Powered By Blogger

Rabu, 29 Juni 2011

GAYA HIDUP MUSLIM


[Foto+Kata-kata+Islami+Gambar+Burung+Islami+Lukisan+Kaligrafi+Islam+Koleksi+Lengkap.jpg]

JANGAN PANDANG SEBELAH MATA KEKASIH NABI


SUATU hari Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam kedatangan seorang utusan kaum fuqara. Kepada baginda Nabi SAW dia berkata.” Ya Rasulullah, kami atas nama wakil para fuqara menghadapmu,” Jawab Nabi,” Selamat datang bagimu dan mereka, engkau datang mewakili orang-orang yang disenangi Allah.” Selanjutnya utusan itu bertanya,” Wahai Rasul pendapat di kalangan kami mengatakan, bahwa orang-orang kaya mampu melakukan segala amal baik: Ibadah hari dapat, sedangkan kami tidak; sedekah oke sedangkan kami untuk makan saja pas-pasan…

Rasulpun menjawab,” Sampaikanlah kepada mereka, bahwa jika mereka bersabar atas kefakiran maka akan memperoleh 3 pahala yang tidak diperoleh orang-orang kaya:

Pertama; kamar merah di surga, para penghuni surga melihatnya seperti masyarakat dunia melihat bintang di langit. Siapapun tidak boleh masuk ke dalamnya, kecuali Nabi, fakir, syuhada fakir, dan mukmin fakir.

Kedua, para fuqara-masakin lebih dulu masuk surga 500 tahun (waktu dunia) sebelum orang-orang kaya. Mereka bebas bergembira dan bersenan-senang di dalamnya.

Ketiga, bacaan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil para fuqara-masakin jauh lebih unggul dibandingkan dengan bacaan orang-orang kaya, sekalipun mereka tambah dengan 1000 dirham. Demikian pula amal kebaikan lainnya. Kemudian wakil dari fuqara itu pulang dan menyambaikan kabar gembira dari Nabi SAW tersebut kepada rekan-rekan mereka.

Jawab mereka,” Kami rela ya Tuhan, dan kami sangat lega hati. “
Rasulullah bersabda, "Setiap orang memiliki hobi, sedang hobiku fakir dan jihad, barangsiapa senang keduanya berarti senang kepadaku, dan yang membencinya berarti pula membenciku.” (Riwayat Anas bin Malik)

Dalam satu kesempatan, tokoh dari Bani Fazarah, Uyainah Hishin, bertamu ke rumah Rasul. Secara kebetulan saat itu di sana ada tiga orang shahabt Nabi yakni: Salman Al Farisi, Shuhaib Sinan Ar Rummy dan Bilan Bin Rabbah. Ketiga orang tersebut mengenakan pakaian—yang menurut Fazarah buruk dan bau.

Uyainah berkata, ”Kami adalah bangsawan yang punya harga diri, lalu kami masuk. Mereka hendaknya dikeluarkan, karena bau mereka mengganggu kami.”

Lalu Allah menurunkan firman-Nya.

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً

Bersabarlah kamu bergaul dengan orang-orang yang selalu berdoa kepada Tuhan pagi-sore semata-mata hanya mengharap kerihdaan-Nya.” (Al-Kahfi: 28).

Dalam ayat tersebut Allah melarang orang berlaku seenaknya terhadap orang-orang yang sholeh walau kurang harta. Janganlah pandanganmu berpaling dari mereka, hanya karena menginginkan kemewahan dunia atau lantaran merasa diri kaya dan mampu. Bahkan setiap Muslim—sebagaimana hadits di atas—wajib menyenangi dan berbuat baik kepada fuqoro masakin, karena Allah dan Rasulnya telah menempatkan mereka pada tempat yang mulia.

Pada hari kiamat, seseorang dipanggil dan Allah berkata ramah/lunak kepadanya, seperti orang minta maaf, lalu firman-Nya,” Demi kemenangan dan keagungaan-Ku, harta dunia Ku-jauhkan darimu, bukan karena aku memandang hina kepadamu.

Tetapi hanya karena telah aku sediakan kemuliaan dan karunia bagimu. Keluarlah ke baarisan itu, cari orang yang pernah membantumu secara tulus ikhlas. Ajaklah mereka bersamamu, lalu ia mencarinya hingga ketemu orang-orang yang pernah membantunya dulu, dan mereka diajak bersama-sama masuk surga,” (Riwayat Hasan RA)

Masih dalam riwayat yang sama Rasulullah bersabda,”Bergaullah dengan fakir miskin sebanyak-banyaknya, bersikap sopanlah terhadap mereka, karena mereka akan diberi kekuasaan kelak.” Seseorang bertanya, ”Kekuasaan apa yang dimaksud,” Jawab Nabi, ”Kelak di hari kiamat diserukan kepada mereka: Perhatikan orang yang dahulu memberi makan dan minum kepadamu sekalipun hanya seteguk air, serta yang memberi pakaian sekalipun hanya sehelai kain, lalu ajaklah dan gandenglah tangan mereka menuju surga.” (Riwayat Hasan RA).

Lima Kemuliaan Fuqoro-Masakin

1. Pahala shalat, sedekah dan lain-lain melebihi orang kaya
2. Pahala dari keinginan yang tidak dipenuhi. Seorang bertanya kepada Nabi.” Jika kami menginginkan sesuatu, lalu tidak terpenuhi, berpahalakah kami?” Jawab Nabi,” Dengan amalah manal lagi kamu beroleh pahala jika tidak dengan demikian?” (Riwayat Hasan RA)
3. Masuk surga lebih dahulu
4. Ringan hizabnya
5. Tidak menyesal, sebab para orang kaya kelak ingin seperti orang miskin.

Meurut Al Faqih Abu Laits Samarqandi, ada beberapa fungsi fakir miskin yaitu:

1. Berfungsi sebagai dokter bagi orang kaya, karena jika sakit ia diperintahkan sedekan kepada fakir miskin.
2. Berfungsi sebagai pembersih, karena dengan sedekah dosa-dosa orang kaya lenyat, atau sebagai pembersih hartanya dengan memberikan zakat.
3. Sebagai pesuruh, karena ketika orang kaya akan bersedekah untuk bakti kepda orang tuanya yang sudah wafat, mereka mengundang orang fakir miskin dan memberikan sedekah kepada mereka.
4. Penjaga harta kekayaan, sebab harta yang dikeluarkan zakatnya(sedekahnya) akan dipelihara dari aneka bala(bencana).
Ibnu Abbas RA berkata,” Terkutuk orang yang memuliakan seseorang karena hartanya, dan menghina orang karena kemiskinannya.”

Satu saat iblis datang dalam ujud orangtua menemui Nabi Sulaiman Alaihis Salam. Kemudian beliau (Nabi Ssulaiman) bertanya, “Apa yang kau lakukan terhadap ummat Nabi Isa AS? Jawab iblis, ”Kuajak mereka menyembah dua tuhan selain Allah, lalu kepada ummat Muhammad, kubujuk mereka dengan emas dan perak, hingga kecintaan mereka terhadap keduanya melebihi “Lailaha illallah”. Kata Nabi Sulaiman, ”Aku berlindung kepada Allah dari godaanmu.” ( Riwayat Abddul Mun’im, Idris dari ayahnya, Wahb Manbah).

Fakir miskin wajib mengerti karunia Allah yang diberikan kepadanya, bahwa Allah menjauhkan harta, karena dimuliakan-Nya kelak di sisi-Nya. Karenanya janganlah mengeluh. Bersabarlah menghadapi kesulitan dunia, hal itu niscaya lebih baik daripada dunia.*/








CERDAS DALAM BERAMAL SHOLEH

SEORANG ulama salaf pernah berkata: “Betapa banyak seorang hamba siang malam sujud dan bermunajad kepada Allah SWT, namun semuanya hampa tanpa sedikitpun pahala. Sebaliknya, ada hamba Allah yang terkesan “santai” dalam beribadah, tetapi oleh Allah diganjar dengan pahala melimpah” (Syeikh Zein bin Smith, al-Manhaj al-Sawi). Bagaimanakah hal ini bisa terjadi?

Kita pun berpikir, mestinya orang yang berpayah-payah beribadah itulah yang pantas mendapat pahala yang lebih. Sedangkan seorang hamba yang ibadahnya biasa-biasa saja itu diganjar dengan pahala yang tidak melimpah. Bukankah ibadah itu diganjar sesuai kadar kepayahannya?

Sesungguhnya, bukan sekedar kepayahannya yang ditimbang, tapi niat dan keshahihan ibadah itu. Niat yang benar dan keabsahan ibadah tentunya tidak lahir kecuali dengan ilmu. Itulah mengapa, ibadah orang yang berilmu dengan orang bodoh pahalanya tidak sama. Di sinilah pentingnya ilmu dalam beribadah, bukan sekedar semangat.

Para salaf al-shalaih telah memberi teladan, beramal shalih mesti harus dihiasi dengan ilmu. Dan orang yang berilmu wajib mengamalkan. Tiada dikatakan ilmu jika telah diamalkan.

Rasulullah SAW pernah memperingatkan “Allah tidak akan memberi pahala ilmu kepada kalian kecuali kalian telah mengamalkannya.” (HR. Turmudzi).

Sebelum beramal, seseorang mesti menguasai ilmunya. Layaknya, orang yang ingin mengoperasikan komputer mesti dia belajar dahulu cara mengoperasikannya. Bila tidak, ia bakal merusak perangkat komputer tersebut, karena kesalahan dalam pengoperasian.

Ilmu yang diamalkan akan memberi efek positif bagi orang menjalankan ibadah. Ibadah yang sia-sia dan tidak memberi kontribusi apapun terhadap pelakuknya disebabkan oleh kosongnya ilmu. Itulah mengapa, banyak sekali orang menunaikan shalat, puasa dan haji, namun tidak memberi efek baik apapun kepadanya kecuali justru menambah kemungkaran.

Setan tidak akan tinggal diam ada seorang hamba begitu semangat beribadah. Ia pasti akan memasang jebakan. Hanya orang-orang yang berilmu yang paham tipuan manis setan.

Yang diinginkan setan adalah seorang hamba bermaksiat tapi disangka ibadah. Manusia digiring untuk bermaksiat tapi perasaannya ditutupi agar tidak merasa berdosa. Bisa kita saksikan betapa banyak saudara-saudara kita bermaksiat tapi ia menyangka hal tersebut adalah amal shalih – yang mendatangkan pahala.

Dikisahkan dari Syeikh Muhammad bin ‘Araby dalam kitab Futuhat Ilahiyyah, ada seorang lelaki berasal dari Maroko yang amat serius beribadah siang-malam. Ia sama sekali tidak memikirkan urusan duniawi, bahkan ia tidak menikah. Hartanya hanya cukup untuk makan, minum dan berteduh. Satu-satunya harta yang paling berharga adalah seekor himar. Namun, himar itu tidak digunakan, sebagaimana para penduduk biasa menggunakan himar untuk keperluan berdagang. Ia simpan saja himar itu di dalam rumah.

Suatu saat penduduk sekitar bertanya-tanya mengenai tabiat orang lelaki tadi. Ia sangat jarang keluar rumah, untuk sekedar bergaul atau bekerja. Seseorang diantara mereka bertanya, mengapa engkau tidak menyisakan waktu sedikitpun untuk bekerja, padahal engkau mempunyai himar yang bisa engkau manfaatkan untuk bekerja di pasar?.

“Tidaklah aku berdiam diri dan menyimpan himar di dalam rumah semata-mata karena untuk menghindari maksiat, aku ingin menjaga kemaluanku dari berzina dan bertemu wanita. Oleh karenanya, saat syahwat itu datang, aku mendatangi himarku. Dari pada aku menyetubui wanita lebih baik aku bersetubuh dengan himar saja” jawab lelaki polos. Lelaki itu mengira menyetubi hewan adalah halal.

Kisah tersebut menunjukkan betapa berbahayanya beramal tanpa ilmu. Ia mengira apa yang telah dialkukan sah-sah saja menurut agama. Sorang jahil (bodoh) tidak merasa bahwa ia telah melakukan sesuatu pelanggaran berat selama bertahun-tahun disebabkan karena ia tidak melakukan pembacaan dan kajian terlebih dahulu.
Perasaan yang demikian inilah yang amat disukai setan.

Mengira bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, tapi sebenarnya menuai murka-Nya. Bagi setan menaklukkan seribu ahli ibadah (yang jahil) lebih mudah dari pada mengalahkan seorang berilmu.

Rasulullah SAW bersabda “Orang berilmu satu (faqih) lebih berat bagi setan, daripada seribu ahli ibadah.” (HR. Turmudzi).

Oleh sebab itu, setan paling sulit menghadapi seorang yang alim. Seperti yang pernah dialami oleh Syeikh ‘Abdul Qadil Jailaniy tatkala ia bertqarrub di tengah malam. Tiba-tiba datang bisikan yang mengaku-ngaku Allah “Mulai malam ini engkau tidak perlu lagi mengabdi kepada-Ku, karena ibadah yang telah engkau lakukan sudah cukup” .

Tapi, ahli sufi dari Baghdad ini langsung melaknat dan mengusir pembisik tadi yang tiada lain adalah iblis. Sebelum lari, si iblis berkata “Pada malam ini saya sudah menyesatkan tujuh puluh orang seperti kamu ini, dan mereka mengikuti bisikan saya”.

Syeikh ‘Abdul Qadir Jailaniy selamat dari tipuan iblis karena beliau berilmu, bisa membedakan mana lawan, dan mana kawan, mana ilham dan mana bisikan setan.
Menurut Syeikh al-Jilani orang yang dicoba seperti kisah nya tersebut tadi sangat banyak. Kebanyakan yang dicoba dengan seperti itu adalah orang yang sedang beribadah dengan tekun. Makanya, beribadah itu harus dengan kecerdasan, bukan dengan semangat saja.

Beramal dengan cerdas adalah beramal dengan ilmu. Ilmu yang benar akan melahirkan niat yang benar pula. Niat yang salah biasanya dikarenakan tidak tahu untuk apa beribadah itu. Orang yang tidak memiliki bekal ilmu biasanya mudah mendapat tipuan bisikan setan yang menyesatkan. Bisikan setan memang terasa manis. Tapi sesuatu yang manis belum tentu sehat. Bahkan yang pahit biasanya menjadi obat.*







JANGAN BANGGA DENGAN DOSA


PADA pertengahan Mei 2011 lalu, di halaman depan salah satu Koran ternama di Indonesia, memuat profil seorang tokoh pembuat film panas, yang konon katanya menjadi ‘penggagas’ mendatangkan para aktris film porno luar negeri di negeri yang mayoritas Muslim ini. Dari penjelasannya yang dimuat di Koran tersebut, tersirat kepuasan sang artis ‘panas’.

Padahal, jelas bahwa mengundang dan memproduksi film-film yang berbau porno itu adalah perbuatan cabul dan berdosa, karena mempertontonkan sesuatu yang tidak layak ditonton.

Lebih ganas lagi, tidak sedikit orang yang memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, untuk ‘mempromosikan’ perbuatan dosa yang pernah dikerjakannya.

Sebelumnya, seorang artis ternama diadili karena rekaman vidio porno mereka tersebar di internet dan HP. Apa pun alasannya, termasuk sebagai konsumsi pribadi, proses perekaman tidak dibenarkan, karena bisa mengundang minat si-pemilik atau pun orang lain untuk menyebarluaskannya. Ingat kata pepatah, “Tidak mungkin akan ada asap kalau tidak ada api.” Artinya, tidak mungkin ada penyebaran kalau tidak ada rekaman.

Herannya, di negeri ini, orang melakukan tindakan amoral masih bisa cengengesan (ketawa-ketiwi, red), di depan publik. Namun beginilah realitas dan potret nyata kehidupan sebagian masyarakat Indonesia yang tengah mengalami krisis moral, krisis malu ini.

Buahnya, mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa ada rasa cemas sedikit pun. Maka benar lah apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah yang dirwayatkan oleh Bukhari, “Idza lam tahtahyi fashna’ maa Syi’ta” (Apa bila kamu tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu).

Dosanya Lebih Besar

Sejatinya, tertutubnya suatu aib seseorang dari pengetahuan khalayak umum, merupakan ‘kebaikkan’ Allah yang dianugerahkan kepadanya. Sekali pun dia telah melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah, namun Dia tetap mengasihinya dengan cara mentabiri keburukkan yang telah ia perbuat.

Dengan demikian, seharusnya orang tersebut ‘bersyukur’ karena aibnya tidak terbongkar, bukan justru sebaliknya, membuka tabir yang telah tertutup rapat-rapat. Dan yang lebi celaka lagi, tidak sedikit orang justru bangga dengan menyebarluaskan keburukkannya tersebut (sebagaimana yang telah ditulis di atas).

Sungguh perilaku macam ini, adalah seburuk-buruk tindakkan. Dan dosanya, jauh lebih besar melampaui dosa perbuatan dosa yang telah dia kerjakan. Dalam suatu riwayat, Rosulullah pernah bersabda, bahwa sungguh celaka/terlaknat orang yang melakukan perbuatan dosa di malam hari, kemudian, keesokkannya ia menceritakan segala hal yang telah dia kerjakan kepada orang lain, padahal Allah telah menutupinya. Begitu pula sebaliknya, orang yang melakukan maksiat ke pada Allah pada siang hari, kemudian, malam harinya, dia menceritakan kepada kerabat-kerabatnya, padahal Allah pun telah menyekapnya rapat-rapat.

Bertaubatlah !

Manusia adalah tempat kesalahan lagi lupa, "Al insaanu mahallul khoto wan nisyaan," kata pepatah. Artinya, bagaimana pun jua usaha kita menghindari kesalahan, sadar atau tidak sadar, manusia terkadang telah terjerumus dalam suatu kesalahan. Jangankan kita, manusia biasa, Nabi Muhammad, yang notabene sebagai kekasih Allah, pun tidak luput dari perkara ini.

Pernah suatu hari, ketika Rasulullah tengah asik mendakwahi para pemimpin Quraisy, tiba-tiba datang di tengah forum tersebut seorang laki-laki buta, yang kalau ditinjau dari kelas sosialnya, dia berada di level bawah, di banding tokoh-tokoh Quraisy yang berada di hadapan beliau.

Karenanya, Rosulullah pun kurang mempedulikan kehadiran laki-laki tersebut (Abdullah bin Ummi Maktum), padahal, kedatangannya untuk memenuhi panggilan Allah dan Rosul-Nya, mengucapkan kalimat syahadat. Karena perilaku tersebut, Rosulullah pun ditegur oleh Allah dengan diturunkannya surat ‘Abasa, yang artinya:

عَبَسَ وَتَوَلَّى
أَن جَاءهُ الْأَعْمَى

“Dia (Muhammad) berwajah masam dan berplaing. Karena seorang buta telah datang kepadanya.” (QS: Abasa: 1-2).

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa manusia tidak bisa menghindari kesalahan seratus persen. Dan yang menjadi permasalahan, bukan perilaku salah itu sendiri, namun cara pandang kita, atau respon kita terhadap kesalahan itulah yang perlu kita perbaikki.

Bertaubat merupakan kafarah dari kesalahan yang telah kita perbuat (Wa khairu khathaiina Thawwabiina). Dan ini harus dilakukan secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran. Kalau pelanggarannya tersebut hanya berkaitan dengan Allah, maka yang harus dia lakukan, menyesalinya dan tidak mengulanginya lagi untuk yang ke-duakalinya (Taubatan Nashuha).

Namun, apa bila itu berkaitan dengan urusan bani adam –mencuri- misalnya, maka, selain dia harus melakukan dua hal di atas, dia juga harus meminta maaf kepada siapa yang telah dia sakiti.

Dengan demikian, noda-noda hitam yang diakibatkan tingkah-laku buruk kita bisa dihapus, sebagaimana air yang mampu memadamkan api.

Rasulullah bersabda, “Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik tersebut akan menghapus perbuatan buruk tersebut, dan pergauilah sesama manusia dengan akhlak yang baik”, (H.R. Tarmidzi).

Marilah kita ciptakan budaya malu berbuat maksiat dengan cara memperbanyak kebaikan. Sebagaimana firman Allah

وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ

“Sesungguhnya kebaikkan-kebaikkan itu menghilangkan keburukkan-keburukkan.” (QS: Hud:114). Wallahu ‘alam bis-shawab.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar