
WAJAH
Inun yang disayangi Allah, kulit wajah tampak cepat tua, atau populer disebut penuaan dini, terjadi karena berbagai faktor, yaitu:
· Faktor dari dalam: keturunan, suku bangsa, jenis kelamin, jenis kulit (kulit kering lebih cepat menua dan berkerut halus).
· Faktor dari luar: makanan tidak bergizi seimbang, polusi udara, asap rokok, iklim dan kelembaban, kurang olah raga, kurang tidur malam yang berkualitas, pemakaian kosmetik yang salah/berlebihan, stres fisik (kelelahan) dan stres emosional.
Jadi memang banyak faktor yang mempengaruhinya dan tidak sama pada setiap orang. Sementara itu, kosmetik antipenuaan (antiaging) yang dioleskan hanyalah sebagian kecil cara untuk membuat kulit awet muda.
Proses penuaan kulit manusia terjadi pada empat komponen penyusun kulit, yaitu:
· Kulit ari (epidermis)
Penuaan pada bagian ini terjadi mulai usia 30 tahun dan sangat berubah ketika henti haid (menopause). Kulit akan menjadi kering, kusam, timbul bercak-bercak kehitaman (warna tidak rata), timbul kerutan halus. Pigmen warna kulit (melanin) yang ada di area ini makin tua makin aktif dan tersebar tidak rata karena rangsangan sinar matahari selama bertahun-tahun. Maka timbul flek kehitaman dengan berbagai ukuran. Pergantian kulit yang normalnya 28 hari menjadi lambat sampai 50 hari sekali. Karena itu, terjadilah penumpukan kulit mati yang mengakibatkan kulit tampak kusam, tidak cerah. Lapisan pelindung dan pelembab kulit berkurang produksinya sehingga kulit menjadi kering.
Perawatan:
Pengobatan yang dioleskan untuk penuaan di daerah kulit ari ini menggunakan krim pemutih yang berbahan relatif aman (vitamin C, arbutin, bengkoang, licorice, dan sebagainya), krim pengelupas kulit mati sehingga pergantian kulit mendekati normal (AHA, BHA, retinoid), krim untuk perbaikan lapisan pelindung (pelembab), krim pelindung matahari/tabir surya/sunscreen/sunblock. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain scrubbing (pengelupasan dengan butiran halus seperti pada masker/facial), pengelupasan kimiawi (chemical peeling) yang dilakukan oleh dokter, dan mikrodermabrasi.
· Kulit bagian dalam (dermis)
Pada area ini terdapat jaringan kolagen dan elastin yang membuat kulit kencang, pembuluh darah yang berisi makanan untuk kulit, kelenjar keringat, akar rambut, dan ujung-ujung saraf. Mulai usia 40 tahun jaringan kolagen berkurang 1% per tahun. Itulah sebabnya semakin tua kulit kita semakin kendur. Selain itu, terjadi kerutan dan pengurangan jumlah dan fungsi bagian dermis lainnya.
Perawatan:
Krim oles yang bisa memperbaiki kolagen, sampai saat ini, hanya yang mengandung turunan vitamin A (retinoid) yang diketahui berguna, yaitu retinol dan tretinoin. Untuk retinol, boleh dijual bebas. Sedangkan jenis tretinoin harus diberikan dan diawasi penggunaannya oleh dokter, karena bisa menyebabkan iritasi kulit. Perbaikan dermis lainnya dengan tindakan laser, thermage, injeksi stem cell, injeksi filler, injeksi peptida. Tapi semua tindakan ini biayanya sangat mahal dan kehalalan bahannya kerap tidak jelas.
Dalam hal pembentukan kolagen, yang tidak kalah penting adalah makanan. Sebab, kolagen tidak bisa dibuat dari tubuh sendiri, harus didatangkan dari luar. Sayuran dan buah-buahan mengandung banyak zat antioksidan (antiracun), vitamin dan mineral bisa merangsang pembentukan kolagen baru. Oleh sebab itu sayuran dan buah-buahan harus lebih banyak dikonsumsi kalau kita ingin awet muda.
· Lapisan lemak bawah kulit.
Lapisan ini akan berkurang sejalan dengan bertambahnya usia. Kulit jadi tipis dan mudah luka, bagian bawah mata menjadi cekung dan kelihatan gelap.
Perawatan:
Tidak ada krim yang dapat memperbaiki hal tersebut. Yang bisa dilakukan adalah penyuntikan lemak sendiri yang diambil dari bagian tubuh lain yang berlebihan lemaknya dan injeksi bahan pengisi (filler) yang belum jelas pula kehalalan bahannya.
· Lapisan otot di bawah kulit.
Otot bagian ini akan menebal karena ekspresi wajah selama hidup. Maka timbullah kerut yang dalam seperti pada dahi. Orang yang sering marah, stres, kesal, otot wajahnya akan cepat menebal dan kerutnya jadi banyak. Sebaliknya kalau banyak tersenyum—disertai hatin yang ikhlas—otot-otot di tempat kerutan justru menjadi santai sehingga kerut wajah sedikit. Rasulullah saw telah mengajarkan, “Kalau ingin awet muda, jangan marah dan banyak tersenyum.” Gampang, ya?
Perawatan:
Untuk lapisan otot di bawah kulit ini tidak ada krim yang bisa masuk sampai ke dalam. Para spesialis kulit biasanya melakukan injeksi botox (belum jelas halal-haramnya), bedah face lift, atau tarik otot menggunakan benang bergerigi yang ditanam di bawah kulit (aphtos).
Kosmetik antipenuaan—saya lebih suka menyebut pelambatpenuaan karena semua penyakit ada obatnya kecuali tua, tidak bisa dicegah, hanya bisa diperlambat—umumnya mengandung bahan-bahan yang diharapkan bisa memperbaiki lapisan-lapisan kulit (seperti yang disebutkan di atas). Coba teliti dan tanyakan pada penjualnya apakah memang produk yang (hendak) Anda gunakan mengandung bahan kimia tersebut. Mengenai sertifikasi halalnya, minta bukti tertulisnya juga.
Satu lagi, walaupun bahannya ternyata relatif aman (tidak mengandung pemutih merkuri, hidrokinon misalnya), kemungkinan kulit kita tidak cocok dengan kosmetik tersebut tetap ada. Sebab setiap manusia diciptakan unik dan istimewa oleh Allah swt.INTIP KESEHATAN LEWAT KUKU
Bentuknya yang kecil, mungkin menjadikannya sering luput dari perhatian kita. Namun demikian, kuku mempunyai peran penting. Selain melindungi ujung-ujung jari, kuku pun bisa menginformasikan tentang kondisi kesehatan kita secara umum.
Apa yang Anda ketahui tentang kuku? Mungkin kebanyakan kita hanya tahu kuku sebatas lapisan keras yang terletak di ujung-ujung jari. Ia membantu jari-jari tangan terutama untuk memegang benda, untuk memetik gitar/dawai dalam bermain alat musik petik, atau sebagai fungsi estetika yang menunjang penampilan seseorang.
Ketika terjadi sesuatu pada kuku, mungkin warnanya yang berubah dari biasanya, timbul garis-garis putih atau lekukan-lekukan kecil di permukaan kuku, dan hal-hal ‘remeh’, seringkali kita menanggapinya sambil lalu. Nanti juga kembali seperti semula, begitu pikir kita.
Padahal, jangan anggap enteng perubahan-perubahan yang terjadi pada kuku, karena sebagaimana halnya darah atau urin, kuku pun bisa menjadi indikator dari munculnya penyakit dalam tubuh kita.
  Menurut dr Silviani Sri Rahayu, SpKK,  kuku memang dapat menjadi salah satu indikator kesehatan. Tetapi, tegas  Silviani, jangan dibalik, jika kuku mengalami gangguan pasti terdapat  gangguan pada tubuh kita. “Sebenarnya  kuku hanya membantu diagnosis penyakit yang ada di dalam tubuh. Sebab,  banyak pula penyakit yang gejalanya tidak selalu tampak atau tercermin  pada kuku,” ujar dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Jakarta Medical  Center (JMC) Jakarta ini.
  
Berikut ini beberapa perubahan yang terjadi pada warna kuku yang dapat mengindikasikan adanya penyakit dalam tubuh:
-    Kuku berwarna kekuningan 
Perubahan warna kuku menjadi kekuningan menandakan kondisi sistem pernapasan yang terganggu, misalnya bronkitis kronis. Kuku kuning biasanya juga menunjukkan adanya infeksi jamur. Selain itu, sebagai salah satu gejala Tiroiditis (gangguan hormon tiroid), kuku juga bisa menguning, walaupun tidak selalu terjadi pada pasien Tiroid.
-    Kuku berwarna kebiruan 
Kuku dengan warna kebiruan sering dijumpai pada pasien yang menderita penyakit paru kronis/menahun. Ini terjadi karena kurangnya oksigen yang beredar termasuk oksigen yang sampai ke pembuluh darah di bawah kuku, bahkan jumlah karbondioksida jauh lebih banyak dibanding kadar oksigennya.
-    Kuku berwarna kemerahan 
Pada orang yang menderita Lupus, warna kukunya dapat menjadi kemerahan, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Kemerahan pada kuku antara lain disebabkan peradangan atau inflamasi pada seluruh organ tubuh sehingga peradangan juga terjadi pada kuku. Karena terjadi radang, pembuluh darah di bawah kuku bertambah sehingga warna kuku menjadi merah.
-    Kuku berwarna putih 
Kuku yang cenderung berwarna putih, dengan pinggirannya yang lebih gelap, mengindikasikan adanya penyakit pada liver, seperti hepatitis.
-    Kuku yang terlihat pucat 
Terkadang, warna kuku yang pucat dihubungkan dengan proses penuaan. Namun, bisa juga menandakan penyakit, seperti anemia.
  
  
Selain perubahan yang terjadi pada warna, kuku juga bisa berubah dalam hal bentuk atau tekstur kuku yang membuat kuku dapat dibilang jauh dari sehat. Perubahan-perubahan pada bentuk/tekstur kuku itu antara lain:
-    Nail pitting 
Kuku dengan lekukan-lekukan kecil (pitting) merupakan tanda penyakit psoriasis. Hampir 50% penderita psoriasis mengalami nail pitting. Pada kasus psoriasis berat, kukunya bahkan rusak/hancur. Hal itu terjadi karena pada orang dengan penyakit psoriasis, proses pertumbuhan sel/zat tanduk lebih cepat dibandingkan orang normal, sehingga kuku menjadi lebih cepat hancur.
-    Nail clubbing 
Kuku yang berbentuk seperti pemukul drum (nail clubbing) menunjukkan rendahnya kadar oksigen dalam darah. Ini menandakan terjadi gangguan pada paru-paru.
-    Spoon nails 
Kuku terlihat mencuat keluar, seperti bentuk sendok, bisa jadi sebagai tanda kekurangan zat besi atau anemia.
-    Terry's nails 
Kuku berwarna buram tetapi ujungnya memiliki warna gelap. Kondisi ini merupakan tanda penyakit serius seperti gagal jantung kongestif, diabetes, penyakit hati, kurang gizi.
-    Beau's lines 
Terjadi lekukan dalam yang melintang di kuku. Ini dapat muncul ketika pertumbuhan di daerah di bawah kutikula diganggu oleh luka atau penyakit serius. Penyakit yang ditandai dengan Beau's lines adalah diabetes tak terkontrol, penyakit peredaran darah seperti penyakit arteri periferal, penyakit yang terkait demam tinggi, disebabkan oleh pneumonia, cacar atau gondongan, kurang gizi.
-    Nail separates from nail bed (kuku terpisah dari lapisan kulit di bawah kuku) 
  Kondisi ini dinamai onycholysis. Cirinya kuku menjadi  longgar dan dapat dipisahkan dengan jari. Ini bisa merupakan tanda  penyakit infeksi, tiroid, reaksi obat, reaksi terhadap pengeras kuku  atau kuku palsu dari akrilik, dan penyakit psoriasis.
  
Nah, apabila terjadi perubahan baik warna maupun tekstur pada kuku Anda, mulai sekarang jangan anggap remeh. Sebab perubahan itu ternyata bisa menandakan terjadinya gangguan kesehatan pada tubuh kita. Meskipun demikian, perubahan-perubahan yang terjadi pada kuku itu, Silviani mengingatkan, jangan menjadi acuan utama untuk diagnosis penyakit. Pemeriksaan fisik dan laboratorium tetaplah diperlukan. Yang penting, rawatlah kuku dengan baik dan cepat tanggap bila kuku terlihat tidak seperti biasanya.
SAY YES TO BREAKFAST
AMAN DAN NYAMAN DENGAN OBAT HERBAL
Banyak iklan obat herbal berseliweran di sekitar kita. Untuk pelangsing, asam urat, maag, bahkan TBC. Hampir selalu diikuti embel-embel alami tanpa efek samping. Benarkah aman mengonsumsinya?
  
 “Sudah hampir dua tahun ini saya rutin mengonsumsi madu, sari kurma dan  habbatussauda. Alhamdulillah jarang sakit. Padahal aktivitas banyak,  mengasuh anak, mengurus rumah tangga, tapi masih sempat buka usaha  disain dan printing,” ujar Isti, ibu rumah tangga. 
“Aduh, udah mulai bersin-bersin nih, berarti harus konsumsi habbat lebih banyak,” ujar Esthi, wartawan sebuah media di Jakarta.
Dua komentar di atas mungkin pernah Anda temui. Kini obat herbal memang makin populer. Hal ini bisa dilihat dari menjamurnya kedai atau toko yang menjualnya. Di majalah dan koran nasional pun mulai banyak perusahan yang mengiklankan obat ini. Masyarakat pun menyambut baik.
Namun, di sisi lain ada sebagian orang yang meragukan khasiat obat herbal. “Pengalaman saudara saya, minum air rumput fatima sebelum melahirkan, jadi heboh karena kontraksi berlebihan. Dapat ‘ceramah’ dari dokter deh,” ujar Febri, karyawan swasta.
“Saudara saya juga sampai meninggal gara-gara minum ramuan herbal dari Sinshe. Ginjalnya enggak kuat karena ramuannya kental banget. Harusnya ramuan itu bisa untuk 10 gelas, tapi kata sinshe harus direbus sampai tersisa hanya untuk 1 gelas,” kata Ida, karyawan yang tinggal di Bekasi.
Mereka yang selama ini belum akrab dengan obat herbal tentu bertanya-tanya, jadi sebenarnya bagaimana sih obat herbal itu? Aman atau tidak? Benarkah tidak ada efek samping?
Klasifikasi Obat Herbal
Menurut Badan Peneliti Obat dan Makanan (BPOM), obat herbal dikelompokkan menjadi 3 jenis. Pertama, jamu, yakni obat tradisional dari tanaman obat yang asli, biasanya kita dapatkan dari resep nenek moyang. Misalkan jamu cabe puyang, beras kencur, dan lain-lain. Sudah dipakai secara turun temurun. Khasiatnya secara umum juga sudah diketahui. Namun belum ada penelitian ilmiah yang secara formal membuktikannya.
Kedua, herbal terstandar, yaitu jamu yang sudah melalui penelitian dengan hewan (uji preklinis). Jadi, khasiatnya sudah jelas, dosisnya berapa, toksisitasnya (kandungan racun) dan efek sampingnya sudah jelas.
Ketiga, fitofarmaka, yakni jamu yang sudah melewati uji preklinis pada hewan dan uji klinis pada manusia. Jadi aman dipakai karena sudah diteliti dokter.
Dengan demikian, apakah fitofarmaka yang paling aman dikonsumsi? Menurut dr Agus Rahmadi, Ketua Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia (Aspetri), yang paling aman adalah yang paling fresh, tidak terkontaminasi dengan bahan-bahan kimiawi. Nah, fitofarmaka sendiri sudah ditambahi berbagai zat kimia.
Selain itu dengan alasan kepraktisan obat herbal juga dikemas dengan berbagai bentuk, seperti pil, kapsul tablet, puyer, dan sirup. Lantas, mana yang lebih aman dikonsumsi?
“Kalau bicara mana yang lebih efektif ya fitofarmaka karena sudah terisolat dan diuji. Kalau yang aman ya yang fresh, karena lebih natural dan banyak mengandung bahan yang diperlukan tubuh,” ujar Direktur Utama Klinik Sehat, Jakarta ini.
Aman Mengonsumsi Obat Herbal
Menurut Agus, obat herbal, khususnya jamu, cocok untuk orang dengan penyakit degeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi tubuh. Seperti diabetes, hipertensi, kolesterol dan kanker. Sedangkan obat farmasi sangat bagus untuk kasus-kasus gawat darurat dan akut, misalnya saat kecelakaan.
Untuk kasus degeneratif, semua obat farmasi sifatnya hanya mengurangi gejala (simtomatik) sedang penyebab utamanya tidak diberantas. Obat herbal justru kebalikannya. Misalnya pada penderita diabetes, umumnya dokter akan memberikan obat penurun glukosa darah. Dalam beberapa kasus pasien juga akan diberi injeksi insulin.
Sedangkan obat herbal justru ‘memperbaiki’ pankreasnya. Logikanya, pankreas penderita diabetes bermasalah hingga tidak dapat menghasilkan insulin (hormon pengatur gula darah) atau insulinnya tidak mencukupi. Untuk memperbaikinya diberikanlah ‘makanan’ yang baik yaitu asam angrinin yang bersumber di kacang panjang, habbatussauda, dan pare. Dengan mengobati pankreas diharapkan insulinnya membaik.
Namun demikian, harus hati-hati dalam mengonsumsi obat herbal. Jika salah mengolahnya, akan berbahaya bagi kita. Sebab, tidak semua obat herbal itu aman. Contoh mahkota dewa, kalau salah mengolahnya akibatnya fatal. Mahkota dewa harus dikeringkan sampai benar-benar kering. Kalau tidak kering, malah beracun. Kalau kita langsung makan buahnya dapat menyebabkan kematian. "Makanya penggunaan obat herbal itu harus diberikan ke ahlinya seperti dokter dan apoteker,” kata ayah tiga anak ini.
Sebenarnya hampir semua bahan obat herbal tersedia di pasar. Karena sebagian besar penyakit rumah seperti sakit tenggorokan, demam, batuk pilek itu bisa diobati dengan bahan-bahan tersebut. Sakit maag, misalnya, dapat diobati dengan meminum air rebusan kunyit dan temulawak yang diparut. Namun perlu diperhatikan, kunyit dan temulawak yang digunakan harus pas takarannya.
Obat herbal, tambah Agus, juga memiliki efek samping jika penggunaannya berlebihan. Misalnya makan wortel terlalu banyak dapat menimbulkan warna kuning di kulit dan meningkatkan tekanan dalam otak karena betakaroten di lemak itu mengendap. "Makan cabai kebanyakan kita jadi mules-mules. Makan rambutan terlalu banyak juga bikin masalah," ujar lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, sambil menjelaskan herbal itu aslinya dari sayuran dan buah-buahan. Namun, jika digunakan secara proposional, itu sangat diperlukan oleh tubuh.
Penting juga bagi ibu hamil dan menyusui untuk berhati-hati dalam mengonsumsi obat herbal. Ibu hamil sebaiknya jangan minum obat-obatan herbal dan obat kimia karena bisa memengaruhi hormon. Demikian juga dengan bayi. Agus menyarankan untuk tidak memberikan herbal pada bayi usia 0-1 tahun. Sebab masa itu adalah masa pertumbuhan yang membuat daya tahan bayi belum kuat. “Kalau untuk bayi yang masih menyusui ya ibunya yang minum obat herbal itu,” ujar Agus.
SEHAT DG SERAT
Dulu tak banyak orang yang tahu apa manfaat dari mengonsumsi serat. Tetapi kini, serat menjadi daya tarik tersendiri oleh mereka yang menyadari besarnya manfaat yang terkandung dalam serat.
Kehidupan modern yang berimbas pada gaya hidup dan pola makan yang cenderung serba instan serta akrab dengan junk food, ternyata memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan tubuh.
Sudah menjadi rahasia umum kalau junk food merupakan makanan yang tidak memiliki nilai gizi seimbang. Misalnya saja burger, fried chicken, pizza, dan sejenisnya. Makanan-makanan tersebut, yang memang disukai tidak saja oleh orang dewasa tapi juga anak-anak, diketahui tinggi kolesterol, bercita rasa gurih—karena kandungan garam dan pencita rasa sintetis, seperti MSG (Monosodium Glutamat)-nya tinggi, banyak mengandung lemak, serta gula. Sementara kandungan nutrisi lain, seperti protein, vitamin, mineral, serta serat, sangatlah rendah bahkan hampir tidak ada. Akibatnya, beragam penyakit pun mengintai para pecinta junk food, di antaranya penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, hipertensi, dan penyakit degeneratif lainnya.
Untuk mencegahnya, tentu saja, pola makan yang baik, dengan asupan nutrisi yang seimbang sangatlah diperlukan. Dengan misalnya mengacu pada konsep 4 sehat 5 sempurna yang berarti mengkonsumsi makanan dengan komposisi nasi, buah, sayur, lauk, dan susu yang tepat, menurut ahli gizi Prof DR Ir Ali Khomsan, tubuh bisa memperoleh zat gizi yang lengkap. Keseimbangan dan kelengkapan gizi inilah yang kemudian akan membantu menjaga kesehatan tubuh.
Manfaat serat
Lantas, apa peranan serat bagi kesehatan tubuh, sehingga kini kehadirannya menjadi primadona dalam perbincangan soal komposisi makanan sehat dan imbang?
Berbeda dengan lemak, protein, atau karbohidrat, yang bisa dipecah dan diserap tubuh, serat memiliki struktur kimia yang saling terikat kokoh hingga tidak bisa dipecah menjadi molekul-molekul sederhana oleh sistem pencernaan. Apalagi, sistem pencernaan kita memang tidak mempunyai enzim yang mampu memecah serat. Sederhananya, serat tidak dapat diserap oleh tubuh.
Namun, meski tidak bisa diserap tubuh, bukan berarti serat tidak memiliki manfaat. Serat telah dikenal bermanfaat untuk mencegah terjadinya konstipasi (susah buang air besar, atau sembelit). Namun, tambah Ali Khomsan, masyarakat juga seharusnya mengetahui bahwa manfaat serat tidak hanya terkait dengan kemudahan buang air, tapi juga dengan penyakit degeneratif yang kini menjadi penyakit mematikan di Indonesia.
“Makan serat tidak hanya melancarkan proses pembuangan, tapi ada rahasia serat yang jauh lebih bermanfaat, dan itu merupakan suatu kebutuhan untuk menuju sehat. Kalau dicermati, data-data statistik menyebutkan penyakit pembunuh di Indonesia didominasi penyakit pembuluh darah, jantung, stroke. Ini semua pasti terkait dengan kolesterol. Dengan demikian, pengendalian kolesterol melalui asupan serat yang cukup, harus menjadi tujuan seseorang,” papar staf pengajar pada Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Serat kerap dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu yang tidak dapat larut dalam air (serat tidak larut) dan yang larut di dalam air (serat larut).
-    Serat tidak larut (insoluble fiber). Serat jenis ini mendorong material makanan melewati sistem pencernaan dan meningkatkan/memperbesar massa feses, juga membentuk feses menjadi tidak keras/lebih lembut. Feses yang lebih lembut akan lebih mudah dikeluarkan, sehingga terhindar dari konstipasi atau gangguan buang air besar. Gandum, kacang-kacangan, dan sayuran adalah sumber utama untuk serat tidak larut. 
-    Serat larut (soluble fiber). Serat yang larut dalam air membentuk material serupa jeli. Ia mampu mengikat garam empedu yang mengandung kolesterol, untuk kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses. Karena itu, semakin tinggi konsumsi serat larut, akan semakin banyak garam empedu dan lemak yang dikeluarkan tubuh, sehingga kadar kolesterol pun dapat dikendalikan. Serat larut bisa diperoleh antara lain di buah-buahan, seperti apel, wortel, jeruk dan buah-buahan kelompok sitrus lainnya, oat, dan buncis. 
Selain mencegah konstipasi dan menurunkan kolesterol, serat juga bermanfaat untuk:
-    Mengontrol kadar gula darah. Serat, khususnya serat larut, dapat memperlambat penyerapan gula, sehingga untuk orang-orang yang mengidap diabetes, kadar gula darahnya menjadi lebih baik. Pola makan yang tinggi serat juga dapat mengurangi risiko dari terkena penyakit diabetes tipe 2. 
-    Membantu mengurangi berat badan (menjaga berat badan ideal). Makanan kaya serat umumnya membutuhkan waktu pengunyahan yang lebih lama, dan menimbulkan kesan kenyang pada lambung sehingga keinginan untuk mengudap atau ngemil pun tidak ada. 
-    Membantu mencegah kanker usus besar (colorectal cancer). Kanker ini terjadi karena orang kesulitan buang air besar (BAB). Ketika sulit BAB, dinding saluran mengalami perlukaan, timbul semacam bisul, dan peradangan-peradangan yang bisa tak terkendali. Proses penyerapan zat-zat karsinogenik yang seharusnya ikut terbuang bersamaan dengan feses pun menjadi tidak lancar, akibatnya menjadi menumpuk, dan bisa menimbulkan gejala tumor atau kanker. 
Dimana kita bisa mendapatkan serat? Tak jauh-jauh. Di dalam buah-buahan dan sayuran, gandum, juga kacang-kacangan, terkandung serat yang berguna itu. Sehingga berteman dengan jenis makanan ini sesungguhnya membantu memenuhi kebutuhan serat secara alami.
Berdasarkan anjuran kecukupan gizi, konsumsi serat sebaiknya 20-30 gram per hari. “Kalau bicara kecukupan energi, protein, vitamin, itu ada pembagiannya, berapa untuk anak-anak dan berapa untuk orang dewasa. Khusus serat, tidak ada acuan itu. Jadi dibuat rata-rata, 20-30 gram per hari, berlaku untuk muda dan dewasa.
Bagaimana cara menakar agar kita memperoleh 20-30 gram serat itu? Menurut Ali Khomsan, itu akan terkait dengan pola makan seseorang. “Kalau kita mau makan sayur dan buah lima porsi (sayur 3 porsi dan buah 2 porsi, atau sebaliknya-Red), kemudian makan nasi cukup tiga kali sehari, makan kacang-kacangan, tahu, tempe, maka itu bisa mencukupi kebutuhan serat.”
Tetapi pada kenyataannya, jelas ayah dua anak ini, seringkali kita kurang mengonsumsi sayur dan buah sehingga rata-rata orang Indonesia asupan seratnya hanya 11 gram per hari, dari angka kebutuhan 20-30 gram. Nasi, sebagai makanan pokok orang Indonesia, juga merupakan sumber serat, meskipun kandungan seratnya tidak sebaik buah-buahan dan sayuran. Karena itu, keberagaman variasi menu makanan sangatlah dianjurkan agar kita memperoleh jumlah serat yang cukup.
Kekurangan dan kelebihan serat
Jika tubuh kekurangan serat, maka yang paling mudah dirasakan adalah timbulnya sembelit alias susah buang air besar. Lainnya, seperti kadar kolesterol yang tinggi juga mungkin terjadi, tetapi dampaknya tidak terlalu dirasakan seperti halnya sembelit. Sedangkan, bila asupan serat berlebih, maka tubuh pun akan mengalami dampaknya.
“Saluran cerna kita akan menghalangi proses penyerapan zat gizi lain ketika kita terlalu banyak mengonsumsi serat. Serat akan menyerap air dalam tubuh, beberapa nutrien vitamin, dan mineral,” ujar lulusan S3 Home Economic Education pada Iowa State University ini.
Intinya, tambah Ali Khomsan, kelebihan konsumsi serat akan mengurangi proses penyerapan zat gizi lainnya oleh tubuh. Sepanjang kita memenuhi anjuran, makan sewajarnya, maka kondisi kelebihan serat sangatlah jarang terjadi, kecuali untuk orang-orang yang mengonsumsi suplemen serat tanpa mematuhi takaran yang dianjurkan.
Suplemen serat, bagi mereka yang menyadari dirinya tidak suka makan sayur dan buah, merupakan asupan yang sangat membantu untuk memenuhi angka kecukupan serat. Suplemen serat itu ada yang berupa cairan, tablet dan serbuk. Penggunaan suplemen serat pun pada dasarnya tidak ada pelarangan. “Saya tidak melarang orang mengonsumsi suplemen serat. Kalau pola makannya buruk, silakan saja. Tapi bagi orang-orang yang makannya lahap, makan beraneka ragam jenis, kebutuhan seratnya terpenuhi, maka jelas orang itu tidak perlu suplemen,” pungkas Ali Khomsan.
Timbang-timbang Suplemen Serat
Produk suplemen serat kini banyak bermunculan di pasaran. Seperti yang dijelaskan Prof DR Ir Ali Khomsan, suplemen serat tidak perlu dikonsumsi sepanjang seseorang memiliki pola makan yang baik, termasuk juga rajin mengonsumsi sayuran dan buah-buahan Namun, apabila diperlukan, suplemen serat pun bisa membantu kebutuhan serat yang diperlukan tubuh. Prof DR Ir Ali Khomsan memaparkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengonsumsi suplemen serat:
-    Ketika membeli produk suplemen serat, lihat sumber seratnya berasal dari mana, juga kualitas seratnya. Yang dikatakan bagus, kalau seratnya bersumber dari tumbuh-tumbuhan nabati atau hewani. 
-    Sebagian orang mengatakan agar-agar rumput laut paling bagus karena kandungan seratnya yang tinggi. Mungkin saja itu benar, karena ada literatur yang menunjukkan hal itu. Tapi tidak mungkin seseorang mengonsumsi agar-agar setiap hari. Lain halnya dengan sayuran dan buah-buahan, yang bisa dikonsumsi setiap hari karena memang merupakan bagian dari makanan sehari-hari. 
-    Makan suplemen serat dan buah-buahan atau sayuran jelas berbeda. Kalau suplemen serat dalam bentuk kemasan atau tablet, maka seratnya sudah terkonsentrasi (concentrated fiber), dan kita hanya memperoleh serat. Sedangkan kalau kita makan satu buah apel, kita tidak hanya mendapatkan serat tapi juga kandungan gizi lainnya yang beragam. Ini tentu jauh lebih baik. 
-    Ada produk suplemen serat yang mengklaim kandungan manfaatnya setara dengan lima mangkok sayur bayam. Cermati, setaranya dalam hal serat saja atau pada hal lainnya juga? Jadi setaranya tidak menyeluruh dengan apa yang terkandung dalam bayam. Misalnya, satu tablet suplemen serat setara dengan makanan tertentu, seratnya boleh jadi lebih tinggi atau setara, tapi vitaminnya belum tentu ada di dalam suplemen itu. Dibandingkan dengan suplemen, makanan alami tentu masih jauh lebih baik kandungan gizinya. 
-    Ikuti saran dan petunjuk konsumsi yang tertera dalam kemasan suplemen serat. 
KUKU JEMPOL KAKI
penyebab kuku jempol kaki rusak ada beberapa kemungkinan. Bisa karena penyakit eksim kulit yang mengenai kuku dan psoriasis, tapi yang paling sering disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita. Gejalanya kuku menjadi berwarna kekuningan, menebal dan rusak atau hancur. Jamur penyebab ini ada di mana-mana seperti di kamar mandi, kolam renang, atau di daerah lembab lainnya. Mengapa hanya satu jari saja yang terkena? Kemungkinan kuku jempol kaki Umi merupakan tempat terlemah di tubuh Umi sehingga area itulah yang bisa dirusak oleh jamur.
  Cara  mengatasinya, sebaiknya segera periksa ke dokter spesialis kulit dan  kelamin terdekat untuk dipastikan apakah memang penyakit jamur kuku atau  lainnya. Di bagian kulit rumah sakit umum dapat dilakukan pemeriksaan  kerokan kuku dengan mikroskop untuk melihat adakah jamur penyebabnya.  Kalau memang disebabkan jamur, dokter akan memberikan obat oles saja  atau juga diberikan obat anti jamur yang diminum, tergantung tingkat  keparahan penyakitnya. Kadang-kadang kuku perlu dicabut untuk memudahkan  pengobatan. Insya Allah bisa sembuh total, tapi memang harus telaten  karena pengobatan jamur kuku sampai sembuh memakan waktu 3 bulan sampai 6  bulan.

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar