Powered By Blogger

Kamis, 29 Desember 2011

TAUSIYAH

BULAN



Matahari boleh saja menyebut dirinya sebagai: Sang Surya. Tapi Bulanlah yang punya nama lebih dari satu. Ada Bulan Purnama, Hilal, Bulan Separuh Semangka, Bulan Pisang Bulan Sabit. Bulan keemasan. Apalagi dengan makna yang tidak sebenarnya, tanggung bulan, datang bulan atau bulan-bulanan.

Ketika aku pergi, di tengah padang rumput yang luas. Malam hari, di antara ribuan kelip di antariksa cahaya bulan pun menemani. Perasaan akan terasa damai bila di antara keremangan malam, kita tengah sendiri lalu menatap bulan. Ternyata kita tak sendiri ketika malam cahaya bulan senantiasa menemani. Bila mendung, bulan memang tak terlihat tapi pantulan cahayanya menerobos di antara awan mendung.

Di malam hari bangunlah berwudlu dan tatapan ke angkasa raya. Di antara ribuan cahaya di jagad raya Anda akan melihat bulan. Pernahkah Anda bercakap-cakap dengan bulan. Dia teman curhat yang baik. Dan bulan saksi abadi bagi malam hari.

Salah satu ciri orang shalih adalah berteman dengan bulan. Dia akrab dengan malam, sayangnya malam dan siang kita temui setiap hari. Rutinitas ini menjadi hal yang biasa. Padahal malam adalah momentum sangat berharga bagi mereka yang menginginkan keridhaan Allah SWT.

Malam memiliki dua manfaat yang tak terpisahkan. Malam melindungi kita dari keletihan sekaligus sebagai momentum yang sangat istimewa untuk melebur dosa dan meraih ampunan dari Allah SWT.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan, “Sesungguhnya Rasulullah saw membenci tidur sebelum Isya dan membenci obrolan setelah Isya.” (Muttafaqun Alaih).

Syeikh Nashiruddin al-Albani menjelaskan bahwa boleh seorang Muslim tidak segera tidur setelah shalat Isya dengan catatan yang diobrolkan adalah hal-hal yang positif, seperti mengulang-ulang pelajaran, menceritakan orang-orang shalih, atau tentang akhlak mulia, bicara dengan tamu, dan lainnya.

Menikmati bulan berteman dengan malam sungguh indah. Ketika semua ternyenyak, bangunlah dan tatap ke angkasa, Anda akan merasakan kekuatan Maha Dahsyat yang meresapi dalam aliran darah dan menjadi energi di pagi hari. Aktivitas siang Anda menjadi begitu efektif. Setelah tahajud, sambutlah subuh. Berteman dengan bulan jangan digunakan sekadar untuk menunggu pagi.

Seperti bulan, manusia tidak mempunyai cahaya. Tapi orang yang rajin shalat malam akan menadapat janji Allah berupa cahaya kemuliaan. Dia akan bermandikan cahaya. Jadinya seperti bulan dia akan memantulkan cahaya. Insan seperi ini akan menerangi sekitarnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa ada di dalam surga dan dekat dengan air yang mengalir. Sambil mengambil apa yang diberi oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum ini di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.” ( Surah az-Zariat ayat 15-18).








AWAN


Awan adalah massa terlihat dari tetesan air atau beku kristal tergantung di atmosfer di atas permukaan bumi atau lain planet tubuh. Awan juga terlihat massa tertarik oleh gravitasi, seperti massa materi dalam ruang yang disebut awan antar bintang dan nebula. Awan dipelajari dalam ilmu tentang awan atau awan fisika cabang meteorologi.

Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan.

Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.

Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,

"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal. Lalu kamu lihat air hujan ke luar dari celah-celahnya. Maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira." (al Qur'an 30:48)

Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dan lainnya. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.

Di benak anak kecil awan adalah tampat hayalnya bermain. Kadang dia bisa menjadi dinosaurus, robot atau mahluk menyeramkan lainnya. Mereka mencari-cari dan menetapkannya sesuai imajinasi. Dan betapa senangnya bila dia mendapati awan yang pas dengan imajinasinya, “ Lihat itu mirip naga!”

Bagi nelayan, petani atau pengembara, pergantian awan dinanti dengan harap dan cemas. Karena awan itu bisa mengisyaratkan cerah atau badai. Dari situ mereka memutuskan langkah berikutnya. Apakah harus bertanam, apakah harus melaut atau apakah harus melanjutkan perjalanan.

Prinsip Awan adalah datang tidak diundang dan ketika pergi dia tidak datang lagi. Jadi awan juga berarti kenangan selain itu juga berarti kesungguhan bahwa ketika berbuat baik kita tak perlu undangan dan selesai berbuat baik kita pun segera melupakan biar Allah saja yang menghitung








LANGIT


“Aku suka warna biru,” katamu dalam sebuah kesempatan di pantai.

Alasanmu biru itu langit yang selalu menaungi. Memang meski ada badai hitam yang gelap. Atau tertutup awan putih: Coba saja tanya kepada para nelayan itu, apa warna langit. Pasti dia akan menjawab, biru. Dan tak hanya nelayan, orang awam pun dengan pasti akan mengatakan bahwa langit itu biru. Demikian pula orang terdekatmu, kalau ditanya dia akan menjawab seragam, biru.

Di pantai, air laut pun menjadi biru.

Langit dengan birunya selain menyisakan harapan juga lambang kekuatan. Karena kokoh meski tak bertiang. Karena warnanya yang tak berubah meski siang malam, atau ada badai sekali pun, langit juga melambangkan kesetiaan.

Dari dulu, sejak zaman nenek moyang hingga kini langit biru. Langit di mana pun biru, baik itu di Eropa, Asia, Afrika Australia maupun Amerika.

Peristiwa Isra’ Mi’raj yang menyebut-nyebut tujuh langit mau tak mau mengusik keingintahuan kita akan hakikat langit, khususnya berkaitan dengan tujuh langit yang juga sering disebut-sebut dalam al-Qur’an.

Dalam memperingati Isra’ dan Mi’raj sering kita diajak oleh pembicara pengajian akbar melanglang buana sampai ke langit

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad saw) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Isra [17]:1)

Dan tentang Mi’raj Allah menjelaskan dalam:

“Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad saw) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS an-Najm [53]: 13-18)

Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu.

Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah salat wajib.

"Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya." (QS al-Baqarah [2]; 144)

Pada awalnya, kiblat shalat umat Islam adalah Baitul Maqdis. Mengetahui hal Itu orang-orang Yahudi bergembira. Nabi Muhammad saw pun kemudian cenderung menyukai kiblat Nabi Ibrahim as. Rasulullah saw berdoa sambil menatap ke arah langit, berharap Jibril datang membawa jawaban atas apa yang ditanyakan.

Lalu turunlah QS al-Baqarah 144. Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dari mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.

Shalat, kiblat dan langit yang tengah kita bicarakan, mengisyaratkan bahwa untuk mencapai derajat yang tinggi kita harus fokus, senantiasa menjalin komunikasi vertikal, agar kita kokoh dan sejuk menaungi seperti langit.








SAMUDRAKU



Ketika berdiri di bibir pantai, aku suka merasa ngeri. Rasanya seperti ada magnet yang menarik kuat. Gelombang-gelombang yang hilir mudik itu seakan mengaduk-aduk darah di dada ini. Bayangkan kalau dari laut itu ada tangan kuat yang menarik sehingga masuk ditelan oleh gelombang. Atau rasanya kaki ini ingin melompat begitu saja, masuk ke dalam gulungan ombak. Cobalah berdiri di bibir pantai, kalau pun tidak ngeri Anda akan diliputi pertanyaan, ada apa di dalam sana?

Laut memang menyimpan misteri. “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.” (QS an-Nuur [24]:40)

Ngeri dan penuh misteri karena itu laut bagiku adalah keajaiban dari Sang Maha Pencipta. Keajaiban laut adalah dia memiliki batas yang jelas

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. (QS ar-Rahman [55]:19-20)

Setiap laut pasti bergelombang. Persoalannya bagaimana perahu ini terus berlayar agar sampai ke pulau impian. Seorang peselancar menikmati ombak lautan hingga dia mendapat medali, Nelayan dipermainkan ombak hingga mendapat buruannya lalu pulang disambut senyum istri. Puisi dan nyanyian pun tercipta dari berakrab-akrab dengan. Samudera juga tempat mengadu bagi orang yang diliputi rindu.

Laut memang luas dan dalam Dialah (Allah) yang menundukkan 1autan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur (QS an-Nahl [16]: 14).

Rasulullah saw bersabda: “Demi Allah, dunia ini dibanding Akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan Jarinya ke laut; air yang tersisa di jarinya ketika diangkat itulah nilai dunia.” (HR Muslim).

Pepatah mengatakan dalamnya laut bisa diduga, dalamnya hati manusia siapa yang tahu?

Sebaliknya bagi seorang Muslim, hatinya lebih luas dan lebih lapang dari lautan. Dia menjadi tempat menampung keluh kesah dan memberi kepada setiap orang yang meminta maaf. Hati yang seluas samudera.









DARAH


Cobalah tengok makam pahlawan, maka Anda akan mendapatkan fakta, salah satu bukti cinta tertinggi untuk tanah air alias nasionalisme adalah rela meneteskan darah menyumbangkan jiwaraga untuk negeri yang dicintai.

Mereka yang berjuang karena Allah dan mendapatkan syahid, meneteskan darah juga. Sama-sama membela yang diyakini. Dan sama-sama menyumbangkan jiwaraga. Sama-sama merelakan barang yang paling berharga. Tumpah darah hingga meregang nyawa.

Ibu-ibu melahirkan, mengeluarkan darah dagingnya. Meregang antara hidup dan mati. Bahkan Sembilan bulan penantian adalah hari-hari yang senantiasa berjuang. Tidur tak nyenyak makan pun tak nikmat. Dari darahnya mengalir saripati makanan untuk sang buah hati. Darah dagingnya.

Setelah dewasa, sang anak pun harus melewati fase-fase darah. Entah itu akikah yang memotong hewan ternak berupa kambing, khitan atau menstruasi. Seakan mengsiyaratkan bahwa kehidupan tak selama semerbak mewangi, namun ada kalanya amis dan berdarah-darah.

Dari setetes darah mengalirkan panjang hereditas, garis keturunan. Maka menumpahkan darah seorang sama saja dengan membunuh sebuah umat. Jadi jangan main-main dengan masalah darah ini. Inilah yang menentukan seseorang boleh dinikahi atau berhak mendapatkan harta warisan.

Di Idul Adha darah telah tertumpah. Hewan-hewan ternak bergelimpangan dagingnya kita nikmati dan semua kaum muslimin bergembira. Inti ajaran para Nabi dan dalam hal ini adalah Ibrahim as adala aqidah

Pembebasan adalah jalan yang mengeluarkan diri kita dari kungkungan kebodohan dan kelemahan.·· Kebebasan pada agama dapat dilihat dalam tiga aspek. Aspek pertama adalah pembebasan dalam bidang· tauhid. Pembebasan dalam hal ini dapat dilihat pada perjuangan awal· Nabi Ibrahim· as. dalam mencari Tuhan. Perjuangan nabi Ibrahim yang mengantarkannya pada ajaran tauhid ini memberi implikasi bahwa tiada yang patut mendapat sembah kecuali Yang Maha Satu.

Pembebasan yang dilakukan oleh Muhammad Saw. meliputi tidak hanya dalam masalah ketuhanan dengan melakukan pemurnian kembali ajaran tauhid namun juga meliputi bidang sosial. Seperti Pembebasan terhadap para budak dilakukan. Pembebasan lain yang dilakukan adalah ditempatkannya status perempuan pada maqam yang lebih tinggi. Pembebasan lainnya adalah dalam bidang ekonomi, dengan dilarangnya riba.

Terakhir, dimensi pembebasan agama termaktub dalam aspek individual. Ajaran-ajaran agama senantiasa mengajarkan pada pemeluknya untuk melakukan penyucian hati. ·Kaum muslimin adalah orang yang berjalan dengan ilmu bukan emosi. Sadar bahwa hukum asal darah kaum muslimin adalah terjaga. Begitu pula dgn kehormatan dan harta kaum muslimin semua terjaga.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan dlm hadits shahih yg diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim saat Haji Wada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

“Sungguh darah harta dan kehormatan kalian adl suci seperti suci hari ini seperti suci bulan ini dan seperti suci negeri ini hingga hari kalian bertemu Rabb kalian.”









ANGIN BERBISIK


“Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur.” (QS ar-Ruum [30]: 46)

Angin yaitu udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara(tekanan tinggi ke tekanan rendah) di sekitarnya. Angin merupakan udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu udara yang rendah ke suhu udara yang tinggi.

Angin di tangan seniman menjadi sarana berkecamuknya ide-ide. Angin bagi sang perindu adalah wasilah untuk menyampaikan kabar. Tak ada, tapi nyatanya bisa merontokkan daun. Bahkan menumbangkan pohon. Bila semua jalan tertutup, maka angin menyampaikan rindu kita. Angin berbisik pada kata, memberi kabar menepis rindu. Siapa bisa menghalangi angin.

Seperti angin yang kasat mata, seorang Muslim meski telah tiada, kehadirannya tetap menjadi kenangan.

Angin terbang bebas, bisa pergi ke belahan dunia manapun yang ingin dituju. Dakwah seorang Muslim hendaklah sampai ke mana ada angin itu bertiup. Seperti angin, Kita harus mengunjungi dan menjadi rahmat di belahan manapun dunia ini. Dan memberi kesejukan dalam setiap kehadirannya.

Satu perahu berlayar ke timur dan satu lagi ke barat, padahal digerakkan oleh angin yang sama. Jadi, bentangan layarlah, dan bukan arah angin yg menentukan ke mana arah kita. Seperti angin laut itulah alur nasib kita. Ketika kita mengarungi kehidupan, bentangan jiwa kitalah yg menentukan tujuannya, dan bukan ketenangan atau ombaknya.

Angin itu terkadang menjadi hukuman dan siksaan, di samping terkadang menjadi nikmat dan rahmat. Itu semua terjadi dengan perintah Allah. Dalam sebuah hadits yang sahih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mencaci maki angin dengan alasan bahwa angin itu sekadar makhluk yang diatur dan diperintah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencaci angin karena angin itu diperintah”.

Di antaranya adalah kisah yang Allah ceritakan dalam al-Qur’an tentang hukuman yang Allah berikan kepada kaum ‘Aad yang merupakan kaum Nabi Hud. Allah hancurkan mereka dengan angin.

Seorang Muslim ibarat angin senantiasa bergerak. Seperti angin, tak pernah diam. Seperti itulah harakah.

Kadang dalam ibadah kita merasa terganggu, karena mau buang angin. Jangan sembarangan dengan angin, operasi di perut atau berlanjut ke bagian anus, yang bernilai jutaan itu baru dikatakan sukses bila sudah berhasil buang angin

2 komentar:

  1. Askum....
    Mau tanya apa hukumnya sseorang yg msih memiliki ortu tpi dia mondok di panti asuhan...
    Tlong dijawab ya...
    Trimakasih .
    Waskum .

    BalasHapus
  2. Askum....
    Mau tanya apa hukumnya sseorang yg msih memiliki ortu tpi dia mondok di panti asuhan...
    Tlong dijawab ya...
    Trimakasih .
    Waskum .

    BalasHapus