Powered By Blogger

Kamis, 29 Desember 2011

KONSULTASI KELUARGA

DARI RUMAH CAHAYA ITU MEMANCAR


“Sebaik-baik perempuan di alam semesta ada empat, yaitu Asiyah istri Fir’aun, Maryam putri Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.” (HR Bukhari & Muslim)

Oleh Eman Mulyatman

Aneh juga ketika undangan itu tiba, menjadi pembicara dalam seminar bertemakan Menjadi Muslimah Berprestasi. Pertama, karena penulis seorang laki-laki. Kedua, berbicara di hadapan Muslimah sangatlah tak mudah.

Memang Sabili pernah mengulas dalam Telaah Utama di bawah judul, Perempuan-Perempuan Ajaib, edisi 20 Tahun XV, yang diterbitkan pada bulan April. Perempuan-perempuan Ajaib dibuka dengan cita-cita ibunda Sayyid Quthb untuk memperoleh anak-anak yang hafal al-Qur’an dan ditutup dengan galeri kiprah Muslimah.

Bila kita membuka-buka kembali diktat kuliah jurnalistik, akan kita dapati bahwa pembaca itu cenderung kepada naluri rendah. Hal-hal yang aneh dan tabu akan merangsang rasa ingin tahu. Akan laku di pasaran. Perhatikan data di bawah ini. Berdasarkan Survei AC Nielsen pada 2002 terekam data, bahwa untuk wilayah Jabodetabek, pembaca majalah yang mendapat ranking tertinggi adalah Misteri yaitu, 879.000 disusul Aneka 479.000 dan Sabili 476.000.

Bagaimana membaca survei itu? Menggelikan, yang banyak dibaca adalah majalah yang berbau mistik kemudian majalah yang bertema remaja. Setelah itu baru lainnya.

Perempuan, memang memegang peranan yang sangat vital. Apalagi dalam rumah tangga dan keluarga. Bayangkan bila seorang dai sibuk bicara Thaharah kesana-sini tapi ketika di rumah tamunya melihat najis dimana-mana. Tentu simpati jamaah akan hilang.

Dalam Bab Pendahuluan buku Tips Menjadi Pasangan Suami Istri Paling Bahagia, terbitan Maghfirah Pustaka, Abdurrahman bin Athaillah al Muhammadi sang penulis merasa risau. Sejak lama Abdurrahman memerhatikan keadaan beberapa keluarga dan mulanya dia beranggapan bahwa mereka hidup dalam kenikmatan, kenyamanan hati dan ketentraman.

Namun, seiring dengan berlalunya waktu dan setelah Abdurrahman menikah serta bergaul dengan orang-orang, dia mulai mengetahui keadaan rumah tangga yang sebenarnya dan apa yang terjadi di dalamnya. Dia terkejut, ternyata permasalahan silih bergnati memenuhi kehidupan berumah tangga.

Mengutip koran Al Madinatul Munawarah, Jumat 7 Rabiul Akhir 1427 H Tingkat perceraian semakin naik, hingga pada sebagian negara-negara Arab mencapai 35%, dan sebagian yang lain mencapai 39%. Sedangkan angka yang dikutip Koran Dunya, edisi 163 6 Sya’ban 1427 H lebih mencengangkan lagi, pada sebagian kota, persentase perceraian ini mencapai 60%, bahkan beberapa penelitian terakhir menyebutkan angka perceraian telah mencapai angka 64%.

Ini fenomena yang benar-benar menakutkan dan mencengangkan. Belum lagi kalau ditambah dengan beberapa masalah lain, seperti status beberapa perempuan yang tidak menentu perkawinannya dan beberapa perempuan yang didiamkan oleh suami-suami mereka.

Masalah besar, sedang mengepung rumah tangga-rumah tangga umat Islam. Tak hanya soal perceraian dan status yang tak jelas, moral dan akhlak anak-anak dalam keluarga juga bisa disebut mengalami penurunan.

Psikolog Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah Hati melakukan riset ke beberapa SD di Jabodetabek. Hasil yang didapatkan sangat mengejutkan. Dari Januari 2007 hingga Agustus 2008 dengan responden 1.997 siswa diperoleh data, mereka terpapar materi pornografi: Dari komik 27 persen, games 16 persen, film televisi 13 persen, handphone 13 persen, internet 12 persen, VCD dan DVD 10 persen, majalah 6 persen, koran 2 persen, serta novel 1 persen.

Ayah dan Ibu, seharusnya kembali melakukan peranan vital, memberikan arahan dan tujuan pada perjalanan keluarga yang benar. Dan di sini, peran perempuan sangatlah besar.

Menurut Christanti Suzanna,Psi untuk berprestasi maka seorang Muslimah harus bisa menata dirinya sendiri. Manajemen Diri Muslimah karena Rasulullah saw mengingatkan Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah perempuan shalihah (HR. Muslim). Sebagaimana perhiasan maka dia harus melalui proses dulu untuk menjadi berharga. Intan dan emas hanya akan berkilau setelah melalui proses penggosokan dan pembakaran.

Selanjutnya Christanti Suzanna yang akrab dipanggil Ibu Nonon ini menekan bahwa perempuan adalah tiang negara, apabila baik perempuannya maka baiklah negara dan apabila rusak perempuannya maka rusaklah negara. “Di samping laki-laki yang hebat, pasti ada perempuan yang hebat pula,” katanya.

Maka dia menegaskan untuk menjalankan peran-peran tersebut perlu dilakukan tarbiyah. Muslimah harus masuk ke dalam pengkaderan yang meliputi pembinaan terstruktur. “Tak kalah pentingnya Tarbiyah Dzatiyah atau mampu memanage diri sendiri,” kata Nonon.

Dra Hj Anis Byarwati M.Si menambahkan bahwa dari pengamatannya, ekspansi dakwah ini membutuhkan ketersediaan kader-kader ikhwan dan akhwat dalam jumlah banyak, yang memiliki keunggulan normatif dan aplikatif. Kemampuan jajaran kader melakukan ekspansi dakwah, menyebarkan fikrah, memperluas pengaruh dan membangun kepemimpinan di masyarakat akan menentukan keberhasilan misi dakwah.

Secara teori menurut Anis, factor-faktor yang mempengaruhi kualitas Muslimah adalah; bakat, asuhan keluarga, proses tarbiyah, kepribadian, lingkungan dan juga tantangan. “Tantangan yang dimaksud menurut adalah daya dukung internal, opini masyarakat dan kesempatan,” katanya.

Kalau mampu mengatasi tantangan itu maka dia layak untuk menjadi miss universe. Putri sejagad atau perempuan unggulan. Hadits nabi menyebutkan “Sebaik-baik perempuan di alam semesta ada empat, yaitu Asiyah istri Fir’aun, Maryam putri Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.” (HR Bukhari & Muslim). Merekalah yang layak mendapat Miss (es) Universe Forever








AYAH PILIH KASIH


Assalamualaikum Wr.Wb

Semoga bu Lara dan segenap staf Sabili tetap semangat berdakwah.

Bu Lara, keluarga saya sedang mengalami masalah yang lumayan serius. Sebenarnya hanya masalah kecil, tapi lama-lama karena lumayan sering, akhirnya jadi ‘meledak’ seperti ini.

Begini bu, anak saya yang nomor satu, kelas II SMA, laki-laki, beberapa bulan terakhir bertengkar terus dengan bapaknya. Malah sempat saling melotot-melototan segala.

Merinding saya melihat hubungan mereka. Saya selalu bela anak, karena memang suami saya kayaknya terlalu keras dan agak pilih kasih. Beda sekali perlakuannya dengan anak kami yang perempuan, malah terkesan memanjakan. Jadilah saya dan anak laki-laki kami ‘menyerbu’ bapaknya.

Tapi namanya istri, saya kena bentak suami juga bu. Anak kami suka pulang telat ke rumah, tapi saya rasa wajar, hanya telat 15- 30 menitan; sering juga minta uang lebih katanya buat beli makanan, karena cepat lapar kalau di sekolah.

Saya yakin anak saya tidak macam-macam, tapi bapaknya bukan main curiganya dan suka nuduh sama dia, padahal tak ada bukti.

Curiga kalau anak merokok, padahal tidak pernah bau rokok.

Curiga anak pacaran, padahal tidak pernah keluar malam.

Bagaimana posisi saya bu, apa mungkin bisa menasihati suami yang keras kepala begini? Wassalam.

Bu Riris, Bogor

Semoga Ibu Riris diberi kekuatan untuk bersabar dan mencari jalan keluar terbaik untuk membina hubungan antara anak dan suami agar bisa harmonis. Semoga pula wujud kasih ibu pada anak, tidak diiringi dengan sikap ‘menyerbu ‘ pasangan sendiri. Amin.

Bu Riris, saya dapat merasakan bagaimana kuatnya ikatan antara seorang ibu dan anaknya, sehingga ibu akan membela dan ‘mau berkorban’ menghadapi pasangan sendiri, saat anak diperlakukan kurang baik.

Penjelasan dari ibu bahwa tuduhan bapak tak ada buktinya, semoga memang begitu kenyataannya. Namun demikian ada baiknya jika kita tetap waspada tentang hal ini mengingat kondisi zaman sekarang yang begitu kompleks sehingga kita tidak mungkin bisa memastikan kegiatan anak sehari-hari.

Saya sarankan ibu untuk berbicara dengan anak dari hati ke hati.

Ajak dia berpikir dan mengemukakan pendapatnya tentang alasan bapak mencurigai dia. Jika memang anak tidak merokok dan tidak pula pacaran, doronglah anak untuk membuktikan kebenaran itu pada bapaknya, paling tidak dengan cara pulang ke rumah pada waktunya.

Nasihati pula anak dengan cara yang bijak agar lain kali bisa bersikap lebih santun , tidak melotot, ketika emosi bapaknya mulai meninggi. Berikan penjelasan pula pada anak bahwa bapaknya sangat khawatir dengan dia , walaupun rasa sayangnya tersebut kadang ditunjukkan dengan cara yang tidak tepat.

Ibu bisa menjelaskan bahwa faktor kelelahan bapak setelah pulang bekerja seringkali memicu bapak menjadi lebih emosi. Dengan demikian, semoga anak bisa belajar untuk lebih memahami kondisi bapaknya.

Bu Riris,

Kekhawatiran bapak pada anaknya, juga perlu dihargai, apalagi hal-hal yang dikhawatirkan adalah untuk kebaikan anak kita sendiri. Katakan rasa penghargaan kita pada suami bahwa di satu sisi rasa marah dan kecurigaan suami pada anak, memang merupakan wujud perhatian dan kasih suami dalam bentuk yang lain.

Dengan demikian, ibu telah memposisikan diri ‘setuju’ untuk hal tertentu dengan suami. Jika kita membuka pembicaraan dengan suami dimulai dengan sikap positif, Insya Allah emosi suami pun akan cenderung positif saat menanggapi.

Selanjutnya, jika kondisi memungkinkan dan cukup nyaman, ada baiknya jika ibu bisa memberi sedikit penjelasan tentang perkembangan anak remaja seusia anak bapak dan ibu. Tanyakan pada bapak, apakah bapak setuju atau pernah mendengar bahwa usia remaja adalah usia yang cukup berat bagi anak karena mereka masih berada pada masa transisi antara masa anak dan masa dewasa.

Secara fisik, mungkin tinggi dan besar badan anak sudah hampir sama dengan bapaknya, tapi secara emosi, anak-anak ini masih labil dan jauh dari matang. Dengan demikian, akan sulit bagi anak untuk bisa mengontrol emosinya jika bapak pun tidak terkontrol emosinya.

Intinya, kita sebagai orang tua perlu bersikap bijak dan menunjukkan kepribadian yang matang di hadapan anak kita, agar rasa hormat mereka pun muncul karena kebijaksanaan kita. Semoga ibu dan keluarga bisa bersikap lebih bijaksana dalam menghadapi masalah sehari-hari.

Terus berikhtiar ya bu!

Wassalam


Hubungan harmonis dengan remaja akan terjalin, ketika orang tua:
 Menunjukkan kepribadian yang matang dan bijaksana
 Memberi anak kesempatan untuk belajar bertanggugjawab
 Menunjukkan empati
 Menghindari judgment tanpa bukti









PUBERTAS TAK SELALU NEGATIF



Ada satu fase dari pertumbuhan anak yang paling dikhawatirkan oleh para orang tua. Fase ini sering disebut dengan masa pubertas. Dari aspek biologis, pubertas merupakan fase yang dimulai dari usia baligh alias kematangan biologis. Fase ini biasanya berada antara usia 12 tahun dan 18 tahun.
Kesalahan-kesalahan menghadapi pubertas ini banyak sekali dan beragam. Misalnya, tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri. Padahal Rasulullah saw melatih anak-anak para sahabat sejak kecil untuk memikul tanggung jawab dalam bidang-bidang yang beragam dan turut menanggung beban kehidupan.
Hal ini seperti digambarkan dalam hadits Tsabit radhiyallahu anhu, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata, "Rasulullah saw datang saat aku bermain bersama bocah-bocah lainnya. Lalu beliau memberi salam kepada kami, lalu mengutusku untuk suatu urusan. Sebelum pergi, aku menemui ibuku lalu ia bertanya, 'Apa keperluan beliau itu?' Aku berkata, 'Itu rahasia!' Ia berkata, 'Kalau begitu, jangan ceritakan rahasia Rasulullah saw ini kepada siapa pun!' Anas radhiyallahu anhu berkata, 'Demi Allah, andaikata boleh aku menceritakannya kepada seseorang, pastilah sudah aku ceritakan hal itu kepadamu, wahai Tsabit!" (HR. Ahmad).
Betapa perhatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam melatih anak-anak kecil untuk melakukan beberapa pekerjaan. Dengan begitu, tumbuh kokohlah jati diri mereka. Ini penting sebagai persiapan mereka untuk menghadapi kehidupan. Kasus keluarga berantakan (broken home), salah satunya diakibatkan oleh anak yang merasa tidak dihargai keberadaannya.
Kesalahan lain adalah membiarkan sang buah hati digarap oleh lingkungan. Akibatnya, anak tumbuh liar. Betapa pun tingginya prestasi dan megahnya gedung sekolah atau beragam jenisnya: Pesantren, Sekolah Islam Terpadu atau asrama, tanggung jawab pendidikan tetap berada di pundak orangtua.
Jangan berikan celah bagi nilai-nilai non-Islam masuk ke rumah. Jangan serahkan pendidikan anak kita pada TV atau membiarkan orang-orang yang tidak berakhlak masuk ke rumah kita, meski dia saudara, kerabat, teman atau pembantu. Karena kalau dibiarkan Anda akan termasuk tipe suami dan laki-laki 'Dayyuts' yang tidak akan masuk surga.
Rasulullah saw bersabda, "Tiga orang yang telah Allah haramkan masuk surga: pecandu khamr, pendurhaka terhadap kedua orang tuanya dan Dayyuts (suami yang tak punya rasa cemburu) yang menyetujui perbuatan keji dalam keluarganya," (HR an-Nasai).







KEHABISAN AKAL MENGHADAPI ANAK PUBER


Assalamualaikum wr wb,

Bu Lara yang baik, saya seorang ibu rumah tangga yang kehabisan akal menghadapi anak laki-laki saya yang beranjak gede. Bulan Juni kemarin dia pagi-pagi minta dimasakin air, karena katanya mimpi basah. Saya bersama suami kaget. "Kok dia tidak malu?" begitu pertanyaan di hati kami.

Tapi, kami senang juga karena dia terbuka. Kami memang selalu berusaha dekat dengan anak-anak. Masalah pornografi misalnya, kami ingin mereka mengenalnya dari kami, orangtuanya, bukan dari teman-temannya. Sehingga kami bisa arahkan bahwa itu adalah aurat atau kehormatan yang harus dijaga.

Anak kami itu, sebut saja Dani, sekarang SMP, memiliki seorang adik perempuan Dina yang baru kelas 3 SD. Ya ampun Bu, setiap hari ada-ada saja yang jadi bahan pertengkaran. Dani selalu mengoreksi setiap gerak-gerik Dina. Dari mulai celana, baju, jilbab, bedak, sampai tas dan alat sekolah. Dani juga suka mengevaluasi teman-teman main Dina. Si ini boleh ke rumah, dan si itu nggak boleh. Gimana ya Bu, saya jadi kehabisan akal. Karena ada-ada saja yang jadi permasalahan.

Beginikah anak menjelang puber? Saya selalu menasihati Dina agar mengalah.

Ibu Ani, Pekalongan

Wa'alaikumussalam wr wb

Ibu Ani yang Insya Allah dirahmati Allah.

Senang rasanya mendengar suatu keluarga, dimana secara kontinyu selalu berusaha untuk dekat dengan anak-anak. Kondisi keluarga ibu yang cukup terbuka dan komunikatif merupakan suatu potensi besar dalam mengatasi permasalahan konflik dengan sang buah hati.

Keyakinan Ibu dan suami untuk memperkenalkan pada anak tentang banyak hal, termasuk masalah pornografi, adalah keputusan yang tepat. Hal ini lebih positif dibandingkan jika anak mendengarnya dari orang lain. Karena belum tentu informasi dari orang lain itu sesuai dengan harapan dan ajaran agama kita. Apalagi Ibu dan suami menyempatkan waktu untuk menjelaskan tentang pentingnya menjaga kehormatan diri.

Ibu Ani yang sangat peduli.

Semoga Ibu diberikan kelapangan hati oleh Allah SWT. Semoga Ibu tidak kehabisan akal untuk terus mencari cara menghadapi anak yang beranjak dewasa. Kekagetan Ibu tentang keterbukaan Dani bahwa dia mengalami mimpi basah merupakan hal yang wajar terjadi. Namun, semoga kekagetan ibu dan suami masih terkontrol dan tidak sampai menyebabkan kepanikan pada diri sendiri. Sebab itu, hal itu akan berakibat kurang baik untuk anak.

Kejujuran Dani pada Ibu dan suami semoga lebih ke arah positif. Dani percaya pada orang tua sehingga memberikan alasan yang jelas mendapat sambutan hangat.

Tidak banyak anak remaja sekarang yang begitu jujur, terbuka dan berbagi 'rahasia' dengan orang tua mereka, Bu. Saya pikir kejujuran Dani sangat perlu dihargai.

Langkah selanjutnya adalah Ibu dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang masalah seksualitas dan pubertas ini, tapi tidak dengan cara terburu-buru. Ekspresikan rasa keyakinan kita pada anak, bahwa kita percaya bahwa dia akan selalu mengingat aturan agama dalam bersikap dan berperilaku.

Pubertas merupakan salah satu konsekuensi dari perubahan hormonal. Perubahan secara fisik ini akan mengakibatkan perubahan psikologis termasuk perubahan emosi anak. Seringkali masa ini disebut dengan masa transisi dan tahapan krisis. Secara fisik mereka sudah tampak seperti orang dewasa, namun secara psikologis belum ditunjang oleh kemampuan intelektual dan emosi sosial yang matang.

Mood mereka juga seringkali berubah-ubah, terkadang terkesan memberontak, tidak senang dengan aturan, ingin mencoba sesuatu yang menantang, ingin menunjukkan eksistensi diri, dan lainnya. Dengan begitu, seringkali masa ini diliputi dengan konflik, terutama dengan orang tua.

Dalam tahap pencarian identitas diri remaja inilah, peran orang tua dan faktor lingkungan sekitar anak menjadi sangat penting. Kesabaran orang tua untuk merangkul anak 'yang sedang bingung juga' terhadap dirinya, akan membantu mereka dalam berjuang mencapai kemandirian.

Ibu Ani yang saya hormati.

Memang membutuhkan kesabaran dan kekuatan ekstra untuk melalui tahun-tahun anak yang sedang pubertas ini. Mungkin kita bisa merefleksikan diri kita saat remaja dulu yang tentu saja tidak sempurna. Namun, kita kemudian akan menyadari bahwa dengan berjalannya waktu, akan beriring dengan meningkatnya pemahaman kita terhadap nilai-nilai moral dan agama.

Sikap dan perilaku kita yang dulu saat remaja kita anggap benar, mungkin baru bisa kita lihat titik lemahnya ketika kita sudah melewati masa itu. Intinya, peran kita untuk belajar memahami, menerima dan menghargai anak kita Insya Allah akan meminimalisasi persoalan yang ada.

Tentang masalah Dina yang Ibu harapkan selalu mengalah, saya sarankan perlu dipikirkan lagi secara lebih bijaksana. Saya tidak yakin Dina yang masih kelas 3 SD bisa memahami niat baik Ibu untuk menyuruhnya terus mengalah pada kakaknya.

Saya pikir kita bisa lebih bersikap proporsional, sehingga anak akan memandang kita cukup adil dalam menyelesaikan konflik. Jika 'kesalahan' berada di pihak Dani, kita perlu mengkomunikasikannya secara baik bahwa pendapat Dani perlu didiskusikan kembali. Perhatian, penerimaan dan penghargaan terhadap pendapat masing-masing anak merupakan pondasi untuk mencapai keharmonisan dalam keluarga.

Ibu Ani yang penuh kasih.

Salah satu kunci utama untuk menstabilkan suasana keluarga adalah dengan membangun suasana "mutuality", yaitu membina kebersamaan, "sense of us" (perasaan kekitaan) atau "this is our family" (perasaan bahwa ini keluarga kita). Stabilitas dalam keluarga ini bukan berarti selalu 'baik' dan sama dalam setiap kondisi. Keluarga yang stabil adalah mereka yang bisa beradaptasi dengan perubahan atau situasi baru dan terbuka akan perubahan tersebut, selama masih dalam koridor agama.

Berkaitan dengan masalah Dina dan Dani, kita perlu menjelaskan pada anak. Jelaskan pada Dani, bahwa perilaku atau sikapnya, ataupun sikap anggota keluarga yang lain akan memengaruhi situasi keluarga kita. Anggota keluarga juga perlu belajar untuk peka, bukan hanya pada diri sendiri, tapi juga anggota keluarga yang lain, termasuk adik.

Jika ada hal-hal yang tidak disukai pada adik ataupun pada teman adik, kita bisa menyampaikannya dengan baik dan memberikan alasan yang tepat mengapa kakak berbuat demikian. Kakak juga diharapkan menerima masukan dari adik dan menyimak alasan adik mengapa berbuat demikian.

Semoga ibu dan suami juga bisa menjelaskan secara sederhana pada anak bahwa pertengkaran yang terjadi antaranggota keluarga dapat digunakan sebagai kesempatan belajar tentang diri kita, termasuk belajar untuk menerima style (gaya) adik dengan keterbatasan usianya.

Terus ikhtiar dan tetap optimis ya Bu.

Menciptakan Lingkungan Keluarga yang Harmonis
Memberikan perhatian, dengan cara:
o Meluangkan waktu bersama anak
o Berbagi tugas melakukan kegiatan harian bersama anak
o Terlibat dengan kegiatan anak
o Belajar menyimak pendapat anak
o Rencanakan kegiatan spesial bersama keluarga

Menerima anak, dengan cara:
o Menghargai pendapat anak
o Berfokus pada kelebihan anak dan memberi masukan positif tentang kekurangan anak
o Hindari membandingkan antara kakak dan adik
o Latih anak untuk mengekspresikan perasaannya dan merespon perasaan orang lain tanpa menghakimi

Menghargai pendapat anak, dengan cara:
o Menekankan pada kebenaran anak dulu dibandingkan hal yang salahnya.
o Menggunakan bahasa yang konstruktif seperti:
 "Dani, Ibu senang dengan masukan kamu untuk Dina untuk tidak berpakaian seperti itu.... Tapi mungkin kita bisa beritahu dengan cara yang lebih baik....
 Dina, Ibu tahu kamu tersinggung dengan ucapan Dani tentang temanmu, namun sebenarnya Dani sangat peduli pada Dina....








SIBUK BERDAKWAH ANAK TERLANTAR



Assalamualaikum Wr.Wb

Bu Lara dan keluarga yang diberkahi Allah SWT,
Saya ibu rumah tangga, memiliki putra-putri yang masih kecil. (putra 5 tahun, putri 2,5 tahun). Pekerjaan sehari-hari mengurus anak-anak, membereskan rumah, memasak dll. Saya sedang bosan sekaligus khawatir dengan kesibukan suami saya Bu. Kami Alhamdulillah cukup mapan secara ekonomi, tapi saya merasa kurang mendapat perhatian. Suami saya sibuk berdakwah, tapi semakin ke sini sepertinya semakin tak punya waktu untuk keluarga. Beberapa bulan terakhir, sepulang dari kantor, beliau hanya mampir sebentar ke rumah untuk makan malam dan melihat anak-anak, tak lama, akan ada panggilan rapat dari partainya yang tak kunjung henti. Sudah sekian bulan kami tidak berekreasi bersama. Saya pernah mengatakan keberatan saya tentang hal ini, tapi beliau terus menasehati saya agar berhenti untuk egois dan hanya memikirkan keluarga sendiri. Saya tahu suami sangat semangat berdakwah untuk kepentingan umat, tapi saya kan juga bagian dari yang harus didakwahi kan Bu? Apakah menurut Bu Lara saya ini memang egois? Saya khawatir jika beliau terpilih jadi salah satu wakil partai, saya dan anak-anak malah akan semakin kehilangan. Mohon sarannya Bu. Wassalam


Bunda Ratih Jawa Barat

Assalamulaikum Wr.wb

Bunda Ratih dan keluarga yang diberkahi Allah pula, Insya Allah,
Menjadi orang tua yang memiliki anak-anak yang masih kecil memang pekerjaan yang tiada habis-habisnya. Kita perlu kekuatan fisik dan psikologis, ekstra waktu dan sebagainya untuk mengasuh dan mendidik mereka. Kelelahan (fisik mental) yang menimpa terus menerus tentu saja mempengaruhi perasaan dan hati kita sehingga merasa jenuh, sedih, bimbang dan sebagainya. Semoga ibu tidak larut berlama-lama dengan perasaan ini, tapi bisa memotivasi diri sendiri untuk tetap semangat membangun diri.

Alhamdulillah sebagaimana ibu jelaskan bahwa keluarga ibu cukup mapan dari segi ekonomi. Dengan demikian, ibu bisa semakin yakin bahwa bapaknya anak-anak berjuang keras demi kehidupan keluarga. Semoga ibu bisa berpikiran lebih positif bahwa itu adalah salah satu bukti perhatian beliau terhadap ibu dan anak-anak. Tentang penjelasan ibu kepada bapak tentang kondisi beliau yang sibuk sehingga tidak memperhatikan ibu dan anak-anak, saya pikir ini adalah langkah awal yang baik. Paling tidak, bapaknya anak-anak bisa menyadari hal tersebut suatu saat dan bisa memanage waktunya lebih banyak untuk keluarga.

Bu Ratih yang sabar,
Saya mengerti bahwa menjadi pasangan yang kurang diperhatikan ’sementara waktu’ memang membuat hati menjadi tidak nyaman. Apalagi jika pasangan berbalik menasehati kita dan menuntut kita untuk lebih memahami hal yang dianggapnya jauh lebih penting. Saya sarankan ibu untuk lebih bersabar menunggu ’moment-moment penting’ pemilihan wakil rakyat. Jika kita sebagai istri menuntut suatu hal dalam waktu yang tidak tepat, maka pemecahan masalah akan semakin sulit untuk diperoleh. Sementara ini suami ibu sedang mengejar target tertentu dan harus memanfaatkan waktu ini dengan usaha semaksimal mungkin, maka inilah saatnya ibu men-support beliau dan mengesampingkan kebutuhan pribadi sementara waktu. Dengan cara ini, Insya Allah akan menjadi ‘pembelajaran’ bagi suami, sehingga beliau bisa memandang ibu lebih positif. Insya Allah beliau akan membalas perhatian dan dukungan dari ibu dengan cara yang lebih baik.

Ibu Ratih yang saya hormati,
Semoga ibu tidak memiliki pemikiran bahwa dengan menjadi ‘leader’ bagi masyarakat, maka ibu dan anak-anak akan semakin kehilangan figur suami/bapak. Insya Allah ibu yang lebih tahu tentang suami daripada orang lain. Ibu tahu bagaimana pemikiran beliau, bagaimana perjuangan dan semangat beliau mengabdikan diri untuk masyarakat. Jika ibu yakin akan kejujuran beliau dalam hal ini, maka ibu tidak perlu ragu untuk mendukung dakwah beliau. Jika suami ibu mendapat kesempatan untuk memegang amanah, maka ini akan menjadi investasi pahala yang berkesinambungan Insya Allah. Terus mendukung dakwah suami ya Bu. Semoga Allah memberi yang terbaik. Amin. Wassalam.

Tips mendukung dakwah pasangan
• Meluruskan niat
• Meningkatkan ibadah bersama keluarga
• Mempersiapkan kondisi fisik dan mental
• Menambah wawasan /berpikir intelektual
• Memanfaatkan waktu dengan baik
• Tertib dan rapi dalam mengelola berbagai urusan
• dll











Rahasia Pernikahan Bahagia : "No Sex Before Marriage"


Studi terbaru menyimpulkan, pasangan yang tidak berhubungan seks sebelum menikah akan memiliki hubungan yang lebih kuat di masa depan.

Para peneliti di School of Family Life, Brigham Young University di Utah Amerika Serikat mewawancarai 2.035 suami-istri soal hubungan intim pertama mereka.

Analisa hasil wawancara menunjukkan bahwa pasangan yang berhubungan intim setelah jadi suami-istri, memiliki hubungan yang jauh lebih sehat dibandingkan yang mulai bersetubuh sejak awal pacaran.

Pasangan yang melakukan "no sex before marriage" punya 22 persen lebih tinggi dalam stabilitas hubungan, 20 persen lebih baik dalam tingkat kepuasan hubungan, Mereka juga 15 persen lebih bagus dalam kualitas seks dan 12 persen lebih bagus dalam komunikasi suami-istri.

Bagaimana terhadap pasangan yang mulai berhubungan intim setelah mereka lama pacaran, tapi sebelum jadi suami-istri? jawabnya, hanya setengah dari angka-angka di atas.

Menurut para peneliti, hubungan seks sebelum menikah artinya pasangan terlalu menekankan soal fisik dalam hubungan mereka, bukannya soal percaya, setia, dan komitmen.

Profesor Dean Busby, pemimpin penelitian itu, mengemukakan "Banyak penelitian dengan topik tersebut memfokuskan diri pada pengalaman individu tentang seks. Hubungan pasangan bukanlah sekedar seks, dan penelitian kami menemukan bahwa mereka yang menunggu hingga jadi suami-istri akan lebih bahagia dalam aspek seksual. Saya pikir ini karena mereka lebih dulu belajar untuk bicara satu sama lain dan melatih diri untuk menyelesaikan masalah."

Pendapat tersebut didukung oleh Mark Regnerus, penulis buku "Premarital Sex in America". Menurutnya, pasangan belum menikah tapi sudah berhubungan intim, banyak merasakan hubungan mereka tak cukup terbangun. Ini mereka rasakan saat waktunya hubungan harus lebih stabil dan saling percaya.

"Apapun agama mereka, menunggu hingga jadi suami-istri akan membuat proses komunikasi jadi lebih baik dan meningkatkan mutu stabilitas hubungan pada jangka panjang dan kepuasan menjalani hidup dengan pasangan." (Antara News)









LEBIH SAYANG ANAK LAKI LAKI


Assalamualaikum Wr Wb.

Cyber Sabili-Jakarta. Saya Leli, ibu dari dua anak, Tina 10 dan Jati 7 tahun. Dalam segala hal saya berusaha berlaku adil pada keduanya. Tapi, suami saya memang mendambakan anak laki-laki, dan ketika si sulung lahir, dia terlihat kurang senang. Tapi begitu adiknya yang laki-laki lahir dia sangat bahagia. Sepulang dari kantor, capeknya akan hilang bila bertemu dengan si Bungsu. Pulang dinas dari luar kota pun selalu "jagoannya" yang dicari. Akibatnya si Bungsu ini benar-benar jadi anak papa.

Sedangkan pada si Sulung yang perempuan, sikap suami sangat jauh berbeda. Menurut saya, wajarlah kalau perempuan lebih rewel, karena seringkali adiknya memang nakal. Kalau sudah menggoda dia tidak akan berhenti sampai kakaknya menangis. Kalau si Sulung minta "perlindungan" dari papanya, suami malah menyuruhnya mencari saya, "Sana sama Mama saja."

Dulu saya tidak begitu memperhatikan perbedaan sikap tersebut. Saya baru kaget waktu kemarin mereka berdua terima rapor. Ranking si adik memang (selalu) lebih bagus daripada kakaknya. Ketika saya tanyakan hal itu pada adiknya, dia malah menangis dan mengatakan saya sudah tidak sayang lagi padanya. Menurutnya, saya sudah berubah seperti papanya yang hanya sayang pada si Adik. Saya kaget sekali, Bu, dia bisa bicara seperti itu.

Berhari-hari saya renungkan dan amati, secara tidak sadar suami memang menunjukkan sikap pilih kasih. Dia sangat bangga pada anak laki-lakinya, sedangkan pada anak perempuannya sepertinya biasa-biasa saja. Apakah latar belakang suami saya yang berasal dari keluarga feodal Jawa yang membuatnya lebih mengutamakan anak laki-laki? Apalagi Jati, anak ini memang selalu terlihat "lebih" dibanding kakaknya. Apa yang harus saya lakukan, Bu, untuk mengingatkan suami? Masih bisakah dia berubah sikap? Atas jawabannya saya ucapkan terimakasih.

Wa’alaikumussalam Wr Wb

Alhamdulillah, saya sangat kagum dengan kejelian dan usaha bu Leli untuk bisa berperilaku adil pada anak, tanpa melihat apakah anak kita laki-laki atau perempuan, dan tanpa memandang bagaimana kecenderungan budaya tertentu memperlakukan anak secara berbeda. Insya Allah dengan landasan Islam, dalam hal ini memandang anak secara adil, anak kita akan tumbuh dan berkembang jauh lebih baik, fisik, mental dan spiritualnya. Amin.

Berkenaan dengan perasaan anak perempuan ibu yang merasa tidak begitu disayang oleh ayahnya, semoga ibu bisa menetralisirkan perasaannya dengan meyakinkan Tina bahwa ayahnya juga sangat mencintainya. Mungkin ibu bisa mengambil contoh ‘moment’ misalnya saat Tina kecil, ayahnya sangat sering menggendong dan menciumnya, atau moment ketika Tina pernah diberikan hadiah oleh ayahnya, diajak jalan-jalan dan lain sebagainya. Ibu juga bisa menambahkan bahwa sikap ayahnya yang seringkali mencari ‘adiknya’ lebih dahulu sepulang dari dinas, dikarenakan usia adiknya yang lebih kecil. Semoga dengan penjelasan ibu yang meyakinkan pada Tina, dia akan bisa meminimalkan rasa sedihnya.

Terkait dengan sikap suami ibu yang mungkin saat ini khilaf untuk bersikap adil pada anak-anak, semoga peran ibu bisa ditingkatkan dalam mengingatkan pasangan dengan cara yang baik dan santun agar beliau tidak tersinggung dalam hal ini. Mungkin ibu bisa memulai dengan menceritakan pada suami ungkapan anak perempuan ibu, Tina yang menganggap orang tuanya tidak begitu sayang padanya sebesar sayangnya pada adik laki-lakinya.Ibu bisa mencoba untuk meminta respon dari suami ibu, tanpa kesan menghakimi. Atau ibu bisa bercerita pengalaman keluarga lain yang memiliki masalah yang hampir serupa. Jika beliau merasa telah memperlakukan adil dan tidak bermaksud demikian, ibu bisa mendiskusikan kembali ‘action’ apa yang perlu dilakukan untuk Tina lebih lanjut agar tidak berprasangka demikian pada ayahnya. Namun jika memang suami ibu secara terang-terangan memiliki pendapat bahwa anak laki-laki harus didahulukan, sepertinya ibu perlu usaha dan waktu lebih banyak untuk bisa mengingatkan beliau bagaimana Islam sangat menjunjung keadilan sebagai suatu sikap yang mulia, termasuk pada anak-anak.

Bersikap adil adalah salah satu wujud ketaqwaan kita sebagai umat muslim. Sebagai orangtua, kita perlu berperilaku adil pada semua anak sehingga dapat dicapai keharmonisan dalam rumah tangga kita. Dengan demikian, kita berusaha untuk menjunjung keadilan berdasarkan ajaran Islam, di atas keyakinan kita akan budaya tertentu sekalipun budaya tersebut sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun.

Dalam sebuah hadits Al-Bukhari dan Hadis Muslim, salah seorang sahabat Nabi Muhammad, Bashir bin Sad pada suatu meminta beliau untuk bertindak sebagai saksi saat memberikan hadiah pada salah seorang anak laki-lakinya, Al-Nu'man. Nabi kemudian bertanya "Apakah engkau memberikan hadiah yang sama pada semua anak-anakmu? " Bashir mengatakan tidak. Kemudian nabi Muhammad SAW berkata "Aku tidak bisa bertindak sebagai saksi dari ketidakadilan" . Peristiwa tersebut mengajarkan kita bagaimana Rasulullah SAW sangat memperhatikan keadilan termasuk dalam memberikan hadiah terhadap anak-anak. Tentu saja sikap adil ini perlu kita cermati secara hati-hati , sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pula.

Insya Allah dengan doa dan ikhtiar yang kuat, didukung dengan suasana yang tenang, seorang istri akan mampu menggerakkan hati suaminya dan mengingatkan suaminya tentang dampak negative ketidakadilan terhadap perkembangan anak , khususnya yang diperlakukan secara tidak adil. Semoga ibu tetap semangat dan berusaha ‘melunakkan’ hati suami agar peka terhadap kebutuhan anak-anak akan kasih sayang. Insya Allah akan ada kemudahan. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar