Powered By Blogger

Selasa, 28 Februari 2012

GAYA HIDUP MUSLIM

Pahamilah Tanda-tanda dan Fitnah Zaman!

DARI Said bin Zubair, dari Ibnu Abbas; ia berkata, bersabdalah Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), "Tiada suatu kaum itu mengurangi takaran, mengelabuhi timbangan kecuali Allah akan mencegah hujan kepada mereka. Dan tiada nampak perzinaan pada suatu bangsa kecuali akan timbul maut atas mereka. Tidak lahir pada suatu kaum perbuatan riba kecuali Allah akan mengangkat penguasa yang gila. Tiada muncul pembunuhan pada suatu bangsa kecuali Allah akan memberi kekuasaan kepada musuh-musuh mereka. Dan tiada timbul suatu perbuatan homoseksual kecuali akan timbul pada mereka kehinaan (kemusnahan). Dan tiada suatu bangsa meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar, kecuali amal-amal mereka tidak akan terangkat dan doa-doa mereka tidak didengarkan." (HR.Tabrani).

Prediksi Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) ini sudah disampaikan 14 abad lamanya dan rupanya telah menjadi kenyataan hari ini. Kasus-kasus sosial dan moral; mengurangi takaran/ timbangan, legalnya perzinahan, riba, pembunuhan, perbuatan homoseksual, dan meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar bisa kita rasakan hari ini. Bahkan akhir-akhir ini kasus-kasus tersebut banyak sekali dilansir oleh media massa.

Fenomena ini disadari atau tidak, namun kenyataan membuktikan semakin hari problematika masyarakat makin tambah pelik akibat fitnah-fitnah tersebut.

Diceritakan oleh Urwah dari Aisyah ra dalam Musnad-nya, "Telah datang ke tempatku, Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), beliau tampak sedih. Saya mengetahui dari wajahnya, bahwa beliau sedang dirisaukan oleh sesuatu. Beliau tidak berbicara hingga berwudhu, lalu keluar. Saya tetap tinggal di kamar. Kemudian beliau naik ke mimbar, lalu membaca tahmid dan berkhutbah: "Wahai saudara-saudara, sesungguhnya Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى‎) berfirman kepada kalian: "Serukanlah kebaikan dan cegahlah kemungkaran sebelum kalian berdoa kepada-Ku. Kalau tidak, Aku tidak akan menjawab kalian (tidak mengabulkan) ketika kalian memohon pertolongan kepada-Ku, Aku tidak akan menolongmu, kalau kalian minta, Aku tidak akan memberimu'."

Hadits di atas menginformasikan kepada kita betapa dahsyat akibatnya, jika seorang mukmin 'meninggalkan kewajiban beramar ma'ruf nahi munkar di tengah kehidupan masyarakatnya. Di mana Allah tidak akan mengabulkan doa-doanya. Disamping Allah juga tidak akan memberikan pertolongan-Nya di saat-saat dibutuhkan-Nya. Tentunya, untuk menyikapi kondisi sosial semacam ini kita harus melakukan muhasabah (instropeksi diri). Tidak perlu menuding sana menuding sini, dan siapa yang harus disalahkan. Akan tetapi secara jantan, kita harus berani mengakui kealfaan kita dan perbuatan dosa kita. Sikap ini harus dilakukan sebelum Allah benar-benar menghisab kita kelak di hari pembalasan yang amat berat itu.

Sudahkah kita melakukan amar ma'ruf nahi munkar? Sudahkah para pemimpin kita melakukan amar ma'ruf nahi mungkar? Sikap ini harus dimiliki semua orang. Dari tingkat presiden, menteri, pejabat eselon, anggota dewan, manager, pengelola TV/Koran, rektor, kepala sekolah, bupati, camat, lurah, ketua RT hinggap kepala rumah tangga.

Tidak pantas rasanya kita mencari kambing hitam untuk menyelesaikan persoalan ini. Marilah secara arif kita tumbuhkan rasa kasih sayang dan sampaikan amar ma’ruf di tempat kita dan di tempat kekuasaan kita, secepatnya melakukan taubatan nasuha, sebelum maut menjemput kita atau malapetaka lebih besar ditimpahkan kepada kita.

Imam Ahmad menyebutkan dari Umar bin Khaththab ra mengatakan, "Hampir negeri itu dihancurkan padahal ia makmur."

Ditanya, "Mengapa akan dihancurkan sedangkan ia subur?"

Ia menjawab, "Karena orang-orang yang jahat di situ mengungguli orang-orang yang baik, dan orang-orang munafik telah memimpin suku bangsa di sana."

Apa yang dikatakan Umar itu bukan telah menjadi kenyataan. Fenomena sekarang bisa dilihat. Suami istri berselinkuh, ayah menghamili anak, anak memperkosa ibunya, homoseksual dan lesbian merajalela. Bahkan diseminarkan, dikampanyekan terang-terangan dan film-nya dipamerkan dengan difasilitasi media massa.

Seks remaja bebas di jalanan tanpa rasa malu dan sedikit orang mengingatkan maksiat terang-terangan seperti ini. Masyarakat seolah menerima ketika waria, kaum homo/lesbi mendaftar menjadi wakil rakyat. Seolah menandakan perilaku mereka sudah benar menurut agama. Sementara di sisi lain, lembaga-lembaga amar ma’ruf nahi munkar dimusuhi (juga difasilitasi media massa). Jika mereka berani melakukan aksinya, pers, polisi, pemerintah dan LSM menyebutkan organisasi pelaku kekerasan.

Nabi sendiri jauh-jauh sudah memperingatkan, "Akan datang suatu masa, saat hati seorang mukmin bagaikan meleleh sebagaimana garam mencair dalam air."

Melelehnya orang mukmin, dikarenakan ia melihat kemungkaran dan kedhaliman, tetapi ia membiarkannya begitu saja. Tanpa ada kemauan untuk merubahnya. Seolah sekarang ini 'mafia' kamaksiatan telah terorganisir dengan apik dan teratur secara sistemik. Sampai orang-orang mukmin, seolah 'tak berdaya' untuk melakukan tindakan pengembalian manusia tersesat dari jalan Allah (inabah).

Puncak kondisi sosial semacam ini, maksudnya bila kaum mukmin sudah tidak lagi mampu melakukan amar makruf nahi mungkar, tunggu saatnya Allah akan menghacur-leburkan dan meluluh-lantakkan ummat manusia tersebut dengan meratanya siksaan (musibah). Sebagaimana dikatakan Nabi, "Tiada suatu kaum berbuat maksiat di tengah-tengah mereka (orang-orang mukmin), sedangkan mereka lebih kuat dan lebih banyak daripada yang berbuat itu, kecuali Allah akan meratakan pada mereka siksanya."

Wanita dan seks

Dalam banyak riwayat, Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) mengingatkan masalah wanita dan aurat. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) mengatakan, "Demi Allah yang diriku di tangan-Nya, tidaklah akan binasa ummat ini sehingga orang-orang lelaki menerkam wanita di tengah jalan (dan menyetubuhinya); dan di antara mereka yang terbaik pada waktu itu berkata, "Alangkah baiknya kalau saya sembunyikan wanita ini di balik dinding ini."

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ya'la tersebut di atas akan menjadi kenyataan, manakala ummat manusia telah melegalkan dan menghalalkan perzinahan dan pakaian mewah. (Shahih Bukhari). Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) juga pernah mengatakan, tidak hanya perzinahan, akan tetapi ummat manusia telah melegalkan juga akan minuman yang memabukkan dengan segala rekayasanya. (Musnad Ahmad dan Sunan Abu Dawud, dishahihkan oleh al-Albani).

Pada zaman ini ummat manusia banyak yang mengindap penyakit bakhil. Mereka mau berkorban, bila ada maunya saja. Niat ikhlas karena Allah, mereka gantikan dengan kepentingan-kepentingan pribadinya. Ummat Islam lebih suka memperindah masjid-masjidnya. Bahkan karena masalah sepele, mereka dengan teganya memutuskan tali persaudaraan sesama muslim.

Selain itu adalah semakin banyaknya penyanyi-penyanyi wanita, yang semakin berani membuka auratnya (HR.Thabrani, dishahihkan oleh al-Albani).

Sekarang, semua sudah dinampakkan di depan mata kita. Ketika para artis melawan –bahkan melecehkan fatwa ulama-- ketika mereka diingatkan apa yang dilakukannya itu keliru. Dan lagi-lagi, fitnah zaman seperti ini justru difasilitasi media massa.

Telah banyak tanda-tanda yang dikabarkan dalam hadits Nabi. Dan telah banyak pula di antara tanda-tanda itu diperlihatkan di sekitar kita. Sementara belum banyak yang kita lakukan untuk perbaikan zaman. Lantas, apa modal kita menghadap Allahu Ta’ala bila sewaktu-waktu Allah Subhanahu Wa ta'ala memanggil kita...?





Akhlakmu, Tak Jauh dari Perilaku Temanmu

SEMUA orang kaget bukan kepalang ketika tiba-tiba muncul berita sembilan orang tewas seketika setelah ditabrak oleh sebuah mobil sarat penumpang di Jakarta beberapa waktu lalu. Padahal sembilan orang itu sejatinya sudah berada di jalurnya alias trotoar.

Setelah diselidiki ternyata sang pengemudi baru saja mengkonsumsi narkoba dan minuman keras (miras). Pengaruh narkoba menjadikannya tak mampu mengemudikan kendaraannya dengan baik, sehingga akibat narkoba itu sembilan nyawa melayang sia-sia. Kini sang pengemudi sedang mendekam dalam bui untuk mempertanggung-jawabkan kecerobohannya. Inilah peristiwa yang terjadi pada Afriyani atau dikenal “peristiwa Xenia maut” yang menewaskan 9 orang yang terjadi bulan Januari 2012 lalu.

Agama Temamu

Kasus ini layak untuk dijadikan pelajaran bagi semua umat Islam. Jangan sampai ada di antara keluarga kita --apalagi itu adalah putra-putri kita-- yang ikut-ikutan menjadi pengguna narkoba. Upaya deteksi dini dan pencegahan harus dilakukan secara serius dan terus-menerus. Sebab jika sudah kejadian, maka hilanglah harapan untuk masa depan yang bahagia.

Kasus “Xenia maut” menunjukkan bahwa di negeri ini pergaulan bebas kian tak terkendali. Kita sering alpa hingga lupa siapa teman dan oranng terdekat dari anak-anak kita.

Melihat situasi kekinian yang kian tidak menentu, utamanya soal akhlak dan keimanan nampaknya petuah dari orangtua kita zaman dulu yang dinyanyikan Emha Ainun Najib dan Opick dalam lyrix “Tombo Ati” adalah “Wong kang sholeh kumpulono” (berkumpul dengan orang-orang yang sholeh, red).

Petuah ini mengajarkan kepada kita semua, bahwa untuk menjadi baik, kita harus berkumpul dengan orang-orang yang baik pula (sholeh). Karena akibat kebaikannya itu, secara tidak langsung akan mengajarkan sifat terpuji lainnya kepada kita.

Dengan kata lain, kalau kita ingin hati kita sehat (terbebas dari penyakit dan dosa) maka hindarilah bergaul dengan orang-orang yang suka bermaksiat kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Pepatah Arab menyatakan, “anli mar'i la tas'al, was’al an qoriinihi fainna qoriina bil muqorini yaqtadi.” (Jika ingin tahu seseorang, jangan Tanya dirinya, tetapi tanyalah temannya dan keadaan temannya).

Terjemahan bebasnya adalah, setiap teman meniru temannya. Bila kita berada pada suatu kaum maka bertemanlah dengan orang yang terbaik dari mereka. Dan janganlah berteman dengan orang yang rendah(hina), niscaya kita akan hina bersama orang yang hina.

Lebih dari itu Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah menegaskan dalam sabdanya bahwa:

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang tergantung agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memerhatikan siapakah teman dekatnya.” (HR. Ahmad).

Abud Darda’ berkata, di antara bentuk kecerdasan seseorang adalah selektif dalam memilih teman berjalan, teman bersama, dan teman duduknya. Sebab teman itu boleh dikatakan adalah teman akrab. Teman yang dalam perjalanan hidup nanti akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir, watak, perilaku, dan kebiasaan. Jika teman kita baik, insya Allah kita akan terkondisikan ikut baik dan sebaliknya.

Beberapa kasus terbaru yang terjadi di negeri ini cukup menjadi bukti bahwa teman yang buruk perangainya akan menjerumuskan teman dekatnya pada kebinasaan. Bayangkan saja, di usia produktif disaat seorang pemuda harusnya menata diri untuk berprestasi di masa depan, harus mendekam dalam bui. Lihat saja pengemudi penabrak sembilan pejalan kaki, ia tak sendirian, ia bersama teman-temannya.

Pertanyaannya kemudian apakah haram berteman dengan orang yang jahat?
Sejauh ada kemampuan untuk menghadapi mereka dan bisa memastikan tidak ikut kejahatannya tidak masalah. Karena setiap umat Islam diperintahkan berdakwah terhadap mereka. Tetapi jika tidak punya kemampuan, sebaiknya perkuat dulu diri sendiri, baru orang lain. Sebab kalau kalah, maka kita yang akan terwarnai (terjerumus). Masalahnya, apakah kita yakin memiliki kemampuan pertahanan itu?

Selagi masih di dunia mari kita tingkatkan keselektifan kita dalam bergaul, utamanya pergaulan putra-putri kita. Jangan sampai mereka salah memilih teman lalu terjerumus dalam pergaulan yang negatif. Sebab bukan saja di dunia dampak buruk yang akan diterima, tetapi juga di akhirat. Oleh karena itu bertemanlah dengan orang yang mencintai Allah dan rasul-Nya, bukan yang lain.

Jangan sampai kita mengalami apa yang Allah ilustrasikan dalam ayat Al-Qur’an;

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً
لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُول

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (QS.25: 27 – 29).

Bahkan dalam al-Quran dikatakan, pada hari kiamat itu orang-orang yang saling berteman dalam kemaksiatan akan menjadi musuh satu sama lain karena saling mempersalahkan.

الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

”Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zukhruf: 67).

Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Musa berkata:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Permisalan teman yang baik dan teman yang jelek seperti (berteman) dengan pembawa minyak wangi dan tukang pandai besi. Dan adapun (berteman) dengan pembawa minyak wangi kemungkinan dia akan memberimu, kemungkinan engkau membelinya, atau kemungkinan engkau mencium bau yang harum. Dan (berteman) dengan tukang pandai besi kemungkinan dia akan membakar pakaianmu atau engkau mendapatkan bau yang tidak enak.”

Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bari (4/324) menjelaskan: “Di dalam hadits ini terdapat larangan berteman dengan seseorang yang akan merusak agama dan dunia. Hadits ini juga mengandung anjuran agar seseorang berteman dengan orang yang akan bermanfaat bagi agama dan dunianya. Semoga menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.*






Sayangilah Sesama, Bahkan Termasuk Hewan


KASIH sayang Mukim bersumber dari rahmat Allah Subhanahu Wata’ala. Seorang mukmin adalah sosok manusia yang berjiwa kasih sayang, karena idealismenya adalah berbudi (berakhlaq) dengan akhlaq-akhlaq Allah Subhanahu Wata’ala.

Di antara akhlaq-akhlaq ilahiyah adalah (rahmat) kasih sayang yang meliputi segala-galanya, meliputi kafir dan mukmin, orang baik dan jahat, meliputi juga dunia dan akherat.

Rasulullah dengan rasa rahmat ini memperlakukan sahabat-sahabatnya dan dalam berbagai kesempatan beliau beliau selalu menanamkan rasa kasih sayang ini (rahmat) kepada sahabat-sahabatnya.

Pada suatu hari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) berjalan bersama para sahabatnya menelusuri perkampungan di kota perkampungan di kota Madinah. Dalam perjalanan itu Rasulullah bertemu dengan seorang wanita yang sedang menggendong dan menyusui anaknya.

Melihat itu Nabi berkata kepada para sahabatnya, "Apakah kalian mengira bahwa ibu itu sampai hati melemparkan anaknya ke api neraka? Mereka menjawab, "Tidak-tidak, tidak mungkin dia melemparkan anaknya ke api neraka". Nabi bersabda, "Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya walaupun dibandingkan dengan kasih sayang ibu kandung kepada putranya ini." (HR. Bukhari)

Nama-nama (sifat) Allah yang paling populer setelah nama (Allah) adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang artinya adalah pengasih dan penyayang. Seorang mukmin selalu memulai membaca nama ini, bismillaahirrahmaanirrahiim setiap kali membaca al-Qur'an sebab sebanyak 113 suratnya dimulai dengan kata tersebut.

Kita sendiri selalu mengulangi dua nama ini dalam shalat-shalat wajib tidak kurang dari 34 kali setiap hari. Kedua nama mulia ini, memiliki inspirasi kuat pada jiwa seorang mukmin untuk mengambil bagian dari nama-nama mulia ini.

Imam Ghazali dalam mengomentari nama-nama Allah yang mulia ini dalam kiabnya "Almaq Sadul Asma'" mengatakan "Seorang hamba yang mengambil bagian dari sifat ini adalah merahmati (menyayangi) hamba-hamba Allah yang lalai, agar sadar dan kembali pada jalan Allah dengan cara memberi nasihat, penuh kelembutan tidak dengan kekerasan, melihat pada pelaku kemaksiatan dengan pandangan kasi sayang tidak dengan pandangan yang menyakitkan, melihat pada setiap maksiat yang berlangsung di alam ini sebagai musibahnya juga. Sehingga segera berusaha untuk menghilangkannya sesuai dengan kemampuannya, sebagai rasa rahmat kepada pelaku maksiat tersebut, agar terhindar dari murka Allah Subhanahu Wata’ala. Ia tidak membiarkan seorang melarat namun membantunya sesuai dengan kemampuannya. Ia selalu memperhatikan orang miskin di lingkungannya. Mungkin dengan harta kekayaannya, jabatan atau memintakan bantuan kepada orang lain. dan jika semua itu tidak dapat ia lakukan, ia membantunya dengan berdo'a, ikut berduka cita, trenyuh dan terharu, seolah-olah ia ikut mengambil bagian dari musibah dan kebutuhannya itu.

Barangsiapa tidak merahmati, maka tidak akan dirahmati. Seorang mukmin yakin bahwa ia selalu membutuhkan rahmat (kasih sayang) Allah Subhanahu Wata’ala. Dengan rahmat Allah inilah ia hidup di dunia dan berbahagia di akhirat. Namun juga berkeyakinan bahwa rahmat Allah tidak dapat digapai kecuali dengan merahmati masyarakat manusia.
Nabi bersabda, "Allah hanya merahmati pengasih dan penyayang dari hamba-hamba-Nya." Dalam hadits lain Nabi bersabda, "Barangsiapa tidak merahmati maka tidak akan dirahmati." Sabda Nabi yang lain, "Rahmatilah siapa saja atau apa saja yang ada di bumi, maka kalian akan dirahmati siapa saja yang ada di langit."

Rahmat orang Mukmin tidak terbatas pada saudar-saudara yang muslim saja -walaupun diutamakan- namun juga meluber kepada ummat manusia seluruhnya.

Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda kepada para sahabatnya, "Kalian tidaklah beriman sebelum kalian merahmati!" Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah kami saling menyayangi," mendengar itu Nabi bersabda, "Bukan kasih sayang salah seorang dari kalian kepada kawannya akan tetapi kasih sayang kepada semuanya." (HR. Turmudzi)

Memang sifat mukmin di antaranya yang disebut al-Qur'an adalah sabar dan kasih sayang.

ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ

“Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” [QS. al-Balad: 17]

Rahmat ini tidak hanya terbatas kepada ummat manusia tetapi juga kepada ummat-ummat lain seperti hewan-hewan. Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah mengumumkan kepada para sahabatnya seraya bersabda, "Surga dibukakan pintunya kepada pelacur yang memberi minum anjing lalu Allah mengampuninya, neraka dibukakan pintunya untuk wanita yang menahan kucing sampai mati."

Nah jika nasib orang yang menahan kucing seperti ini, maka bagaimana besarnya siksaan orang-orang yang menahan puluhan ribu anak manusia?

Pernah ada seorang datang kepada Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) dan berkata, "Saya merasa rahmat (sayang) untuk menyembelih kambing ini." Maka Nabi bersabda, "Bila engkau menyayanginya maka Allah akan menyayangimu". (HR. Al-Hakim)
Suatu hari Umar melihat seorang menyeret kambing dengan memegangi kakinya untuk disembelih, maka Umar menegur seraya berkata, "Celaka kamu! tuntunlah kambing itu menuju kematian dengan baik."

Ahli sejarah meriwayatkan bahwa Umar Ibnu Ash pada saat penaklukan negeri Mesir kemahnya dihinggapi burung merpati dan bersarang di atapnya. Ketika Umar akan meninggalkan tempat itu, ia melihat burung itu masih tetap di sarangnya yang ada di atas kemah. Maka ia tidak ingin mengusiknya dengan membongkar sarangnya, sehingga akhirnya menjadi kota 'merpati'.

Ibnu Hikan menyebutkan bahwa Umar bin Abdul Aziz melarang menaiki kuda tanpa ada keperluan, melarang memberi tapal kuda dari besi pada telapak kaki kuda, dan melarang mengekang kuda dengan kendali yang ketat dan berat.

Karena itulah, Rasulullah memberikan pengertian silaturrahim yang bermakna rasa kasih sayang (rahmat). Sabda beliau: "Orang yang bersilaturrahim itu bukanlah orang yang membalas kunjungan atau pemberian, akan tetapi yang dimaksud dengan orang yang bersilaturrahim adalah orang yang menyambung orang yang memutuskan hubungan denganmu."

Di antara sifat-sifat khusus orang Mukmin adalah berhati yang hidup, tanggap, lembut dan penuh kasih sayang. Dengan hati inilah dia berkomunikasi dengan masyarakat dan lingkungannya. Ia akan trenyuh melihat yang lemah, pedih melihat orang yang sedih, dan santun kepada yang miskin dan mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan.

Masalahnya, sering di antara kita memelesetkan perintah kasih & sayang dan rahmatan lil alamin untuk urusan akidah. Padahal, untuk urusan akidah dan nahi-munkar, seorang Mukmin diperintahkan tegas dan bukan lembek.

Allah berfirman,

فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ

“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” (Q.s. Al-Maidah [5]:54)

Walhasil, jika Rasulullah dan Islam saja menganjurkan kita berpeliku sayang kepada binatang dan keras pada orang kafir, mengapa kita sering tidak sayang kepada sesama Muslim, hatta, meski ia seorang yang keras sekalipun?.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar