Powered By Blogger

Jumat, 11 Maret 2011

kata hati

http://matanews.com/wp-content/uploads/the-jungle_241-590x442.jpg

Kehampaan

Aku menorehkan tinta diatas secarik kertas buta
Ku gambar sesuatu yang ku sendiri tak pernah tahu artinya
Kan kubiarkan diriku buta mencari arti yang gelap
Hanya suara aneh tak jelas yang kudengar
Diriku terpojok oleh sang waktu
Mencoba meraba-raba dalam gelap
Perabaku tak merasa
Ku berteriak
Hanya gema yang menjawab
Kini aku merasa sendiri
Ketakutan pada hari akhir
Tak ada kebenaran sedikitpun
Hanya ketakutan
Ku membujur kaku meregang nyawa
Ku merasa detak-detak jantungku tak terasa lagi
Inikah akhir ???
Aku tak ingin akhir seperti ini
Akhir yang begitu mengerikan
Aku menginginkan akhir yang indah
Tak sendiri
Selalu bersama-sama orang yang tercinta
Hanya itu
Hal yang kuinginkan Tuhan
Mati alam sebaik-baiknya mati
Khusnul Qotimah




KUINGIN


Kuingin Kesempatan

Dalam dingin aku terdiam
Dalam sepi aku termenung
Memikirkan tentang jalannya hidupku
Merenungi semua kisahku
Namun semua tak selalu mulus
Banyak kerikil menghalang
Banyak duri berterbaran
Aku ingin hidup tanpa kegelisahan dan kesukaran
Aku ingin hidup yang selalu indah
Mungkinkah itu terwujud Tuhan ???
Tanda tanya itu tlah terpati dalam diriku ini
Dalam diriku yang selalu menginginkan kebahagiaan yang abadi.
Tapi……….
Diriku lebih menginginkan suatu kesempatan Tuhan
Kesempatan tuk meraih hidup yang indah
Kesematan tuk menggapai semua mimpiku
Kesempatan tuk menjadi tegar
Kesempatan tuk menjadi orang yang bermanfaat
Bermanfaat di mata Tuhan dan seluruh umatMu
Ku ingin itu Tuhan………
Karena ku tak tahu harus pada siapa lagi ku harus meminta selain diriMu
Ku kan berusaha menjalani hidupku ini
Yang begitu banyak makna tersembunyi dibalik semua kehendakMu
Dibalik semua cobaan
Dibalik semua derita
Pasti tersembunyi
Dan diriku takkan pernah tahu
Sebelumnya diriku menjalankannya sendiri
Ku percaya semua itu kehendakMu
Mampu memberi kejutan tak terduga pada seluruh umatMu
Entah yang diinginkan mereka atau yang mereka tolak
Semua tergantung padaMu Tuhan
Karena engkau adalah pengendali seluruh Alam
Pemberi bahagia maupun derita dalam hidup






Kuingin Jadi Diriku

Aku hanya ingin hidupku ini berarti
Aku tahu aku hanya manusia biasa
Aku bukanlah Tuhan, Malaikat, Rasul dan Nabi
Yang mempunyai arti dalam hidup manusia
Aku tau aku hanyalah pengkhayal yang malas
Tapi aku ingin hidupku ini sedikit saja berarti cukup bagi diriku sendiri bahkan orang lain.
Aku ingi berarti seperti Nabi Muhammad S.A.W yang hidupnya berarti bahkan anugrah bagi jutaan umat Islam di dunia bahkan diakhirat, karena syafa’atnya sangat dinantikan oleh semua umat beriman.
Aku ingin seperti Syafi’i
Yang hidupnya penuh arti bagi jutaan pengikutnya, orang yang dapat mengkhatamkan Al-Qur’an sekali sehari bahkan dua kali sehari.
Dia diuji oleh 40 jenis penyakit, tapi dia tetap mengkhatamkan Al-Qur’an
Aku ingin seperti Albert Einstein
Yang dianggap orang gila karena penampilannya, tapi dia berarti bagi jutaan manusia karena kecerdasanya, yang dieluhkan oleh jutaan manusia dari abad ke abad.
Aku ingin seperti Soekarno
Yang hidupnya penuh makna bagi rakyat Indonesia
Dia pawai dalam memimpin, cerdas dan berani meski akhirnya di anggap sampah
Tapi dialah sampah yang berguna bagi kehidupan.
Aku ingin seperti semua ini
Tapi ini sulit bahkan sangat-sangat sulit
Mungkinkah aku bisa jadi seperti mereka ???
Hanya waktu yang akan menjawab
Tapi satu hal yang seluruh mahkluk kecuali Tuhan tidak mereka miliki yaitu diriku sendiri.
Aku ingin tetap jadi diriku sendiri
Karena ku tahu tak kan ada makhluk kecuali Tuhan yang bisa menjadi diriku.
Aku adalah
Mereka adalah mereka dan memiliki peran dalam hidupnya masing-masing d
Tergantung mereka aakan memilih peran apa yang mereka pilih
Apa hanya sebatas peran sebagai manusia biasa yang hanya menjalankan peran yang biasa saja ???
Ataukah peran yang memiliki arti bagi setiap orang atau dirinya sendiri ???
Entahlah, tapi yang pasti aku ingin peran yang ku pilih berarti bagi diriku sendiri, keluarga, agama, orang-orang yang kukenal, orang lain, orang banyak, nusa bangsa dan dunia.
Mungkin semuanya tak akan mungkin
Tapi biarlah waktu yang kan menjawab semuanya
Sementara itu, aku akan berusaha memilih peran yang akan kujalani nanti
Dan tentu peran yang harus memiliki makna.





Ketidakadilan

Keadilan tak ada yang mau tahu
Tak ada yang mau mengerti
Apa yang dinamakan suatu kebenaran
Kebanyakan orang hanya ingin mengejar
Kebenaran-kebenaran palsu
Mereka tak tahu yang mereka kejar adalah kesalaha
Seseorang yang hanya mengejar kebesaran dalam hidupnya
Tanpa mempedulikan suatu kebenaran
Wanita-wanita berjejer di pinggir jalan
Saling mengejar kesalahan yang mereka anggap benar
Orang-orang yang hanya menyerukan kesalahan
Padahal mereka sesat
Seorang anak yang menyalahkan ibunya
Seorang bapak yang bekerja tanpa mempedulikan anak bini
Seorang ibu hanya mengasuh anaknya
Seorang anak yang bermain saja
Hari esok seperti datang hari ini

http://www.potlot-adventure.com/wp-content/uploads/2009/01/mekarsari-1.jpg


PERUBAHAN

Metamorfosis

Kapan kita akan berubah ??
Menjadi sosok orang yang lebih baik
Orang yang mengerti adab, norma dan aturan.
Begitu banyak perubahan drastis kita
Sering melanggar apa yang seharusnya ditaati
Apa ini semacam adaptasi pada perubahan zaman ini ?
Namun adaptasi yang sangat keliru
Kita menjadi semakin luar dan tak terkendali
Dimana rasa malu kita ??
Orang tua kita, negara kita
Pasti tak menginginkan perubahan buruk ini
Perubahan yang hanya akan membuat kita kecil tak berharga
Sebuah perubahan tlah menanti
Menjadi sosok manusia yang dikenal bukan karena keburukannya
Tapi dari semua segi positif dari kita
Kita pasti tak menginginkan semua kecewa
Melihat perubahan drastis diri kita
Jadi………………..
Mari kita berubah
Seperti kepompong yang menjadi kupu-kupu
Berubah dari nol menjadi yang terbaik.






Bertepuk Sebelah Tangan

Ku geram………….
Ku murka………….
Dirimu tak sedikitpun menyadari perasaan
Perasaan tulus yang muncul dari lubuk hatiku
Diriku begitu kesulitan
Memahamimu saja diriku tak mampu
Seakan dirimu bagai lembah tak bernyawa
Hanya ada jiwa yang kosong
Tak bisa merasakan tulusnya cintaku
Hatiku selalu ingin memberontak
Ingin segera menyadarkanmu
Bahwa diriku ini ingin selalu didekatmu
Tapi………
Dirimu tak menganggapku ada
Kau malah berpaling dengan yang lain
Kau tak menghiraukan ketulusanku
Yang begitu besar dan tak terkira
Kau selalu begitu dan begitu
Menyakitiku dengan sesuka hatimu
Mungkin ini memang takdirku
Tapi takdir yang begitu buruk
Karena diriku tak menginginkan ini
Cintaku yang bertepuk sebelah tangan
Tanpa adanya sambutan
Serasa kosong dan letih mengejarmu




Penantian

Ku berjalan dalam lembah kehidupan
Menyusuri sang waktu
Mencari makna di balik peristiwa hidup
Yang begitu rumit untuk ditebak begitu saja
Tanpa kehadiranmu disisiku
Tanpa hembusan nafasmu
Diriku seakan hidup dalam gulita
Dalam kelamnya malam yang mencekam
Tapi diriku kan menantimu
Walau hatiku sudah tak kuat lagi
Begitu penuh duka dan derita
Hanya untuk mengharap kehadiranmu
Sebagai warna hidupku ini
Penyemangat dalam kegundahanku






Terbuka Sudah

Aku tak menyangka
Kini kau kembali muncul dihadapanku
Mengingatkanku pada kisah masa laluku
Yang begitu pahit dan getir rasanya
Kau hadir disaat yang tak tepat
Dimana aku telah menemukan penggantimu
Seseorang yang bisa membuatku lupa tentang dirimu
Kini kau hadir lagi…………
Dengan tersenyum getir ke arahku
Entah apa yang kau pikirkan
Aku pun tak tahu dan tak pernah ingin tahu
Karena di hatiku sudah tak ada lagi tempat untukmu
Satu hati telah terisi untuk satu orang saja
Ku ingin kau tahu
Aku tak menginginkan kembali padamu
Karena aku telah sadar akan kekeliruan
Begitu memujamu hingga menyakiti diriku ini
Menggoreskan semua luka dalam hatiku
Tapi ku bersyukur……….
Tuhan masih mencintaiku
Semua kebusukanmu terbuka sedikit demi sedikit
Dan aku lega
Karena diriku sudah tak bersamamu lagi





Diamkan Ku

Kau diam saat aku bicara padamu
Kau diam saat aku merengek padamu
Kau diam saat aku berhadap padamu
Kau diam saat aku khawatir padamu
Kini diriku semakin tak mengerti jalan pikiranmu
Begitu sukar memahami semua tingkahmu
Membuat diriku semakin ingin menjauh darimu
Menjauh karena dirimu tetap diam
Ku rasa kau juga mahkluk hidup
Dapat menanggapi suatu rangsangan sekitar
Ku tahu kau paham fisika
Suatu hal akan bereaksi apabila diberi aksi
Tapi dirimu tak begitu ??
Selalu terdiam dan diam
Bergerak pun tidak
Hanya diam ditempat seperti patung
Begitu sakit hati ketika kau diamkan
Membiarkan aku tanpa alasan yang jelas
Akankah dirimu merasa hebat bisa membuatku binggung
Tanyakan itu pada dirimu
Sebab dirimulah yang tahu jawabannya





Tanah Liat

Harapan suatu persoalan bagi mereka yang merasa tinggi
Persoalan dunia yang buta akan indahnya perdamaian
Mempertaruhkan sebuah kebenaran yang tak pernah jadi benar
Senandung kebanggaan akan kekuasaan
Mendayu-dayu layaknya mantra jahanam
Padahal mereka mengucilkanNya
Mereka pikir mereka hebat
Padahal mereka semua penakut
Yang hanya bersembunyi dibalik kata-kata sombong nan gagah
Padalah mereka hanya kurcaci-kurcaci kerdil
Mereka hanya bisa mempersoalkan permasalahan rakyat
Padahal mereka pemfitnah
Pikiran-pikiran tajam mereka merontokkan semangat tanah-tanah yang gigih meremas keringat demi anak bini.

Merekalah tanah rendahan
Tapi mereka adalah tanah kubur bagi pada petinggi



WAKTU(BISA) SALAH

mendung tidak runtuh hari ini

hanya dua bayangan matamu

berubah menjadi sepasang gagak hitam diatap

seperti munkar dan nakir yang premature

garis-garis kering di bibirmu seperti

magazine penuh kata-kata

diantara kedua belahnya

pementasan san pek dan eng tay takut dilupakan

mengingatkanku pada anoman obong

bahkan barathayuda dan Ramayana

hanya ribuan wajah dasamuka

tak sebadan lagi

tarik tambang diujung thermometer

diketiak demam berdarah adikku

mojok pesta kebun dengan nyamuk-nyamuk keparat

dengan hasil tukar menukar darah dan air liur

bersembunyi bersama 6,7 trilliun berkaki

beruntung jarum jam jua tak terima

tak sabar

seperti menunggu akhir sebuah drama Yunani

dengan kepala penuh katarsisme

dan pintu depan diketuk

satu dasamuka berhasil membawa lari tanda ‘tutup’

Semua sudah terlambat

kini aku harus benar-benar menghadapi wajahmu

yang masih tersenyum

tapi sampai entah kapan





SAJAK LUPA

sudah ribuan mendahuluiku

beberapa dengan wajah masih terangkat

tapi kebanyakan sudah tak mampu lagi

bahkan hanya mengangkat ujung hidungnya

beberapa menerima tamparan rasa malu dengan sebuah janji

tapi kebanyakan menerimanya dengan sebuah keputusasaan

beberapa mencoba membuat perubahan walau berat

tapi kebanyakan hilang kesadarannya

seketika setelah tali toga digeser

seperti anak kecil hilang dibawa pergi

arus comberan tepat di depan rumahnya

tepat di depan ibunya yang masih memegang makan siangnya

rengekannya bisu

tangisnya tak bersuara

namun menyayat

melengking tajam

setajam suara bercampurnya gas dan asam lambung dalam perut kosong

anak-anak kecil kurang gizi di negeri ini

matahari menggantung

tak begitu jauh dari ujung rambut

lelehan keringat menghujam aspal panas

dan lalat-lalat sibuk menghindarinya

menghindari lelehan keringat besar-besar milik kuli bangunan

yang harus kerja lembur dan tak memiliki kartu asuransi

menghindari lelehan keringat asin penuh sakit hati milik buruh tani

yang sawahnya dicuri perusahaan kelapa sawit

menghindari keringat panas penuh amarah milik penyapu jalan

yang sampahnya diterbangkan mobil dinas yang dipakai kebut-kebutan anak pejabat

sembari menunggu waktu yang tepat untuk berpesta

menunggu mereka yang wajahnya tertunduk

dibawa pergi mobil-mobil dinas

setelah sebelumnya menyerahkan ijazah

beserta keberanian untuk mandirinya

dan kalaupun gagal

partai-partai selalu punya tempat untuk kader salon

menunggu yang pura-pura tak malu

berjalan beriringan

sembunyi di balik tumpukan-tumpukan buku pesanan

yayasan-yayasan dan

investor-investor asing

yang sigap menuliskan plang di pintu perpustakaan

‘JANGAN DIGANGGU! ADA KEBOHONGAN YANG HARUS DITERUSKAN!’

o lalat-lalat waktu pesta kalian sebentar lagi tiba

barisan terakhir sudah bersiap mengangkat kaki

ke sudut-sudut desa

ke pesisir-pesisisr pantai

ke kelokan-kelokan gunung

ke pinggir-pinggir kali

ke pelosok-pelosok hutan

mencari apa yang bisa dijual

di balik ini semua

membuka warung kelontong minyak di bawah balai desa

menjajakan minyak di lepas pantai

menyingkap gunung demi batu bara

mengiklankan eksotisme emas di aliran sungai

mengebiri hutan jati

menelanjangi negeri ini

bersikeras mereka melakukannya dengan sadar

lalat-lalat sudah sibuk

sikut-sikutan

mengerubungi titik-titik keringat

adu cepat dengan jilatan matahari

hisap!

hisap!

habiskan sebelum mongering!

hisap!

hisap sampai benar-benar kering!

dan orang-orang tadi

hanya menontonnya

tanpa pernah bertanya

tetes-tetes keringat ini milik siapa!



CINTA DIMEJA BAR

tatapan matamu tajam

menembus asap rokok

dan buram gelas bir dingin

lalu menusuk jam dinding

yang mati seketika




AKU INGIN TIDUR BARANG SATU JAM

aku ingin tidur barang satu jam

tetapi tanah bergetar-getar
digoyang tumbang pohon-pohon
yang lari terbirit-birit dikejar
traktor, gergaji mesin dan uang sogokan

aku ingin tidur barang satu jam

tetapi jarum jam yang terlalu sabar
menungguku
termangu seperti lapar
yang menggantung dihari-hari
para pengungsi Lapindo

aku ingin tidur barang satu jam

tetapi bale-bale tempatku mengawali ribuan mimpi
dan memendam dalam-dalam ribuan keinginan
terbang tinggi dihempas kepakan sayap sekarat
seekor burung garuda
yang kelojotan keracunan
makanan impor

aku ingin tidur barang satu jam

namun nina bobo
nyanyian bocah-bocah
yang berlompat-lompatan diguyur
sinar purnama segar tak pucat
semakin lirih
memaksaku mencari-carinya
kedalam sakuku
yang cuma berisi cap
bertuliskan “KUNO!”

aku ingin tidur barang satu jam

namun aku dengar suara dengkuran
yang jauh lebih keras dari semua pengganggu tidurku
puluhan ekor anjing sedang hibernasi
saat tuannya melancong ke luar negeri
sebuah rumah megah
beratap bukan rumbia bukan seng bukan genting bukan pening
berlantai bukan pasir bukan tanah bukan semen kasar bukan kekasaran
dibangun untuk menyimpan dengkuran-dengkuran tadi
beserta anjing-anjing empunya
dan gagal!!!
gagal menahan kerasnya dengkuran-dengkuran tadi
yang mendobrak-dobrak pintu jendela batu bata
hingga mencubiti kantukku
yang terus menggoda
terus menggoda
menjilati ujung telingaku
mengendus-endus tangan kaki ku
menyulut kumparan dalam kepalaku
dan menghamili amarahku
dan sekonyong-konyong
aku hisap semua udara
yang belum tercemar
nafas bau uang haram dan
sperma ras arya
lalu ku ledakkan dalam
secarik kertas
yang lalu menerbangkan
berderet-deret kata
se-magazine penuh peluru mengantri bercinta dengan darah si terhukum
untuk menghantui mereka
yang mengantuk
yang tertidur
yang termangu
yang terbelenggu

agar tak satupun bermimpi seperti mimpi yang didengkurkan anjing-anjing tadi




Mari Bernyanyi Dijalanan Diantara Dua Kematian


mari bernyanyi dijalanan diantara dua kematian

siapkan orkestra dan kakimu
untuk long march telusuri setiap sudut kotamu
kibarkan bendera di panji-panji perangmu
jangan biarkan dua kematian ini menuhankan dirinya
dan mengatur nasibmu

masa depan belum juga mulai mati
masa depan masih tersimpan di tangan kakimu

mari bernyanyi dijalanan diantara dua kematian

angkat gelasmu tinggi-tinggi
baptismu dirimu dalam anyir dua kematian itu
tenggelamkan dirimu dalam tubuhnya
kenali wajahnya
jadikannya topengmu
lihat melewati matanya
buat kenyataanmu sendiri

masa depan belum juga mulai mati
masa depan masih tersimpan di tangan kakimu

mari bernyanyi dijalanan diantara dua kematian

anjing-anjing kota mungkin mengejarmu
mencabikmu sebagian tubuhmu untuk bos-nya
jangan takut, mereka cuma hamba yang takut dua kematian tadi
tidakkah kau dengar gemeretak gigi mereka
ketika mengemis ampun dari remah-remah kematian itu?
teruskan langkahmu

masa depan belum juga mulai mati
masa depan masih tersimpan di tangan kakimu

jangan takut kematian menyergapmu
karena dari matimu jutaan lahir atas namamu, INDONESIA



PEDULI APA ANCAMAN

desingan pistol sudah kudengar
mengancam
walau keberanian baru menjelma ide
percuma mencari suaranya
dan terkesima
yang harus ditemukan
adalah pistolnya
dan lumpuhkan
dengan suara yang lebih nyata
dan nyaring!!!



KAU TAK TAMPAK LAGI DIPETA INDONESIA

ujung-ujung padi kini jauh
dari tetesan peluhmu
rupanya kau telah angkat sauh
berganti arah

aku tak bisa lagi membaca lelahmu
kala lumpur dan tapak-tapak kakimu
pecah dan terbelah

bukankah pematang-pematang ini cukup lebar?
kalau hanya untuk sekedar ceret dan gelas saat tinggi matahari

bukankah rerumputan di pinggirannya masih cukup hijau?
kalau hanya sepetak cengkerama kau dan anak-anakmu

bukankah nyanyi garengpong masih ramah?
kalau hanya untuk teman menunggu

tapi mereka cuma lukisan abstrak
dongeng negri agraris
dongeng agar dada tetap membusung
: Jawadwipa!

dan kini pacul harus diangkat tinggi-tinggi
musuh bukan lagi tikus
ular dan wereng sudah terseret arus
lantas apalagi?

sawahmu kini terbuat dari
panas matahari kota
bengus wajah PHH
dan secarik surat sakti menteri
yang tak mampu jua kau sobek

sawahmu kini keras
kering dan tanpa ampun

“padi-padiku memang kuning dan merunduk,
namun ketika diinjak-injak
tak akan malu tertunduk
tapi berani dan menunjuk!”



SAJAK BOCAH

bocah-bocah berlarian
bocah-bocah berlarian kesana kemari
bocah-bocah berlarian
bocah-bocah terpaksa berlarian
bocah-bocah dilarikan dikesanakemarikan

bocah-bocah berlarian karena matahari terlalu menyengat

bocah-bocah berlarian karena awan runtuh

bocah-bocah berlarian karena rumah runtuh

bocah-bocah berlarian karena rumah diruntuhkan

bocah-bocah berlarian karena amarah

amarah bapa
amarah ibu
amarah guru
amarah tetangga
amarah presiden dan antek-anteknya

bocah-bocah berlarian
bocah berlarian kesana kemari

bocah-bocah berlarian karena takut

bocah-bocah berlarian karena ditakut-takuti tapi tak ditakuti

ditakut-takuti mimpi
ditakut-takuti janji
ditakut-takuti matahari yang terlalu menyengat
ditakut-takuti awan yang janji runtuh hari ini di mimpi mereka

bocah-bocah berlarian bukan karena darah

tapi ini darah bapa mereka
ini darah ibu mereka
ini darah guru mereka
ini darah tetangga mereka
ini darah mereka

siapa sanggup?
siapa tak takut?

bocah-bocah berlarian
bocah-bocah berlarian kesana kemari
tapi tak suka lari-lari
tak suka lari dari amarah
tak suka lari dari darah

bocah-bocah berlarian
bukan karena mereka cuma bocah


http://rivafauziah.files.wordpress.com/2007/07/kebon-raya-bogor3.jpg

JIWA YANG TERSERAK

jiwa ku ada di parit-parit,
jiwa ku ada di lubang aspal,
jiwa ku ada di sumpeknya trotoar,
di jalan-jalan,
mengakar mencengkeram realita
yang sudah menjadi fatamorgana



REFLEKSI LAYAR TELEVISI

kabel-kabel berarakan
membawa pesan dari pisau dan garpu
untuk memotong jari-jari tangan
saat kau makan malam
dengan kekasihmu nanti
malulah dengan kulit sawo matang dan rambut ikal
bersoraklah pada parfum dan rambut miring
seperti kata para nabi mu, hai Vj MTV!
menyerahlah pada daging diapit roti
berisi otak dan nalar mu sendiri
katakan selamat datang pada Genosida
dan kau sudah terlanjur jadi mayat berjalan!!!




SAJAK WARNA-WARNI MONOKROMIS
UNTUK NEGRI-KU

Apa warna kitab suci agama mu?
Coklat muda?
Merah?

apa warna kebanggaan partai yang kau coblos?
hijau?
Ungu?

Apa warna jaket almamater mu?
Kuning?
Merah?

Apa warna celana dalam yang biasa kau pakai melancong?
Oranye?
Merah muda?

Apa warna mata turis-turis yang berkeliaran dikota mu?
Biru?
Coklat? Seperti kita?

Apa warna dataran tinggi di peta-peta?
Hijau?
Coklat?

Apa warna cat gedung-gedung kampus mu?
Putih?
Biru?

Apa warna mu saat kau lahir?
Merah?
Putih pucat?

Apa warna tangis pertama mu?
Apa warna darah orang yang duduk disebelahmu?
Apa warna kesedihan karena kematian orang yang duduk disebelahmu?
Apa warna keluhan orang disebelahmu saat membeli bensin di SPBU?
Apa warna lapar orang yang duduk disebelahmu?

Dan karena kapitalisme sudah melahap semua warna yang ada
Warna yang tersisa untuk menjawab sekian pertanyaan diatas
Adalah hitam dan putih
Silahkan jawab!!!

N.B.
Jawaban dikumpulkan setelah kalian ingat warna bendera kebangsaan kita




Debu-debu revolusi

Hingar bingar tanah mardikan bak batuk merjan batuk akut batuk menahun... batuk-batuk yang meluka lak-lakan hingga dubur ambeien darah mengering darah mengental darah perawan darah para borjuis darah dara-dara yang lubang pipisnya dikatup mimis ketidak pastian

; Semisal kita... hemm semoga tidak. Bukan berarti kita berbusa-busa... bising... Ya! Didengar... Tidak!

Hingar bingar tanah mardikan adalah catatan tersendiri bagiku yang kutaruh di pojok ruang menyempil di antara rak sepatu dan kotak baju kotorku.

: Syukurlah tak ada yang hilang kecuali catatan kakiku... Diancuk kamu!

Debu itu selintas angin sepoi yang dibiarkan kerna sejuknya

debu itu semula menipis seperti celak alis yang menggambar tebal tipis

saat tercipta kaldera...

sekam perlahan-lahan membara

tak cukup air mata tuk padamkan dahana

Bidadaraku cantikku manisku sayangku tailencungmu...

: Aku muak!

Terlalu banyak centang yang menggurat di jidatmu

mengapa kau tak mati-mati juga?

Anjinggeladak kutu loncat ular derik ular beludak dan sebangsa tikus berbelalai kezaliman, sudah cukupkah senyummu yang memuakan bertabur janji-janji yang kau ingkari menjadi bukti kebaikan akal budimu?

Dengarlah permintaanku ;

seberapa yang kau petik dari kebunku

kembalikan seperti sedia kala

gampangkan?




TERUNTUK :YANG BELUM AKU KENAL

Harus diakhiri sebelum dimulai

Harus berhenti bicara sebelum berucap

Harus berhenti berjalan sebelum melangkah

Harus berhenti bermimpi sebelum tertidur

Harus berhenti menatap sebelum melihat

Harus berhenti makan sebelum memasak

Harus berhenti mencetak sebelum mencukil

Harus seperti ini karena kita berbeda

Dan Aku tak mau jatuh ke lumpur yang sama.



AKANKAN NEGERI INI MENGULANG CATATAN DIMANA LANCANG KUNING DILUNCURKAN BERLANDASKAN PERUT PEREMPUAN BUNTING SEMBILAN BULAN

  • Sejarah telah meninggalkan abad abadnya
  • Ziarah tak pernah sampai dalam pusara
  • Hanya melahirkan kematian dan kematian
  • Antara terdakwa tanpa pengadilan
  • Masa depan adalah harapan
  • 2010




  • KUINGIN KAU MENYAKSIKAN JERIH
  • PAYAHMU IBU

  • ketika ikan teri yang kau goreng untuk makan malamku
  • menyusup ke celah nadiku ada embun di bola matamu
  • kini telah jadi ikan kakap
  • yang disantap anak-anakku di meja makan
  • ada embun di mataku, mengenangmu.





KINI PAGI KIAN SUNYI TAK ADA BURUNG BERNYANYI?
Dulu... Skuntum mawar kau sinari dengan cahayamu
memancarkan bias terangnya indahmu

Kau mekarkan mawar dengan pesonamu
kehadiranmu, kehidupan bagi sang mawar
percikan embun pagi menemanimu tuk segarkanya
melantunkan dawai-dawag merdu bahagiakannya

pagi memancar
malam bergulir mengenang

kini....
Pagi terasa dingin
tak nampak hadir indahnya sinarmu
gelap mendung langitpun datang gantikanmu
percikan embun pagipun telah terkontaminasi

kini..,
pagi kian sunyi
tak ada burung bernyanyi






INGIN KUUCAP TIGA KATA MERDU UNTUKMU

Bias sinar matamu
mengobati semua rasaku
menarik imajinasi agar tetap menyukaimu

detak jantungku kian berdawai
mendengar lantunan suara indah melambai

jilbabmu membuatku kagum atasmu
meneguhkan kekuatan iman dari dirimu


ingin ku ucap tiga kata merdu untukmu
namun aku tak sanggup tuk melagu
inginku remas indah tanganmu
namun kekuatan imanmu yg membuatku enggan menyentuhmu





PESONA TERINDAH

Tersadarkan hati ingin memaki
di satu sisi lain ingin memiliki
ekspresi sikap yang kian memuji
membayangi seluruh lubuk hati

dawai detak jantung serasa berhenti
menatap mata indah lirih bernyanyi

mawarpun tunduk malu di hadapmu
kalah indah oleh pesonamu

mentari pun redup di buatmu
kalah terang oleh pesona indahmu






MUNGKIN SAMPAI NANTI

Entah mengapa, aku selalu ingat hari itu

Pagi yang mempertemukan kita di kapela tua ini, tanpa sengaja

Salam hangat tanganmu yang buka obrolan kita seadanya, begitu kaku

Lalu semua berlalu dengan cepat, hanya namamu yang bekaskan kerinduan

Tercatat abadi dalam langit anganku, mungkin sampai nanti

Sekali lagi kita bersua di sini, tanpa sengaja

Dalam bayangan senja yang terusik gemercik gerimis

Kau berbisik pelan, menertawakan dirimu yang lupa membawa payung

Sedang aku tersenyum kecil melihat tingkahmu yang manja

Lalu senja itu pun berlalu seperti cerita hari-hari kemarin

Di ujung jalan itu hanya lambai tanganmu yang jadi kenangan

Tersamar bersama malam yang menjemput senja

Dan hari itu tak juga kembali, mungkin sampai nanti

Esok yang mempertemukan kita, tanpa sengaja.






AWAS

Entah berapa kali gores mencipta barah

Kian dalam, menanah dendam

Entah berapa kali rengsa bentur membentur

Hempaskan sukma ke palung derita



Hingga ke puncak gerah

pedang kuhunus dalam kelam

Kutebas segala yang mengeram



Oi,,, jiwa lembah kelam

Mendekatlah bila dahaga menghunus



awas...!!!



Jangan merapat

Kubikin hangus kau punya angkara

Kubakar jiwamu dengan api derita

Agar dahaga dendamku melega.







KECUALI CACING

Perut ini terasa dilubangi cacing
Menusuk-nusuk organ tubuhku tiada ampun
sampai cacing-cacing ini diberi makan

Oh Allah!
Apakah doa-doaku selama ini terdengar?
Mengapa rasa lapar terus saja menggerogotiku
Doa-doaku yang dipanjatkan mungkin tak sampai
Karena dimakan cacing
Karena menganggu kekhusuan doaku
Setiap kali aku berdoa
Cacing-cacing selalu menyuruhku agar tidak lama-lama berdoa
Sering kali mereka menyuruhku jangan berdoa
Aku harus bekerja hanya demi mengenyangkan perut cacing

Oh Allah!
Kalau aku menangis dibilang cengeng
Tak mampu menghadapi dunia
Kalau aku tertawa dibilang sombong
Karena aku tak memiliki apa-apa kecuali cacing





:monolog “Episode Dedaun Kering”, Andreas Candra.


karena ketika kauberteriak hari menjelang senja
aku hanya bisa tepuk tangan kesedihan yang tanpa alasan.
mari, keringkan baju peluh tubuh-tubuh gerah di Negeri
yang entah matahari disembunyikan mendung atau ambisi
pintu kepalang dibuka –ada hidup sedang berlangsung
dimana air mata bisa dimaknai sekedar anak kecil.


(Ayah dan sodara lelakimu yang masuk penjara
atau kau, lebam pipimu di tampar-sayang
lalu serak suaramu mengobrol Tuhan panjang-lebar.)


kujabat tanganmu segenap kegagahan kemarau
:cerita memang telah usai
tetapi perjalanan ini belumlah akan sampai
bila kau seorang anak, keluarlah melihat halaman
bila kau seorang Ayah, sekedar bersiul menempa usia
dari pintu yang kepalang terbuka
atau siapa pun di situ sedang belajar memahami hidup.


RAMBUT(DAN)AYAH

Suatu hari aku bertanya pada ayah tentang rambutku yang berwarna hitam bukan emas seperti perempuan lain dalam kotak televisi.

Lalu ayahku berkata: jangan takut, nak. Rambutmu seperti rambutku, hitam dan bukan emas.

Suatu hari ayah berkata kepadaku yang menangis karena banyak orang mengejekku gendut: kamu cantik sekali.

Kamu putriku dan kamu pintar sepertiku.

Lalu kemudian, sekarang ayahku meninggal.

Meninggal, (dan) rambutnya berwarna putih.

Dan aku hidup, (dan) rambutku berwarna emas. Sekarang.

Aku sedih tiap kali ingat ayahku.

Mungkin aku sedih karena rambutku emas.


http://static.panoramio.com/photos/original/24742282.jpg


TARIAN SANG PENGEMIS

tarian anak penuh riang
menampilkan budaya yang kaya
di lapangan luas
dipagari pepohonan
ditiupi semilirnya angin malam
diiringi pukulan gendang dan angklung
di antara kebisingan kota
di bawah cahaya rembulan setengah telanjang
dihadiri para elit politik

muncul sesosok pengemis
dengan pakian kusut berwajah kusut
menampilkan sebuah tarian
tarian pembebasan sebuah penindasan
diiringi teriakan sinis
orang-orang tak tahu
membuat sang pengemis semakin bergairah

tarian anak penuh gembira
menampilkan budaya
dihadiri para elit politik
muncul sesosok pengemis dengan ajah lesuh
menampilkan tarian pembebasan
di bawah cahaya rembulan setengan telanjang




KAU PRIHATIN"KAU BILANG

Dan rayuan-bibirmu menusuk hidung kami dengan sengatan baunya yang bacin. Umbar-ambur, liak-liuk, tekang-tekong, sikat-sikut: geliat lidahmu. Pada kuping kami yang sudah merah panas, kau mencoba tersenyum. Kami gemas. Pada pola-tingkah wicaramu yang seperti uap mengambang di atas mulut baru bangun pagi, setelah semalam lupa gosok gigi. Kami gemas. Pada kau yang dari mimbarmu marah pada hilangnya pelantam suara di ruangan tempat kau memamerkan geliat lidahmu. Kami gemas. Pada sikapmu yang lebih pentingkan panggung daripada orang yang kau bicarakan dari atas panggung itu. Kami gemas. Pada kau yang dengan santai merangkul keganjilan-keganjilan yang membolongi usus kami.

Kau prihatin atas nasib kami? Cih!




TIGA WAKTU PADA SETUBUH KALA

1.

Sinar mulai merapat

Pada penampang petang yang mulai sobek, kau pun tahu itu

Selintas rupa sinar melintas

Kala denting sendok kopimu mengetuk getar pagi

Aku lihat perempuanmu sedang mengukus purnama

Yang kau petik di malam lima belas kemarin

Bersama koran yang huruf-hurufnya selalu berbicara lebih

Dan secangkir kopi yang selalu merangkum kicau embun

Kau tunggu dengan hati kian mendesir

Hingga….

Kau pergi dengan cium dan petuah

“Datanglah dengan membawa senja

Dengan begitu aku akan menyebutmu penyairku”

Ucap perempuan sembari tersenyum

2.

Saat mentari mulai mencumbu hingga berkeringat

Kertas-kertas memuakkan yang semakin mendesak

Dan perihal menjemukan lainnya

Tak ada hal lain yang dia lakukan

Selain bernaung dibawah kalimat sang bini

Yang selalu meronta, meretakkan tulang belakang

Tinta, kertas, mesin tik selalu mencipta hidup

Pada kamar-kamar yang berisi perca-perca sajak

Huruf-huruf menganyam makna

Banyak tanda menjadi semak

Memangkasnya tak cukup dengan semata pisau

Ku lihat perempuan sulung sedang menjemur matahari

Tubuhnya dikerumuni cahaya

Menetes menjelma keringat yang dia seduh bersama teh

Di kala malam merindu

3.

Mantra-mantra malam kembali

Membuatnya bergidik

Rembulan dalam pangkuan mencoba mendamaikan

Kunang-kunang berlarian pada daster perempuan tua

Penuh nikmat hingga mabuk meluap

Tumpah ruah pada permadani malam

Kerak malam yang kini berlumur bintang

Melebur bersama mimpi seorang anak kecil

Gelisah tembangraras masih pada amongraga

Tak pernah usai meski aroma mantra mulai hambar

Lagu sendu masih saja dipuja para pendoa

Pekat gelap di beberapa sudut

Tersiram sinar lampu jalan

Yang membias pada gincu-gincu silau

Hingga luluh luruh pada sepasang mata

Lantas hingga menyampulnya pada riwayat malam




RETAK TAK TERELAKKAN

saat hati tak dapat memilih

hanya bibir yang bisa bergerak kencang

saat telinga tak dapat mendengar

hanya tangan yang mampu bergerak kencang

seketika tak ada arah yang melekat

tak sadar akan dunia

hilang....

musnah...





RUMPUT KEHIDUPAN

Rumput-rumput di depan rumah

Guru filsafat kehidupan

Goyangnnya ketika diterpa angin memberiku kunci

Untuk membuka gudang gelap kehidupan

Embun pagi yang memeluknya

Mengajariku arti sebuah persahabatan

Makna cinta dan kesetiaan

Hai, rumput kehidupan

Aku banyak belajar padamu



KITA BEGITU JAUH ,TUHAN

Aku hanya sebutir debu di bawah dimensi langit pertama

Sedang Engkau ada di atas dimensi langit ketujuh

Meski begitu, acap kali kau terasa dekat

Sudikah terus mendekat. Sebab aku yang lemah ini tak begitu mampu menjangkauMu, utuh. Tak benar-benar utuh.





PUISI SIAPA DIKORAN PAGI

puisi siapa ini,

di koran pagi kutemui

penyair bulan lagi bersedih

hatinya luka kehilangan pena.

pagi di kedai kopi

aku menemukan puisi

berilustrasikan burung merpati

terbang membawa bulan di paruhnya;

tentu aku pun miliki!

sang kekasih di pulau jauh

dengan murah menanti

kabar bulanku datang.

penyair itu

seolah tak sadar

akan bulan yang cermat

mengujinya sederhana.

coba kau cari di mana pena

pada waktu sembunyi

kala bulan di atap sana

dipatuk burung merpati pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar