Powered By Blogger

Jumat, 17 Februari 2012

ILMU JIWA

Pestisida Turunkan IQ


Penggunaan pestisida secara tidak bijaksana memang memberi dampak buruk terhadap kesehatan. Bahkan, bila paparan pestisida terjadi pada ibu hamil, efeknya akan merembet pada bayi yang dikandungnya.

Riset menunjukkan, anak-anak yang terekspos pestisida saat masih dalam kandungan memiliki IQ lebih rendah, ketika mereka sudah berusia sekolah dibandingkan dengan anak-anak yang tidak terpapar zat pembunuh hama tersebut.

Pembunuh organisme merugikan itu dapat melewati plasenta dan menghambat senyawa yang berkaitan dengan sinyal-sinyal di otak. Demikian hasil yang didapatkan oleh tiga studi baru yang dimulai sejak akhir tahun 1990 dan melibatkan anak-anak umur 7 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh University of California di Berkeley tersebut dilakukan terhadap petani berpendapatan rendah di daerah California, Amerika Serikat. Mereka terkena dampak pestisida melalui penyemprotan serta memakan yang berasal dari tanaman yang disemprot pestisida.

Pada anak-anak dari keluarga di California tersebut, para peneliti mendapati 20 persen anak-anak, yang terekspos dalam jumlah yang besar, memiliki IQ 7 poin lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang paling rendah terekspos pestisida.

Sementara itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Columbia University mendapati hubungan antara jumlah kandungan pestisida dalam tubuh wanita hamil dan menurunnya IQ pada anak yang dikandung mereka. “IQ menurun 1,4 persen dan kemampuan mengingat turun 2,8 persen,” demikian penjelasan pada hasil penelitian.

Penelitian di New York, yang dilakukan oleh Mount Sinai School of Medicine, menunjukkan ada penurunan IQ anak-anak dari ibu hamil yang rumahnya pernah disemprot organofosfat.

“Kami tercengang melihat konsistensi dari ketiga studi ini,” kata Bruce Lanphear dari Simon Fraser University di Vancouver, Kanada. Hal ini, menurutnya, penting karena penurunan IQ sebanyak 7 poin tidak bisa dianggap remeh. “Apalagi kalau Anda melihatnya dalam jumlah penduduk yang besar,” lanjutnya.

Setiap penurunan IQ akan menambah biaya belajar anak-anak. “Belum lagi masalah tingkah laku dan masalah belajar pada masa anak-anak,” tegasnya.








Penyebab Stres yang Tak Terungkap

Waspada hal-hal di kantor yang bisa bikin stres tanpa Anda sadari.

Memang tak disebutkan di kontrak kerja, namun stres adalah bagian dari semua pekerjaan. Sebuah survei yang menyatakan, sebanyak 78 persen pekerja mengalami stres dan kelelahan di tempat kerjanya. Lho kok?

Memang ada faktor-faktor yang jelas bisa menambahkan tingkat stres, seperti tuntutan pekerjaan, deadline yang mengimpit setiap waktu, dan atasan yang terus-terusan meminta lebih. Namun, ada pula hal-hal yang tak terlalu kelihatan dan bisa bikin stres. Dan hal-hal inilah yang menimbulkan pengalaman dan perasaan negatif di tempat kerja yang menyebabkan kelelahan berlebihan di tempat kerja.

Ukur tingkat stres
Dalam buku terbarunya yang berjudul Overworked, Overwhelmed, and Underpaid, Louis Barajas menunjukkan beberapa tanda jika Anda mengalami kelelahan dan stres berat, yakni;
*Anda bekerja lebih dari 40 jam per minggu.
*Anda berpikiran serius untuk berhenti bekerja atau mencoba mencari pekerjaan baru setidaknya sekali di bulan lalu.
*Anda pernah lalai setidaknya sekali deadline penting dalam 6 bulan terakhir.
*Anda menunda cek rutin ke dokter karena Anda tak pernah punya waktu senggang atau pun uang untuk pergi.
*Anda merasa stres dan merasa tak aman dengan keuangan Anda dari pada 5 tahun lalu.

Penyebab stres tersembunyi
Beberapa faktor yang berkontribusi pada tingkat stres tak selalu berbentuk nyata, seperti rekan kerja atau manajer, ataupun tumpukan pekerjaan yang tak terselesaikan di meja. Namun, elemen-elemen ini juga meningkatkan level stres Anda, antara lain adalah;

1. Memikirkan masalah pekerjaan ke rumah dan membiarkannya mengganggu kehidupan personal Anda. Anda mungkin sulit membatasi antara pekerjaan dan hal di rumah. Ketika pekerjaan mulai sibuk, kehidupan profesional bisa merasuki kehidupan personal Anda. Jika ketidakseimbangan ini mencapai kembali ke kehidupan pekerjaan Anda, akan terjadi sebuah lingkaran setan.

2. Tak memiliki waktu untuk berlibur atau bekerja saat berlibur. Jika Anda tak bisa benar-benar melepaskan diri dari pekerjaan, Anda tak akan bisa benar-benar merasakan keuntungan beristirahat dan rileksasi. Jika perusahaan Anda sedang mengalami kesulitan dan terjadi pengurangan karyawan, maka Anda harus kerja ekstra keras, dan perusahaan tak akan mengijinkan Anda untuk berlibur.

3. Kompetisi antarpekerja dan gosip. Ini bisa jadi tantangan untuk bisa menggapai tujuan dan tenggat waktu pekerjaan yang sedang Anda kerjakan. Namun, jika Anda berada dalam lingkungan kerja yang penuh kompetisi, Anda juga harus mewaspadai rekan kerja Anda. Jika Anda adalah target gosip yang beredar di kantor, atau berada dalam sebuah perebutan kekuasaan, tingkat stres Anda bisa melebihi atap kantor.

4. Merasa tak dianggap. Kebanyakan pekerja tak merasa dianggap penting oleh tempat kerja mereka. Tentu, kompensasi dan fasilitas adalah sebuah pengenalan dan apresiasi atas hasil kerja Anda. Namun, hanya sedikit kata “terima kasih” atau foto bahwa Anda adalah karyawan terbaik bulan ini lupa dipajang, membuat para pekerja merasa hasil kerja mereka hanya sia-sia.





Pengaruh Musik pada Anak


Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada “miring”. Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.

Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, “Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia”.

Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80 % dengan musik.

“Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony“, demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. “Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh“. Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih ingat dengan “head banger”, suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah. Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony sangat mempengaruhi roh. Jika kita menonton film horor, selalu terdengar harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk kita berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. “Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony”, ujar Ev. Andreas Christanday.

Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.

Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan manusia.

Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, “Jikalau Anda merasakan hari ini begitu berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini. Jangan-jangan Anda belum mendengarkan musik dan bernyanyi”.






Penderita Depresi Ternyata Sulit Mengenali Ekspresi Jijik

Pada tingkat keparahan tertentu, depresi mempengaruhi kemampuan seseorang mengenali ekspresi wajah. Penderita depresi tidak bisa mengenali ekspresi jijik dan cenderung menilai wajah datar sebagai ekspresi sedih.

Penelitian yang melibatkan 68 partisipan yang merupakan pasien rumah sakit jiwa Christchurch’s Hillmorton dengan diagnosis depresi parah. Selain itu, peneliti melibatkan 50 partisipan sehat sebagai kontrol.

Para peneliti meminta para partisipan mengamati 96 gambar wajah dengan berbagai ekspresi dan beberapa gambar wajah tanpa ekspresi. Partisipan lalu diminta membedakan ekspresi dalam gambar-gambar itu dan mengelompokkannya menjadi 5 kategori yakni marah, gembira, sedih, takut dan jijik.

Berdasarkan hasil analisis, perbedaan kemampuan membedakan ekspresi wajah antara penderita depresi dengan partisipan sehat ternyata cukup signifikan. Pada penderita depresi, tingkat kesalahan dalam mengenali ekspresi jijik dilaporkan cukup tinggi.

Selain itu, penderita depresi cenderung menafsirkan gambar wajah tanpa ekspresi sebagai ekspresi sedih. Jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan penafsiran wajah datar tersebut sebagai ekspresi senang.

Ketidakmampuan mengenali ekspresi jijik juga didapati pada penderita parkinson yang tidak mendapat pengobatan. Hal ini dipicu oleh kekurangan kadar dopamin, kondisi yang juga menyebabkan gemetar dan kehilangan kontrol gerak.

Para ahli menduga, kondisi yang sama juga dialami oleh penderita depresi. Pada tingkat keparahan tertentu, depresi memicu berkurangnya kadar dopamin seperti yang dialami penderita parkinson.

Dugaan lain mengatakan, depresi mempengaruhi proses emosi seseorang. Hal ini berdampak pada kemampuan seseorang dalam mengenali bentuk emosi yang diwujudkan dengan ekspresi wajah.







Gairah Suami Turun Usai Dampingi Proses Kelahiran

Belum lama ini, saya mendapatkan kasus seorang pasien wanita yang mengeluh suaminya sudah tidak mau melayani dirinya lagi dalam bercinta. Sekarang ini suaminya malah sibuk melakukan masturbasi sendiri sambil menonton film porno di kantor.

Pasien merasa tidak nyaman dan sakit hati karena dia merasa dirinya disia-siakan. Apalagi menurut pasien, setelah melahirkan dia sudah kembali ke berat dan bentuk badan semula. Benar memang terdapat sedikit stretch mark (bekas melahirkan) yang nampak di perutnya, tapi selain itu semuanya masih baik-baik saja. Bahkan beberapa teman pasien mengatakan tubuh pasien seperti masih remaja saja, tidak tampak seperti orang yang telah melahirkan.

Hal yang membuat pasien bingung mengapa hal ini bisa terjadi. Dia merasa masih menarik dan menurut pasien proses melahirkan normalnya juga hampir tidak menimbulkan bekas berarti di alat kelamin luarnya. Satu hal yang membuat pasien semakin sakit hati terhadap suami adalah karena suami malahan sibuk swalayan sendiri dengan masturbasi, suatu hal yang tidak pernah dilakukan suami sebelumnya.

Trauma saat pendampingan persalinan ?

Wawancara lebih lanjut akhirnya saya memperkirakan apa yang menjadi pemicu kurangnya gairah seksual suami terhadap istri. Lebih lanjut, dalam wawancara istri mengatakan bahwa suaminya mulai berubah sejak pasien melahirkan. Saat proses persalinan normal tersebut pasien ditemani suami dari mulai meneran (mengejan) sampai proses kelahiran sempurna. Suami sendiri yang meminta hal itu, tidak ada paksaan dari istri untuk menemani.

Saya memikirkan apakah pemicu kurangnya atau tidak adanya gairah suami untuk berhubungan badan dengan istri diakibatkan karena trauma melihat proses melahirkan yang mungkin tidak disangka akan sedemikian “menyeramkan” bagi suami. Perubahan perilaku seksual dan tidak adanya gairah seksual ini terlihat nyata setelah suami pasien menyaksikan proses kelahiran anaknya. Bisa jadi apa yang terlihat saat proses melahirkan, darah, lendir dan teriakan istri menjadi suatu hal yang membekas dalam pikiran suami. Saat ini bahkan untuk melakukan oral seks terhadap istri juga suami tidak mau, padahal sebelumnya kegiatan ini termasuk kegiatan seks favorit suami.

Pendampingan memerlukan kesiapan mental

Bebeberapa tahun belakangan ini, memang di Indonesia mulai banyak suami yang menemani istrinya saat proses melahirkan. Ada yang sambil membawa kamera video terutama bila proses melahirkannya dengan operasi sectio. Ada juga yang membawa kamera untuk mengabadikan peristiwa besar ini. Khusus untuk proses melahirkan normal yang melewati vagina, tidak banyak yang mau merekamnnya langsung saat keluar dari liang lahir tetapi biasanya hanya ketika anak sudah keluar. Apalagi biasanya saat proses melahirkan itu, suami berada di samping istri jadi tidak memungkinkan untuk melihat proses melahirkan langsung kecuali meminta bantuan orang lain.

Bagi yang belum pernah melihat proses melahirkan ini, mungkin tidak semua pria siap mental untuk melihatnya. Ada beberapa yang mungkin tidak akan mengira bahwa proses melahirkan akan seperti itu. Perasaan jijik bisa timbul sesudahnya dan bisa menjadi trauma yang diingat terus jika tidak mampu mengatasi trauma tersebut.

Saran saya buat para calon bapak dan suami-suami yang istrinya saat ini sedang mengandung dan berniat untuk mendampingi nanti saat proses melahirkan, siapkan diri anda dengan baik. Kalau bisa, tonton dulu video-video yang tersebar di YouTube tentang proses persalinan. Ini bisa membuat anda menjadi lebih mengetahui apa yang akan dihadapi nanti.

Jika memang merasa tidak nyaman dan kuat menghadapi, bicarakan dengan istri bahwa anda tidak mampu melakukannya. Saya berharap juga istri bisa mengerti keadaan ini karena memang kondisi ini tidak bisa dipaksakan. Apa yang menjadi kisah di atas tentunya anda berdua tidak ingin alami bukan dalam kehidupan seksual perkawinan anda selanjutnya






Bunuh Diri Dipengaruhi Faktor Genetik

Dorongan untuk melakukan bunuh diri bisa dipicu oleh berbagai faktor mulai dari himpitan ekonomi hingga penyakit kronis. Waspadai juga bila ada kerabat yang punya riwayat bunuh diri sebab dorongan tersebut juga dipengaruhi faktor genetik.

“Seperti halnya gangguan kejiwaan yang lain, bunuh diri merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi faktor lingkungan, psikologis dan genetik,”

Namun hubungan antara faktor genetik dengan risiko bunuh diri tidak bisa dilihat sebagai ramalan ke depan (prospektif). Artinya jika seorang ayah mengalami depresi kemudian melakukan bunuh diri, tidak berarti anaknya juga akan mengakhiri hidup dengan cara yang sama suatu saat nanti.

Menurut dr Irmansyah, hubungan tersebut terungkap dalam berbagai penelitian yang disebut genetic epidemiology. Saat menelusuri silsilah pelaku bunuh diri, ternyata sebagian besar punya riwayat perilaku serupa pada beberapa generasi sebelumnya.

Meski tidak ada angka pasti, dr Irmansyah memperkirakan bahwa faktor psikologis lebih banyak menjadi pemicu bunuh diri di Indonesia. Gangguan psikologis yang memicu bunuh diri bisa berupa depresi, skizofrenia maupun perilaku impulsif (tanpa berpikir panjang).

Selain itu, dr Irmansyah juga menyebut pemberitaan di media juga membentuk pandangan masyarakat tentang bunuh diri menjadi sesuatu yang biasa. Bahkan tidak sedikit yang menirunya, justru setelah menonton berita yang terlalu detail menggambarkan penyebab dan cara-cara menghabisi nyawa sendiri.

“Pemberitaan yang terlalu detail tidak memberi pengaruh secara langsung, tapi membangkitkan dorongan bagi yang sudah punya risiko. Yang tadinya tidak kepikiran, jadi tahu caranya kemudian mengikuti,” kata dr Irmansyah.

Faktor lain yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah budaya, khususnya di daerah Gunungkidul, Yogyakarta yang mengenal fenomena pulung gantung. Konon jika suatu malam ada sorot cahaya misterius mengarah ke rumah seseorang, tidak perlu heran jika beberapa hari kemudian penghuninya melakukan bunuh diri.

Adanya kepercayaan semacam itu menurut dr Irmansyah membentuk penerimaan atau sikap pasrah dan menganggap wajar ketika ada tetangga yang bunuh diri. Maka tak heran jika penelitian menunjukkan tingkat bunuh diri di wilayah itu mencapai 4,48/100.000 penduduk, relatif paling tinggi dibanding daerah lain.







Patah Semangat Bisa Dideteksi dari Air Ludah

Stres yang berkelanjutan bisa memicu burnout atau kehilangan semangat hidup, yang seringkali didagnosis sebagai gejala depresi. Untuk membedakan burnout dengan depresi, cara paling akurat adalah memeriksa komposisi air ludah di pagi hari.

Padamnya semangat hidup alias burnout tidak bisa dipandang remeh karena sangat mempengaruhi produktivitas seseorang. Namun penanganan burnout sering tumpang tindih dengan depresi, sehingga tidak tertangani dengan baik dan kadang malah memburuk.

Keduanya memang memiliki gejala yang hampir sama misalnya kurang motivasi dan tidak bergairah, karena burnout pada dasarnya terjadi akibat depresi kronis yang tidak tertangani. Namun dilihat dari kondisi hormonal yang mempengaruhi, keduanya memiliki perbedaan yang mendasar.

Depresi ditandai dengan peningkatan kadar kortisol, yang dikenal juga sebagai hormon stres. Sebaliknya ketika depresi itu berkembang hingga memasuki fase burnout, produksi kortisol justru mengalami penurunan hingga level yang sangat rendah.

“Perbedaan kadar kortisol terjadi karena kondisi itu psikologis mempengaruhi sistem pengaturan hormon pada tubuh manusia,” ungkap peneliti masalah kejiwaan dari Louis-H Lafontaine Hospital, Dr Sonia Lupien

Tanpa deteksi yang akurat, gejala burnout sering tidak tertangani dengan tepat. Karena dikira masih depresi, seseorang yang mengalami burnout sering mendapat antidepresan yang fungsinya adalah menurunkan kadar kortisol. Padahal pada fase burnout, kadar kortisol sudah sangat rendah.

Deteksi yang diklaim paling akurat dikembangkan baru-baru ini oleh tim gabungan dari Louis-H Lafontaine Hospital dan University of Montreal, Kanada. Para ahli dalam penelitian itu menggunakan air ludah yang diambil pada pagi hari, karena diyakini paling mewakili kondisi hormonal seseorang.

Metode yang dikembangkan dalam penelitian itu telah dibuktikan akurasinya pada sekitar 30 relawan paruh baya yang mengalami berbagai gangguan kejiwaan yang meliputi stres, depresi dan burnout. Pemeriksaan kadar kortisol melalui air ludah pada pagi hari menunjukkan hasil yang sesuai dengan hasil tes darah maupun psikotes.






Orang Narsis Punya Bakat Curang


Kata narsis sering digunakan sebagai istilah untuk menyebut orang yang ‘gila foto’ dan membanggakan diri sendiri. Padahal, narsis merupakan penyakit mental yang si penderitanya lebih mungkin memiliki bakat untuk berbuat curang.

Narsis atau yang dalam istilah ilmiahnya Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah penyakit mental ketika seseorang memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi untuk kepentingan pribadinya dan juga rasa ingin dikagumi.

Narsis termasuk salah satu dari tipe penyakit kepribadian. Seseorang yang terkena penyakit narsis biasanya diiringi juga dengan pribadi yang emosional, lebih banyak berpura-pura, antisosial dan terlalu mendramatisir sesuatu.

Dan sebuah studi baru juga menunjukkan bahwa orang dengan karakter narsis memiliki kecenderungan untuk berbuat curang, baik pada tugas dan nyontek ujian sekolah.

Hasil studi menunjukkan bahwa orang narsis termotivasi untuk menipu dan berbuat curang karena sifatnya yang selalu ingin pamer kepada orang lain. Orang narsis juga tidak pernah merasa bersalah dengan tindakannya.

“Orang narsis benar-benar ingin dikagumi oleh orang lain. Saat menjadi pelajar, ia selalu ingin mendapat nilai bagus dengan cara apapun termasuk berbuat curang dengan menyontek,” kata Amy Brunell, penulis studi dan asisten profesor psikologi di Ohio State University di Newark, dilansir Medindia, Senin (6/12/2010).

Menurut Brunell, orang narsis cenderung lebih egois, melebih-lebihkan bakat dan kemampuannya serta kurangnya rasa empati kepada orang lain.

“Narsisis (sebutan untuk orang narsis) merasa perlu untuk mempertahankan citra diri yang positif dan mereka kadang-kadang akan menyisihkan kekhawatiran etis untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan,” jelas Brunell lebih lanjut.

Studi yang dilakukan tim Brunell melibatkan 199 mahasiswa. Pada studi ini, peneliti mengukur tingkat narsisme dengan memilih pernyataan yang paling menggambarkan sifat partisipan.

Misalnya, partisipan dapat memilih antara ‘saya tidak lebih baik atau tidak lebih buruk daripada kebanyakan orang’ atau ‘saya berpikir saya orang yang spesial’.

Peneliti juga mengukur tingkat ‘harga diri’ partisipan dan menanyakan seberapa sering partisipan berbuat curang dengan menyontek pada saat mengerjakan tugas atau ujian sekolah selama satu tahun terakhir.

“Kami menemukan bahwa salah satu bagian yang lebih berbahaya dari narsisisme-eksibisionisme (keinginan untuk pamer dan menjadi pusat perhatian) adalah terkait dengan kecurangan, dalam hal ini kecurangan akademik,” jelas Brunell.

Brunell mengatakan, keinginan untuk memamerkan diri benar-benar membuat orang dengan karakter narsisme lebih mungkin untuk melakukan tindakan curang.

Hasil studi ini telah dipublikasikan secara online di jurnal Personality and Individual Differences.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders serta American Psychiatric Association pun menyebutkan beberapa gejala dan kriteria penyakit narsis, diantaranya :
1. Mementingkan diri sendiri, melebih-lebihkan prestasi dan bakat yang dimiliki, berharap dikenal sebagai orang unggul tanpa ada hasil atau pencapaian tertentu.
2. Terlalu bangga dengan fantasinya dan memiliki tujuan yang tidak realistik tentang keberhasilan yang tiada batas, kekuatan, kepintaran, kecantikan atau kisah cinta yang ideal.
3. Percaya bahwa dirinya sangat spesial dan hanya bisa bergabung atau bergaul dengan orang-orang yang juga memiliki status tinggi.
4. Memerlukan pujian yang berlebih ketika melakukan sesuatu
5. Memiliki keinginan untuk diberi julukan tertentu
6. Bersikap egois dan selalu mengambil keuntungan dari setiap kesempatan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya
7. Tidak memiliki perasaan empati terhadap sesama
8. Selalu merasa iri hati dengan keberhasilan orang lain dan percaya bahwa orang lain juga iri padanya
9. Menunjukkan sifat arogan dan merendahkan orang lain
10. Mudah terluka, emosional dan memiliki pribadi yang lemah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar