuh waktu sebentar sebelum ia menjadi manajer sirkulasi Time untuk wilayah Los Angeles. Pada 1971, hidup John Paul makin cerah ketika ia diterima bekerja di Redken Laboratories, perusahaan produk salon ternama di AS. Mantan tunawisma itu pun akhirnya menerima gaji US$650 per bulan.
Tapi, ia kemudian dipecat dari Redken karena dianggap membangkang atas strategi yang telah digariskan perusahaan. Hingga kemudian John Paul DeJoria bertemu Paul Mitchell, salah satu penata rambut paling ngetop di Negeri Paman Sam. Singkat cerita, pada 1980, mereka berdua merintis pendirian sebuah perusahaan bernama John Paul Mitchell Systems, yang semula hanya memproduksi sampo dan produk perawatan rambut lainnya. Mereka mendanai perusahaan dengan pinjaman bank senilai US$750. Sebagai pembeda dengan kompetitor, mereka tak memajang warna pink di kemasan produk, melainkan warna hitam.
Ternyata, menjual produk bikinan sendiri tak semudah membalikkan telapak tangan. Di bulan-bulan awal, salon-salon yang selama ini menerima kehadiran John Paul DeJoria dan Paul Mitchell dengan tangan terbuka, justru menutup pintu untuk produk baru besutan mereka. “Kami menjual produk door to door. Tanpa lelah dan tanpa malu. Kami menyadari bahwa penolakan adalah bagian dari sebuah proses bisnis,” ucapnya. John Paul pun menitipkan produknya ke salon, tanpa mereka harus membayar sepeser pun. Batas kartu kredit John Paul pun jebol. Dan ia menjual rumah dan segala isinya demi bisnis. “Selama beberapa waktu, kami tidur di mobil,” kenang dia.
Biar mengesankan John Paul Mitchell Systems memiliki kantor, mereka berdua menyewa sebuah kotak pos yang diisi mesin penjawab telepon. Tak patah akal, mereka meminta seorang kawan perempuan yang memiliki aksen British medhok untuk menjawab telepon. Tentu saja, suara si perempuan hanya direkam. “Di rekaman itu, saya minta dia untuk ngomong ‘Anda menghubungi kantor John Paul Mitchell Systems, dan silakan tinggalkan pesan karena mister John Paul DeJoria dan Paul Mitchell sedang ke luar kantor’. Kami memang sedang keluar kantor, karena sedang menjual barang door to door,” kata John Paul, tergelak.
Oleh karena perkembangan bisnis begitu lamban, John Paul lalu mengubah strategi penjualan yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. John Paul melakukan demo produk di salon tujuan secara gratis dan memberi produk secara cuma-cuma kepada puluhan salon di seantero negeri. Kalau produk tak laku dijual atau tak dipakai, mereka boleh mengembalikan produk ke perusahaan. Begitu nekat!
“Saya selalu bilang bahwa ada perbedaan antara orang yang sukses dan orang yang tidak sukses. Orang sukses melakukan banyak hal, yang kadang kala orang tidak sukses tidak bakal melakukannya. Ibaratnya ada konsumen membanting pintu sepuluh kali di depan muka kita, tapi kita tetap antusias menunggu bantingan pintu ke sebelas,” kata John Paul, tersenyum.
Ketika bisnis sudah berjalan, John Paul menerapkan pengelolaan perusahaan tanpa middle management. Ia adalah tipe orang bekerja dengan tim kecil berisi orang-orang pilihan di level atas, yang kemudian memiliki banyak karyawan di level bawah. Untuk mengikat loyalitas karyawan, John Paul benarbenar memperhatikan karyawan, termasuk menyediakan makan siang dan pesta kejutan bagi yang berulang tahun.
Di sisi lain, setelah menunggu sekian waktu, konsumen pun mengakui kualitas produk besutan duo John Paul dan Paul ini. Kini, John Paul Mitchell Systems memproduksi lebih dari 90 item dan dipakai di 90.000 salon di 46 negara di dunia. Tiap tahun, penjualan produk salon mereka mencapai US$600 juta, berlipat hampir sejuta kali lipat dari investasi yang hanya US$750.
Di kehidupan rumah tangga pun, John Paul akhirnya menemukan kebahagiaan dengan menikahi mantan juru bicara perusahaannya, Eloise. Mereka dikaruniai enam anak dan empat cucu. Menurut catatan Forbes, pria yang bernama lengkap John Paul Jones DeJoria ini memiliki kekayaan hingga US$2,5 miliar. Kini, pria yang masih setia berbaju hitam ini memiliki belasan rumah mewah di Las Vegas, Austin, New York, Beverly Hills, Rhode Island, pegunungan Aspen, Hawaii, dan di pantai Malibu
SOICHIRO HONDA : Raja Jalanan yg Sering Gagal

Saat merintis bisnisnya Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia trus bermimpi dan bermimpi…
Cobalah amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merk kendaran ini menyesaki padatnya lalu lintas, sehingga layak dijuluki “raja jalanan”. Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri “kerajaan” Honda - Soichiro Honda - diliputi kegagalan. Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. “Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda,” tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Kecintaannya kepada mesin, mungkin ‘warisan’ dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang
menjadi motor penggeraknya.
Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang.
Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.
Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.
Kuliah
Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulankemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. “Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya, ” ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda.
Siapa sangka, “sepeda motor” cikal bakal lahirnya mobil Honda itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi “raja” jalanan dunia, termasuk Indonesia. Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya.
“Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya”, tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru.
Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.
5 Resep keberhasilan Honda :
-
Selalulah berambisi dan berjiwa muda.
-
Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki produksi.
-
Senangilah pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja Anda senyaman mungkin.
-
Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
-
Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.
Imelda: Dokter Muda di Pedalaman Papua
Ibu mana yang tidak gundah, ketika anaknya meminta izin untuk hidup dipendalaman hutan Papua, membayangkannya saja, hati saya sudah gentar.!
Akhirnya saya sadar, anak adalah bagian dari kita orang tuanya, tapi setelah dia lahir dan tumbuh menjadi manusia dewasa, anak benar-benar sosok manusia merdeka.! merdeka menentukan nasibnya, merdeka menentukan kebahagiaannya.! akhirnya saya melepas dengan doa dan kerelaan, waktu gadis saya dengan tubuh mungilnya berangkat dengan ransel yang tingginya sepanjang punggungnya sendiri, dengan tujuan kota Wamena, daerah terpencil yang rawan pemberontakan dan perang suku di tanah Papua.!
Mama, aku sudah sampai
Penerbangan dengan pesawat Garuda dengan beberapa kali transit, sekitar 8 jam sampai ke kota Jayapura, dan dilanjutkan dengan pesawat kecil menempuh perjalanan 2 jam untuk sampai di kota Wamena, dari bandara harus ditempuh jalan darat selama 1 jam untuk sampai ketempat aku ditempatkan, sedangkan ketempat aku berdinas ke desa Yabem, harus ditempuh dengan mendaki gunung seharian penuh, untuk sampai diatas sana.
Mam, ada 2 bom meledak dekat tempat tugasku, untung tidak semua bom yang diletakan meledak, kalau tidak, ini jembatan penghubung akan putus.! . Ada 2 orang yang mati tertembak, disini banyak gerombolan, saya bertemu beberapa dari mereka, dan mereka baik-baik saja, karena mereka tau saya seorang dokter. (ini berita sms pertama yang saya terima seminggu sesudah si sulung sampai dikota Wamena)
saya menjawab sms nya, dengan mengatakan : Nak, kamu pakai terus baju doktermu ya, katanya gerombolan di kota Wamena suka menculik orang.! ayoo jangan lepas baju tugasmu, biar mereka tau kamu petugas kesehatan. dan taruh pisau atau senjata lain dibawah bantal, kalau ada yang menyerang, hajar aja, selamatkan dirimu.! (ooh oooh, mamaku kebanyakan nonton film teroris ) ini jawaban sms si sulung yang bikin saya gemes hahaaaaaa.
Karena aku bisa stir, maka dapat kendaraan dinas, berupa ambulance, disini jalanan sepi tapi ya ampun, kadang bingung milih kemana jalannya, lha semua gunung.! sementara ini, tugasku bolak balik kota Wamena dan ke desa tempat tugasku diatas gunung sana, dinginnya brrrrrrr disini suhu hanya 10-12 derajat Celcius aja. sedangkan aku anak Jakarta dengan suhu biasa diatas 30 derajat C huaaaaaaaaaaaa dingin dingin sekali mam.! mana makanan disini adanya hanya ubi dan jagung yg sudah pantas dibuat bibit karena sudah sangat tua, dan keras, sampai pegal rahangku mengunyahnya. tapi ya dimakan aja, lapaaaaaaaaaaar.!
Disini masih sering perang antar suku, kadang aku bingung mereka mudah diprovokasi hanya dengan masalah sepele, maka keadaan sudah jadi perang antar suku yang ada, sebagai dokter aku harus ada dilapangan. asyik sih melihat jajaran lelaki ber koteka saja dengan alat tempurnya berbaris siap beraksi, suatu pemandangan yang tidak akan ada di Jakarta, betul suatu pengalaman ‘indah’ berada disini.
Lihat deh ini rumah penduduk, aku bingung masuknya, lha disini tanah dan hutan gede banget, koq bikin rumah semungil ini ya, bingung aku.! masuk harus merangkak terpaksa aku masuk kedalam untuk memberi pertolongan pada seorang bapak yang kakinya sudah mulai bernanah parah karena luka terbuka yang dibiarkan. dengan bantuan senter yang dipegang temanku, aku mengadakan operasi kecil untuk kaki yang hampir busuk itu. setelah selesai aku obati, pasienku minta berfoto bersama, ini liat aku diapit pasienku hahaaa mereka senang kakinya sekarang sudah tidak terlalu sakit.!
Tapi ampuuuuuuuun mam, seluruh badanku digigiti kutu babi.! hal ini terjadi karena penduduk disini terbiasa membawa babi mereka yang merupakan hartanya, masuk untuk tidur bersama dalam rumahnya, dan mama jangan heran, disini babipun diberi asi menetek pada ibu yang punya bayi.! ternyata kutu babi ini ganas mam, kulit bekas gigitannya membekas hitam, sulit hilang bekasnya.
Aku tidak pernah lagi makan dengan sendok garpu, karena bagaimana memakai alat makan tersebut.? lha makan aja kalau ketemu desa baru bisa beli, dibawa dibungkus, dan makan ditempat mana aku lapar seperti di gunung ini, aku makan diantara bawaan bekal untuk pasienku yang sangat mendambakan kasihsayang dari kita yang hidup di daerah NKRI yang lebih maju.
ini rumah yang disebut Pusat Kesehatan Desa, pasien antri dengan seorang tenaga dokter saja, dan melihat perut buncit anak-anak disini, membuat hati ini miris mam.! soal mengurus diri saja mereka tidak mampu dan pengetahuan mereka untuk menjaga kesehatan sangat rendah, hal ini benar-benar butuh perhatian, bukan gembar gembor politik yang mereka butuhkan, tapi mereka butuh obat cacing yang banyaaaaaaaaaaaaaak.!
aku bariskan anak-anak untuk disaksikan menelan obat cacing yang aku bagikan, dan bagi yang sudah dapat terlebih dulu, mereka dengan bangga akan melapor berapa puluh cacing besar yang keluar dari anus mereka, hahaaaa, disini obat cacing harus obat yang mengeluarkan cacing utuh dari perut, baru dipercaya itu obat manjur.! mama bia muntah liat mereka menghitung cacing dari tai mereka sendiri, kerena mereka bangga sudah berhasil mengeluarkannya.
disini kalau mama datang jangan lihat harga sembako, bisa vertigomu kumat hehehehe, bayangkan, harga 10 kg beras kwalitas sedang Rp. 700.000,- bensin untuk mobil dokter Rp. 150.000,- per 5 liter.!, belum lagi barang lain, harganya 10 x harga di Jakarta. nah sama ‘kan dengan Eropa, USA.? tapi kenapa ya kehidupan masyarakatnya beda banget, kita ketinggalan dalam segala hal. padahal negara kita sangat indah, subur dan kaya hasil tambangnya.
Alam yang indah dan keramahan penduduknya dan rasa dibutuhkan, aku dibantu pemandu untuk naik kegunung, membuat aku bahagia ada disini, dan lihatlah keindahan alam yang masih bersih dan siap digarap dengan tangan bijaksana dan profesional. walaupun lelah memanggul ransel dan bawa obat-obatan dengan pendakian yang terjal dari gunung batu karang, tapi hati senang .!
aku harap semakin banyak dokter muda yang bersedia datang kesini, dan bersedia melupakan nyamannya praktek diruang ber AC, dan berdandan rapi berbaju bersih, karena disini sangat butuh tenaga dokter, rakyat disini sangat butuh kasihsayang dari kita yang sudah lebih maju.
Mereka yang memang jauh dari pusat pemerintahan, maka jika tidak ada kami yang bersedia mendatangi mereka, siapa lagi..? semoga pemerintah memberi perhatian lebih pada saudara-saudara kita yang masih sangat butuh penanganan baik dalam pendidikan atau dalam kesehatan, dan kesejahteraan. Mereka yang hidup terpencil ini tidak perduli siapa presiden mereka, yang mereka tahu kapan hidup mereka ada yang tolong.
Kisah Haji: "Bertawaf Tanpa Kaki"
Note: Gambar hanya untuk ilustrasi
Pak Hasan, adalah jama'ah dari embarkasi Surabaya. Ia dan istrinya berangkat Haji ikut gelombang kedua.Jadi dari Indonesia langsung ke Mekah terlebih dahulu, baru kemudian ke Madinah.Kondisi pak Hasan ketika berangkat kurang sehat. Batuk pilek setiap hari. Berbicarapun tenggorokannya sudah terasa sakit. Sehingga menjadikan tubuh menjadi malas untuk diajak beraktivitas.
Pak Hasan sudah diobati oleh dokter kloternya. Tetapi batuknya belum juga sembuh. Badannya terasa lunglai, kepala pusing bahkan batuknya tidak berhenti. Dengan kondisi semacam itu, Pak Hasan sehari-harinya berdiam diri saja di hotel.
Beberapa kali istrinya mengajaknya ke masjidil Haram, Karena merasa sembuh, ia malas untuk pergi ke masjidil haram.
"Aku belum fit bu, belum kuat untuk pergi ke masjid. Ibu dulu aja-lah. Nanti setelah badanku sembuh aku akan ke masjid dan akan melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya..." demikian kata pak Hasan kepada istrinya.
Beberapa kali, jawaban pak Hasan selalu seperti itu setiap diajak ke Masjidil haram. Karena jengkel, istri pak hasan mengajaknya dengan setengah memaksa . Dia Ingin pergi bersama suaminya ke masjidil haram untuk melakukan ibadah bersama . Baik itu thawaf, maupun shalat-shalat wajibnya.
Maka dengan agak terpaksa, berangkat juga mereka ke masjidil haram.
Pak Hasan di sepanjang perjalanan menuju masjid tiada henti-hentinya batuk. Bahkan kakinya begitu capek dipakai untuk berjalan. Tetapi toh, akhirnya sampai juga mereka di masjidil Haram. Meskipun jarak dari maktab mereka menuju masjid cukup jauh.
----
Sesampai di masjid, mereka mencari tempat yang cukup nyaman. Pak Hasan dan istrinya melakukan thawaf sunah sebagai penghormatan masuk masjidil Haram, sebelum mereka melakukan ibadah lainnya.
Pak Hasan digandeng oleh istrinya pak Hasan mulai melakukan thawaf.
"Bismillaahi allaahu akbar...!"Demikian kalimat pertama yang dilontarkan pak Hasan sebagai pertanda ia memulai thawafnya. Maka dengan hati-hati sekali, karena khawatir badannya bertambah lunglai, pak Hasan melangkahkan kakinya berjalan memutari Ka’bah
Pada saat pak Hasan beberapa langkah memulai thawafnya itu, tiba-tiba di sebelah kanannya, yang hampir berhimpitan dengan pak Masan, ada seorang bertubuh kecil yang juga bergerak melakukan thawaf, beriringan dengan pak Hasan.
Pak Hasan tertarik dengan orang 'kecil' itu, sambil berjalan lambat pak Hasan memperhatikan orang itu lebih seksama . "Mengapa orang itu tubuhnya pendek, bahkan seperti anak kecil?" pikirnya.
Tiba-tiba pak Hasan menjerit lirih! " Ahh... Allohu Akbar!" katanya.
Laki-laki kecil itu menoleh. sehingga mata mereka saling berpandangan. Laki-laki kecil itu tersenyum tulus kepadanya dan terus berthawaf (berkeliling) disamping pak Hasan. sambil terus berdzikir memuji nama Alloh.
Muka pak Hasan kelihatan pucat pasi. Bibirnya agak gemetar menahan tangis. Ia betul-betul terpukul melihat Laki-laki kecil tadi.
Laki-laki kecil itu berjalan dan bergerak thawaf mengelilingi ka'bah dengan hanya menggunakan kedua tangannya saja ! Dia tidak memiliki kaki....! Kedua kakinya buntung sebatas paha. Sehingga ia berjalan hanya dengan menggunakan kedua tangannya.Tapi dengan penuh semangat terus berputar mengelilingi Kakbah sambil berdzikir, berdoa...
Bulu kuduk pak Hasan merinding, jantungnya seperti berhenti. Dia sangat malu kepada Alloh
"...Ya Allaah ampuni aku ya Allaah..., ampuni aku..." Air mata pak Hasan tidak bisa dibendung lagi. Sambil tetap berjalan pak Hasan terus mohon ampun kepada Allah.Seakan Alloh menegurnya, bahwa betapa lemahnya usahanya mendekatkan diri kepada-Nya. Hanya karena flu dia malas melangkahkan kaki ke Baitullah. Alloh tunjukkan hambanya yang tidak memiliki kaki tapi tetap datang ke Baitullah, walau dengan tangan...!
Tanpa terasa, pak Hasan sudah memutari ka'bah untuk yang ke dua kalinya. Dan pak Hasan pun masih terus menangis. Ingin rasanya ia berlari memutari ka'bah itu. Dia merasa malu kepada Alloh....Walau laki-laki tadi sudah tertinggal. Tapi bayangan lelaki kecil dengan cacat tanpa kaki itu terus membayanginya .Seakan-akan berkata kepadanya :
Hasan, Engkau diberi nikmat tubuh yang lengkap saja malas menghadap Alloh. Engkau mengharap syurga ?? Syurga yang mana , Hasan ??
Istri pak Hasan yang berjalan di samping pak Hasan, tidak mengetahui kejadian yang menimpa pak Hasan. Yang ia tahu tiba-tiba pak Hasan tidak batuk lagi, jalannya tidak lamban, bahkan cenderung gesit. Ah, rupanya pak Hasan sudah sembuh
oOo
ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٲهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيہِمۡ وَتَشۡہَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ (٦٥)
“Pada hari ini Kami akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan.” (QS Yasin.: 65 )
LEE MYUNG- BAK-Presiden eks Pemakan Sampah
Coba bayangkan fakta yang dialami oleh Lee pada masa kecilnya ini. Jika sarapan, ia hanya makan ampas gandum. Makan siangnya, karena tak punya uang, ia mengganjal perutnya dengan minum air. Saat makan malam, ia kembali harus memakan ampas gandum. Dan, untuk ampas itu pun, ia tak membelinya. Keluarganya mendapatkan ampas itu dari hasil penyulingan minuman keras. Ibaratnya, masa kecil Lee ia harus memakan sampah!
Terlahir di Osaka, Jepang, pada 1941, saat orangtuanya menjadi buruh tani di Jepang, ia kemudian besar di sebuah kota kecil, Pohang, Korea. Kemudian, saat remaja, Lee menjadi pengasong makanan murahan dan es krim untuk membantu keluarga. "Tak terpikir bisa bawa makan siang untuk di sekolah,"sebut Lee dalam otobiografinya yang berjudul "There is No Myth," yang diterbitkan kali pertama pada 1995.
Namun, meski sangat miskin, Lee punya tekad kuat untuk menempuh pendidikan tinggi. Karena itu, ia belajar keras demi memperoleh beasiswa agar bisa meneruskan sekolah SMA. Kemudian, pada akhir 1959, keluarganya pindah ke ibukota, Seoul, untuk mencari penghidupan lebih baik. Namun, nasib orangtuanya tetap terpuruk, menjadi penjual sayur di jalanan. Saat itu, Lee mulai lepas dari orangtua, dan bekerja menjadi buruh bangunan. "Mimpi saya saat itu adalah menjadi pegawai," kisahnya dalam otobiografinya.
Lepas SMA, karena prestasinya bagus, Lee berhasil diterima di perguruan tinggi terkenal, Korea University. Untuk biayanya, ia bekerja sebagai tukang sapu jalan. Saat kuliah inilah, bisa dikatakan sebagai awal mula titik balik kehidupannya. Ia mulai berkenalan dengan politik. Lee terpilih menjadi anggota dewan mahasiswa, dan telibat dalam aksi demo antipemerintah. Karena ulahnya ini ia kena hukuman penjara percobaan pada 1964.
Vonis hukuman ini nyaris membuatnya tak bisa diterima sebagai pegawai Hyundai Group. Sebab, pihak Hyundai kuatir, pemerintah akan marah jika Lee diterima di perusahaan itu. Namun, karena tekadnya, Lee lantas putar otak. Ia kemudian membuat surat ke kantor kepresidenan. Isi surat bernada sangat memelas, yang intinya berharap pemerintah jangan menghancurkan masa depannya. Isi surat itu menyentuh hati sekretaris presiden, sehingga ia memerintahkan Hyundai untuk menerima Lee sebagai pegawai.
Di perusahaan inilah, ia mampu menunjukkan bakatnya. Ia bahkan kemudian mendapat julukan "buldozer", karena dianggap selalu bisa membereskan semua masalah, sesulit apapun. Salah satunya karyanya yang fenomonal adalah mempreteli habis sebuah buldozer, untuk mempelajari cara kerja mesin itu. Di kemudian hari, Hyundai memang berhasil memproduksi buldozer.
Kemampuan Lee mengundang kagum pendiri Hyundai, Chung Ju-yung. Berkat rekomendasi pimpinannya itu, prestasi Lee terus melesat. Ia langsung bisa menduduki posisi tertinggi di divisi konstruksi, meski baru bekerja selama 10 tahun. Dan, di divisi inilah, pada periode 1970-1980 menjadi mesin uang Hyundai karena Korea Selatan tengah mengalami booming ekonomi sehingga pembangunan fisik sangat marak.
Setelah 30 tahun di Hyundai, Lee mulai masuk ke ranah politik dengan masuk jadi anggota dewan pada tahun 1992. Kemudian, pada tahun 2002, ia terpilih menjadi Wali Kota Seoul. Dan kini, tahun 2007, Lee yang masa kecilnya sangat miskin itu, telah jadi orang nomor satu di Korea Selatan. Sebuah pembuktian, bahwa dengan perjuangan dan keyakinan, setiap orang memang berhak untuk sukses, 'Success is My Right'!!!
Keberhasilan hidup Lee, mulai dari kemelaratan yang luar biasa hingga menjadi orang nomor satu di Korea Selatan, adalah contoh nyata betapa tiap orang bisa merubah nasibnya. Jika orang yang sangat miskin saja bisa sukses, bagaimana dengan kita? Mulailah dengan keyakinan, perjuangan, dan kerja keras, maka jalan sukses akan terbuka bagi siapapun. Salam sukses Luar biasa!!!
KFC:Kegigihan Seorang Kakek 66 Tahun
Inilah kisah sukses dari kegigihan Kolonel Sanders, pendiri waralaba ayam goreng sukses terkenal KFC. Dia memulai kesuksessan ini di usia 66 tahun. Pensiunan angkatan darat Amerika ini tidak memiliki uang sepeser pun kecuali dari tunjangan hari tuanya, yang semakin menipis. Namun dia memiliki keahlian dalam memasak dan menawarkan resep masakannya ke lebih dari 1.000 restoran di negaranya. Kolonel Harland Sanders adalah pelopor Kentucky Fried Chicken atau KFC yang telah tumbuh menjadi salah satu yang terbesar dalam industri waralaba makanan siap saji di dunia.
Sosok Kolonel Sanders, bahkan kini menjadi simbol dari semangat sukses kewirausahaan. Dia lahir pada 9 September 1890 di Henryville, Indiana, namun baru mulai aktif dalam mewaralabakan bisnis ayamnya di usia 65 tahun. Di usia 6 tahun, ayahnya meninggal dan Ibunya sudah tidak mampu bekerja lagi sehingga Harland muda harus menjaga adik laki-lakinya yang baru berumur 3 tahun. Dengan kondisi ini ia harus memasak untuk keluarganya. Di masa ini dia sudah mulai menunjukkan kebolehannya.
Pada umur 7 tahun ia sudah pandai memasak di beberapa tempat memasak. Pada usia 10 tahun ia mendapatkan pekerjaan pertamanya didekat pertanian dengan gaji 2 dolar sebulan. Ketika berumur 12 tahun ibunya kembali menikah, sehingga ia meninggalkan rumah tempat tinggalnya untuk mendapatkan pekerjaan di pertanian di daerah Greenwood, Indiana. Selepas itu, ia berganti-ganti pekerjaan selama beberapa tahun.
Pertama, sebagai tukang parkir di usia 15 tahun di New Albany, Indiana dan kemudian menjadi tentara yang dikirim selama 6 bulan ke Kuba. Setelah itu ia menjadi petugas pemadam kebakaran, belajar ilmu hukum melalui korespondensi, praktik dalam pengadilan, asuransi, operator kapal feri, penjual ban, dan operator bengkel.
Di usia 40 tahun, Kolonel ini mulai memasak untuk orang yang bepergian yang singgah di bengkelnya di Corbin. Kolonel Sanders belum punya restoran pada saat itu. Ia menyajikan makanannya di ruang makan di bengkel tersebut. Karena semakin banyak orang yang datang ke tempatnya untuk makan, akhirnya ia pindah ke seberang jalan dekat penginapan dan restoran bisa menampung 142 orang.
Selama hampir 9 tahun ia menggunakan resep yang dibuatnya dengan teknik dasar memasak hingga saat ini. Citra Sander semakin baik. Gubernur Ruby Laffoon memberi penghargaan Kentucky Colonel pada tahun 1935 atas kontribusinya bagi negara bagian Cuisine. Dan pada tahun 1939, keberadaannya pertama kali terdaftar di Duncan Hines “Adventures in Good Eating.”
Semoga Bermanfaat.
Fauzi Saleh: Mantan Satpam yg Dermawan
Fauzi Saleh, contoh seorang pengusaha sukses sekaligus dermawan. Ini berkat kompak dengan karyawannya. Derai tawa dan langgam bicaranya khas betawi. Itulah gaya H. Fauzi Saleh dalam meladeni tamunya.
Pengusaha perumahan mewah Pesona Depok dan Pesona Khayangan yang hanya lulusan SMP tersebut memang lahir dan dibesarkan di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Setamat dari SMP pada tahun 1966, beliau telah merasakan kerasnya kehidupan di ibukota.
Saat itu Fauzi terpaksa bekerja sebagai pencuci mobil di sebuah bengkel dengan gaji Rp 700 per minggu. Bahkan delapan tahun silam, dia masih dikenal sebagai penjaga gudang di sebuah perusahaan. Tapi, kehidupan ibarat roda yang berputar.
Sekarang posisi ayah 6 anak yang berusia 45 tahun ini sedang berada diatas. Pada hari ulang tahunnya itu, pria bertubuh kecil ini memberikan 50 unit mobil kepada 50 dari sekitar 100 karyawan tetapnya. Selain itu para karyawan tetap dan sekitar 2.000 buruh mendapat bonus sebulan gaji. Total Dalam setahun, karyawan dan buruhnya mendapat 22 kali gaji sebagai tambahan, 3 bulan gaji saat Idul Fitri, 2 bulan gaji saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Haji, dan 1 bulan gaji saat 17 Agustus, tahun baru dan hari ulang tahun Fauzi. Selain itu, setiap karyawan dan buruh mendapat Rp 5.000 saat selesai shalat Jumat dari masjid miliknya di kompleks perumahan Pesona Depok.
Sikap dermawan ini tampaknya tak lepas dari pandangan Fauzi, yang menilai orang-orang yang bekerja padanya sebagai kekasih. “Karena mereka bekerjalah saya mendapat rezeki.”, katanya. Manajemen kasih sayang yang diterapkan Fauzi ternyata ampuh untuk memajukan perusahaan. Seluruh karyawan bekerja bahu-membahu. “Mereka seperti bekerja di perusahaan sendiri.” Katanya.
Prinsip manajemen “Bismillah” itu telah dilakukan ketika mulai berusaha pada tahun 1989 silam, yaitu setelah dia berhenti bekerja sebagai petugas keamanan. Berbekal uang simpanan dari hasil ngobyek sebagai tukang taman,sebesar 30 juta, beliau kemudian membeli tanah 6 x 15 meter sekaligus membangun rumah di jalan jatipadang, jakarta selatan.
Untuk menyiapkan rumah itu secara utuh diperlukan tambahan dana sebesar 10 juta. Meski demikian, Fauzi tidak berputus asa. Setiap malam jumat, Fauzi dan pekerjanya sebanyak 12 orang, selalu melakukan wirid Yasiin, zikir dan memanjatkan doa agar usaha yang sedang mereka rintis bisa berhasil. Mungkin karena usaha itu dimulai dengan sikap pasrah, rumah itupun siap juga. Nasib baik memihak Fauzi. Rumah yang beliau bangun itu laku Rp 51 juta. Uang hasil penjualan itu selanjutnya digunakan untuk membeli tanah, membangun rumah, dan menjual kembali. Begitu seterusnya, hingga pada 1992 usaha Fauzi membesar. Tahun itu, lewat PT. Pedoman Tata Bangun yang beliau dirikan, Fauzi mulai membangun 470 unit rumah mewah Pesona Depok 1 dan dilanjutkan dengan 360 unit rumah pesona Depok 2. Selanjutnya dibangun pula Pesona Khayangan yang juga di Depok. Kini telah dibangun Pesona Khayangan 1 sebanyak 500 unit rumah dan pesona khayangan 2 sebanyak 1100 unit rumah. Sedangkan pesona khayangan 3 dan 4 masih dalam tahap pematangan tanah.
Harga rumah group pesona milik Fauzi tersebut antara 200 juta hingga 600 juta per unit. Yang menarik tradisi pengajian setiap malam jumat yang dilakukannya sejak awal, tidak ditinggalkan. Sekali dalam sebulan, dia menggelar pengajian akbar yang disebut dengan pesona dzikir yang dihadiri seluruh buruh, keluarga dan kerabat di komplek pesona khayangan pertengahan september lalu, ada sekitar 4.000 orang yang hadir. Setiap orang yang hadir mendapatkan sarung dan 3 stel gamis untuk shalat. Setelah itu, ketika beranjak pulang, setiap orang tanpa kecuali, diberi nasi kotak dan uang Rp 10.000. tidak mengherankan, suasana berlangsung sangat akrab. Mereka saling bersalaman dan berpelukan. Tidak ada perbedaan antara bawahan dan atasan. Menurut Fauzi, beliau sendiri tidak pernah membayangkan akan menjadi seperti ini.
“Ini semua dari Alloh. Saya tidak ada apa2nya.” Kata pria yang sehari-hari berpenampilan sederhana ini. Karena menyadari bahwa semua harta itu pemberian Alloh, Fauzi tidak lupa mengembalikannya dalam bentuk infak dan shadaqoh kepada yang membutuhkan. Tercatat, beberapa masjid telah dia bangun dan sejumlah kaum dhuafa dan janda telah disantuninya. Usaha yang dijalankannya tersebut, menurut Fauzi ibarat menanam padi. “Dengan bertanam padi, rumput dan ilalang akan tumbuh. Ini berbeda kalau kita bertanam rumput, padi tidak akan tumbuh”. Kata Fauzi.
Artinya, Fauzi tidak menginginkan hasil usaha untuk dirinya sendiri. “Saya hanya mengambil, sekedarnya, selebihnya digunakan untuk kesejahteraan karyawan dan sosial.” Katanya.
Sekitar 60 % keuntungan digunakan untuk kegiatan sosial, sedangkan selebihnya dipakai sebagai modal usaha. Sejak empat tahun lalu, ada Rp 70 milyar yang digunakan untuk kegiatan sosial.
“Jadi, keuntungan perusahaan ini adalah nol.” Kata Fauzi. ” Jika setiap bangun pagi , kita bisa mensyukuri dengan tulus apa yang telah kita miliki hari ini, niscaya sepanjang hari kita bisa menikmati hidup ini dengan bahagia”.
Kisah Ma Li & Zhai Xiao Wei : Kisah Tanpa Tangan & Kaki
Ma Li adalah seorang balerina profesional, yang sudah membangun karirnya sejak masa kanak-kanak. Ia berasal dari Provinsi Henan, China. Sayangnya, ketika berusia 19 tahun (tahun 1996), ia mengalami kecelakaan mobil. Akibatnya, lengan kanannya harus diamputasi. Kemudian, kekasihnya pergi meninggalkannya.
Betapa bingung dan kecewanya Ma Li! Ia sempat mengurung diri di rumahnya selama berbulan-bulan. Namun, dukungan orangtua menguatkannya. Perlahan tapi pasti, ia melanjutkan hidupnya. Ia segera belajar melakukan mengurus diri dan rumahnya dengan satu lengan. Beberapa bulan kemudian, dia sudah membuka usaha, dengan mendirikan satu buah toko buku kecil.
Pada tahun 2001, Ma Li kembali ke dunia tari yang dicintainya. Ini hal yang sulit, karena dengan hanya satu lengan, ia kurang bisa menjaga keseimbangan tubuhnya - khususnya ketika melakukan gerakan berputar. Namun Ma Li tidak putus asa. Ia terus berusaha, hingga akhirnya ia bisa menyabet medali emas pada kompetisi tari khusus untuk orang-orang yang memiliki kekurangan pada fisiknya. Menurut Ma Li, di kompetisi itu, selain mendapatkan prestasi, ia juga mendapatkan dukungan dari orang-orang yang senasib dengannya. Dari situlah, ia mendapatkan dorongan motivasi dan rasa percaya diri yang lebih besar.
Pada 2002, seorang laki-laki bernama Tao Li jatuh cinta pada Ma Li. Tapi Ma Li meninggalkannya karena khawatir kejadian masa lalu yang menyakitkan terulang kembali.
Tao Li bukan pemuda yang mudah putus asa. Ia mencari Ma Li hingga ke Beijing, tempatnya meniti karir sebagai penari. Ketika bertemu kembali, pasangan ini tidak terpisahkan lagi.
Ma Li dan Tao Li sempat jatuh bangkrut saat virus SARS menyerang China (November 2002 hingga Juli 2003). Sebab, pada masa itu, semua gedung teater/seni ditutup! Namun mereka tetap berjuang dan bangkit kembali.
Setelah serangan virus SARS mereda, Tao Li mendapat izin resmi untuk menjadi agen Ma Li. Sambil berusaha mengembangkan diri dan usaha, kedua insan ini kerja sambilan sebagai pemeran figuran di berbagai lokasi syuting drama. Nah, pada suatu malam bersalju, keduanya pulang larut malam dan harus menghabiskan banyak waktu, untuk menunggu bus yang datang pada pagi hari. Agar tidak terlalu kedinginan, keduanya menari. Pada saat inilah, Tao Li mendapatkan ide untuk menciptakan tarian yang indah dan unik, tarian yang khas Ma Li. Ma Li setuju, dan mulai saat itu mereka mencari seorang penari pria (untuk menjadi pasangan menari Ma li) dan koreografer...
-Zhai Xiao Wei-
Pada umur 4 tahun, Zhai Xiao Wei sedang asyik bermain. Ia lalu mencoba memanjat sebuah traktor, lalu... terjatuh. Karena cedera berat, kaki kirinya harus diamputasi.
Beberapa saat sebelum diamputasi , ayah Xiao Wei kecil bertanya pada putranya: "Apakah kamu takut?"
"Tidak," jawab Xiao Wei. Ia kurang memahami arti amputasi.
"Kamu akan banyak mengalami tantangan dan kesulitan," kata sang ayah.
"Apakah itu tantangan dan kesulitan? Apakah rasanya enak?" tanya Xiao Wei.
Ayahnya mulai menangis. "Ya, rasanya seperti permen kesukaanmu," katanya. "Kamu hanya perlu memakannya satu persatu." Setelah itu, sang ayah berlari keluar ruangan.
Berkat dukungan orangtua dan lingkungannya, Xiao Wei tumbuh menjadi anak yang sangat optimis, periang, dan bersemangat. Kemudian, ia menjadi seorang atlet. Xiao Wei aktif di cabang olahraga lompat tinggi, lompat jauh, renang, menyelam, dan balap sepeda.
-Pertemuan Ma Li dan Zhai Xiao Wei-
Pertemuan itu terjadi pada bulan September 2005. Saat itu, Xiao Wei (21 tahun) sedang berlatih agar bisa tampil di kejuaraan balap sepeda nasional. Ma Li melihatnya dan merasa dialah partner menari yang cocok untuknya.
Ma Li berlari ke arah Xia Wei dan mengajukan berbagai pertanyaan.
"Apakah kamu suka menari?" Itulah pertanyaan pertama Ma Li.
Xiao Wei terkejut sekali. Bagaimana mungkin dia, yang hanya punya satu kaki, melakukan kegiatan seperti menari? Selain itu, Xiao Wei mengira bahwa Ma Li adalah perempuan bertubuh normal. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat saat itu Ma Li mengenakan lengan palsu dan pakaian khusus untuk menutupi cacat tubuhnya.
"Siapa namu kamu? Berapa nomor telepon kamu? Tinggal di mana?" begitulah selanjutnya pertanyaan-pertanyaan Ma Li. Xiao Wei diam saja - tidak menjawab sepatah kata pun. Maka, Ma Li memberikan selembar tiket pertunjukan tari kepada pria itu. Tawaran itu diterima.
Dua hari kemudian, Xiao Wei berdiri terpesona di gedung pertunjukan tari. Ia terkesan sekali dengan tarian yang dipersembahkan Ma Li. Akhirnya, ia setuju untuk menari balet bersama. Untuk itu, ia rela pindah ke Beijing untuk berlatih bersama Ma Li.
Selanjutnya, mereka latihan tiap hari, dari jam 8 pagi hingga 11 malam. Mulai dari melatih mimik wajah di depan cermin hingga gerakan-gerakan tari. Keduanya harus melalui masa-masa sulit, karena sebelumnya Xiao Wei tidak pernah menari. Sementara Ma Li sendiri, adalah seorang penari yang perfeksionis. Tahukah Anda, untuk mendapatkan gerakan "jatuh" yang tepat, Ma Li sampai rela dijatuhkan lebih dari 1.000 kali! Pada hari pertama berlatih "jatuh", gerakan benar yang pertama baru bisa dilakukan pada pukul 8 malam...
Apa yang terjadi berikutnya, Anda tentu sudah mengetahuinya! Pada April 2007, mereka menyabet medali perak pada lomba tari "4th CCTV National Dance Competition" (saksikan videonya di AW Inspirational Video). Pasangan Ma Li/ Zhai Xiao Wei menjadi terkenal. Tarian "Hand in Hand" menjadi inspirasi bagi banyak orang. Apabila mau belajar dan berusaha mengatasi kekurangan yang ada pada diri kita, dan dengan tekun mengembangkan potensi diri, kita semua pasti mampu menjadi pemenang yang sesungguhnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar