
Bahaya Pandangan Materialistis, Bagi Kehidupan Rumah Tangga Muslim
PANDANGAN MATERILISTIS TERHADAP DUNIA
Pandangan materialistis saat ini, banyak menerpa kehidupan manusia. Bahkan sebagian kaum muslimin ada yang juga terpengaruh dengan kehidupan yang melalaikan ini. Yaitu mengedepankan cara pandang tentang kehidupan yang hanya terbatas pada usaha untuk mendapatkan kenikmatan sesaat di dunia fana ini, sehingga aktifitas hidup yang dijalankan hanya berkisar pada masalah bagaimana bisa menciptakan lapangan pekerjaan, mengembangkan ekonomi, membangun rumah dan gedung, memenuhi kepuasan hidup dan hal-hal lain yang bersifat duniawi, tanpa memikirkan akibat dan sikap yang seharusnya dilakukan. Seolah menganggap, bahwa kebahagiaan hidup hanya bisa diraih dengan harta. Alhasil, pandangan materialistis ini mengusik keharmonisan dan ketenangan rumah tangga seorang muslim. Melalaikan tujuan inti penciptaannya, penghambaan diri kepada Allah semata dalam setiap aspek kehidupannya. Allah berfirman:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ مَآأُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَآأُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh". [Adz Dzariyat: 56-58]
Sebagai efeknya, tak jarang wanita juga ikut bekerja membanting tulang, mengerahkan segala cara untuk mendapatkan harta yang banyak. Dalam benaknya, yang berkembang hanya bagaimana bisa menguasai dunia dengan harta berlimpah, seolah kebahagiaan dan ketenangan bergantung dengan harta; padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Abu Dzar. Apakah engkau menyangka karena banyak harta orang menjadi kaya?” Saya (Abu Dzar) menjawab : “Ya, wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Dan engkau menyangka, karena harta sedikit orang menjadi miskin?” Saya (Abu Dzar) berkata: “Ya, wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya kekayaan adalah kecukupan dalam hati, dan kemiskinan adalah miskin hati”. [HR Hakim dan Ibnu Hibban].
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
خَسِرَ الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
"Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata". [Al Hajj: 11]
Allah menciptakan dunia tidak untuk main-main atau sendau gurau, tetapi Allah menciptakannya untuk suatu hikmah yang agung, sebagaimana firman Allah:
إِنَّا جَعَلْنَا مَاعَلَى اْلأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya". [Al Kahf :7].
Allah menciptakan dunia tidak lain ialah sebagai ladang kampung akhirat dan kampung untuk beramal. Sedangkan akhirat sebagai kampung menuai balasan. Barangsiapa mengisi dunia dengan amal shalih, niscaya ia akan menuai keberuntungan di dua kampung tersebut. Sebaliknya, barangsiapa yang menyia-nyiakan dunianya, niscaya ia akan kehilangan akhiratnya.
PANDANGAN YANG SALAH TERHADAP DUNIA
Allah menjadikan berbagai kenikmatan dunia dan perhiasan lahiriah berupa harta, anak-anak, isteri, kedudukan, kekuasaan dan berbagai macam kenikmatan lainnya, yang seharusnya digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat kelak. Dari Tsauban, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الْآخِرَةِ
"Hendaklah di antara kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir dan isteri yang shalihah yang membantu dalam urusan akhirat". [HR Ahmad dan Ibnu Majah].
Pada kenyataannya, sebagian besar manusia memusatkan perhatiannya pada aspek lahiriah dan kenikmatan materi semata. Setiap hari disibukkan dengan bekerja untuk mendapatkan harta dan kenikmatan dunia, sehingga lupa menyiapkan bekal untuk amal kehidupan sesudah mati; bahkan ada yang mengingkari kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَانَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
"Dan tentu mereka akan mengatakan (pula) “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan”. [Al Al An’am : 29].
Allah mengancam orang-orang yang memiliki pandangan kerdil terhadap dunia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَيُبْخَسُونَ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan". [Hud: 15-16].
ANCAMAN ALLAH TERHADAP ORANG-ORANG MATERIALISTIS
Dampak ancaman di atas berlaku bagi semua orang yang memiliki pandangan materialis, yaitu mereka yang beramal hanya sekedar mencari keuntungan dunia, misalnya: orang-orang munafik, orang-orang kafir, orang-orang yang menganut faham kapitalisme, komunisme dan sekulerisme. Allah akan menjadikan kehidupan ini terasa sempit bagi mereka. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
"Barangsiapa yang menjadikan dunianya sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan membuat perkaranya berantakan, kemiskinan berada di depan kedua matanya dan dunia tidaklah datang, kecuali yang telah ditentukan baginya saja. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat (sebagai) niatnya, niscaya Allah akan memudahkan urusannya dan menjadikan rasa kecukupan tertanam dalam dalam hatinya dan dunia akan datang dengan sendirinya". [Hadits Ibnu Majah dengan sanad yang shahih]
PANDANGAN YANG BENAR TERHADAP DUNIA
Dunia bukanlah segala-galanya, akan mengalami kehancuran. Ia hanya jembatan penyeberangan belaka. Segala prasarana dan sarana yang Allah adakan di dunia ini, harta, kekuasaan dan lain-lain, semestinya dioptimalkan sebesar-besarnya untuk kepentingan yang lebih besar, meraih kehidupan akhirat yang paling baik.
Karena itu, pada hakikatnya dunia tidak tercela dzatnya. Pujian atau celaan tergantung pada tindak-tanduk seorang hamba dalam menjalani siklus kehidupannya di dunia. Sekali lagi, dunia, kehidupannya bersifat maya.
Kehidupan yang baik yang diperoleh penduduk surga, tidak lain karena kebaikan dan amal shalih yang telah mereka tanam ketika di dunia. Maka dunia adalah kampung jihad, shalat, puasa dan infak di jalan Allah, serta medan untuk berlomba dalam kebaikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada penduduk surga, artinya :
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَآأَسْلَفْتُمْ فِي اْلأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
"(Kepada mereka dikatakan) “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu (ketika di dunia)”. [Al Haqqah : 24].
Selayaknya kita bersiap diri meninggalkan kampung dunia menuju kampung akhirat dengan selalu menambah simpanan amal kebaikan dan bersegera memenuhi panggilan Allah.
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu berkata: “Sesungguhnya dunia telah habis berlalu dan akhirat semakin mendekat. Dan masing-masing mempunyai anak keturunan. Jadilah kalian anak keturunan akhirat dan jangan menjadi anak keturunan dunia, karena sekarang kesempatan beramal tanpa ada hisab (peratnggungjawaban) dan besok di akhirat masa perhitungan amalan dan tidak ada kesempatan beramal”. Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu juga mengatakan: “Halalnya adalah dipertanggungjawabkan, dan haramnya adalah neraka”.
Wahai saudaraku kaum muslimin, ingatlah terhadap empat hal : Aku tahu bahwa rezekiku tidak akan dimakan orang lain, maka tenteramlah jiwaku. Aku tahu bahwa amalku tidak akan dilakukan orang lain, maka akupun disibukkannya. Aku tahu bahwa kematian akan datang tiba-tiba, maka segera aku menyiapkannya. Dan aku tahu bahwa diriku tidak akan lepas dari pantauan Allah, maka aku akan merasa malu kepadaNya. [Lihat Manaqib Al Iman Ahmad, Ibnu Jauzi, Maktabah Al Hany, Bab As Siaru, Vol. 11, hlm. 485 dan Wafayat Al A’yan, Op.Cit, Vol. 2, hlm. 27].
Orang yang mengosongkan hatinya dari keinginan dunia akan merasa ringan tanpa beban, total menyongsong Allah dan mempersiapkan diri untuk datangnya perjalanan. Mengosongkan hati untuk dunia yang fana bukan berarti meninggalkan dunia kerja, enggan mencari kehidupan dunia dan tidak mencoba berusaha. Islam sendiri memerintahkan untuk bekerja dan menganggapnya sebagai satu jenis jihad, bila dengan niat yang tulus dan memenuhi syarat amanah dan ikhlas, serta tidak melanggar syariat. (Ummu Ahmad).
Maraji’:
- Kitab Tauhid III, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
- Islahul Qulub, karya Syaikh Abdul Hadi Wahbi.
- Faraidul Kalam Lil Khulafail Kiram, karya Syaikh Qasim ‘Asyur.
- Ad Dunya Dhillul Zailun, Abdul Malik bin Muhammad Al Qasim.
Rumahku Sorgaku, Menciptakan Keluarga Islami Untuk Menggapai Ridha Ilahi
Kebanyakan manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman dan ketenangan jiwa. Tentu pula semua berusaha menghindar dari berbagai pemicu gundah gulana dan kegelisahan. Terlebih lagi dalam lingkungan keluarga.
Ingatlah, semua ini tak mungkin akan terwujud kecuali dengan iman kepada Allah, tawakal dan mengembalikan semua masalah kepada-Nya, disamping melakukan beragam usaha yang sesuai dengan syariat.
PENTINGNYA MENCIPTAKAN KEHARMONISAN DALAM KELUARGA
Yang paling berpengaruh buat pribadi dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmennya pada kebenaran. Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya telah mempersiapkan tempat yang mulia buat manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri- istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". [ar-Rum: 21]
Ya...... "supaya engkau cenderung dan merasa tentram kepadanya" (Allah tidak mengatakan "supaya kamu tinggal bersamanya"). Ini menegaskan makna tenang dalam perangai dan jiwa serta menekankan wujudnya kedamaian dalam berbagai bentuknya.
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan.
Sesungguhnya pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan dan persahabatan yang terpancang di atas cinta dan kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan lekat ini sangat mirip dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri.
Al-Qur’an menjelaskan:
هُنَّ لِبَاسُُ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسُُ لَّهُنَّ
"Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” [Al-Baqarah: 187]
Terlebih lagi ketika mengingat apa yang dipersiapkan bagi hubungan ini, misalnya pendidikan anak dan jaminan kehidupan, yang tentu saja tak akan terbentuk kecuali di dalam atmosfir keibuan yang lembut dan kebapaan yang semangat dan serius. Adakah di sana komunitas yang lebih bersih dari suasana hubungan yang mulia ini?
PILAR PENYANGGA KELUARGA ISLAMI
Ada banyak faktor yang menjadi penopang tegaknya keluarga islami, -yang di dalamnya terjalin kuat hubungan suami istri serta jauh dari perselisihan dan perpecahan- (yaitu antara lain) :
1. Iman Dan Taqwa Kepada Allah Ta’ala
Faktor pertama dan terpenting yaitu berpegang teguh kepada tali keimanan: iman kepada Allah dan Hari Akhir, takut kepada Dzat Yang mempemerhatikan segala yang tersembunyi serta senantiasa bertaqwa dan bermuraqabah (merasa terawasi oleh Allah Azza wa Jalla –red) lalu menjauh dari kezaliman dan kekeliruan di dalam mencari kebenaran.
ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
"Demikianlah diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya". [At-Thalaq: 2-3]
Di antara yang menguatkan keimanan ini yaitu bersungguh-sungguh dan serius dalam ketaatan dan ibadah serta saling ingat-mengingatkan dalam masalah itu.
Perhatikanlah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
"Semoga Allah merahmati suami yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan istrinya lalu shalat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkcan suaminya lalu shalat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di wajahnya." [2].
Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau hubungan hawa nafsu hewani, namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan ini sahih (benar) maka akan berlanjut hingga ke kehidupan akhirat setelah meninggal dunia kelak.
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ
"Yaitu surga ‘Adn yang mereka itu masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri- istri nya dan anak cucunya ". [Ar¬-Ra’du : 23]
2. Menjalin Hubungan Baik
Termasuk di antara yang mengawetkan hubungan ini adalah pergaulan antara suami istri dengan baik. Ini tidak akan tercipta kecuali dengan saling mengerti dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing.
Adapun mencari-cari kesempurnaan dalam keluarga dan anggotanya adalah sesuatu yang mustahil. Dan merasa prustasi dalam usaha melakukan penyempurnaan setiap sifat mereka atau yang lainnya termasuk sia-sia juga.
3. Tugas Suami
Termasuk berpikir cerah adalah (apabila suami dapat-red) mengkondisikan jiwa untuk menerima beberepa kesempitan dan mengabaikan sebagian kesusahan. Seorang suami —sebagai pemimpin keluarga- dituntut untuk lebih bersabar ketimbang istrinya, di mana seorang istri itu lemah secara fisik maupun pribadinya. Apabila dituntut untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan buntu dari semuanya
Terlalu berlebihan dalam meluruskannyapun akan berarti mematahkannya dan mematahkannya sama saja dengan menceraikannva.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
"Nasihatilah wanita dengan yang baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari rusuk dan bagian terbengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kau luruskan maka berarti kamu mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok. Untuk itu nasihatilab wanita dengan yang baik" [3]
Jadi kelemahan pada wanita sudah ada semenjak pertama kali diciptakan. Maka mau tidak mau harus bersabar menghadapinya.
Untuk itu seyogyanya seorang suami tidak terus-terusan mengingat apa yang merupakan bahan kesempitan pada keluarganya. Alihkan pandangan dari beberapa sisi kekurangan mereka. Dan perhatikanlah sisi kebaikan mereka niscaya akan didapatinya banyak sekali.
Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
"Seorang mukmin (suami) tidaklak membenci dan marah kepada mukminah (istri) Apabila ia membencinya karena sesuatu dari pribadinyn maka ia ridla darinya dengan hal-hal lainnya". [4]
Dalam hal ini maka berprilakulah lemah lembut. Sebab jika ia sudah melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi di mana sumber-sumber kebahagiaan itu berada.
Allah Ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
"Dan bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuata padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" [An-Nisa: 19]
Apabila tidak begitu, lalu bagaimana mungkin akan tercipta ketentraman, mana kedamaian dan cinta kasih itu : jika pemimpin keluarga itu sendiri berperangai keras, jelek pergaulannya, sempit wawasan, dungu, terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah, jika masuk terlalu banyak mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu berburuk sangka.
Padahal sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber-sumber kebahagiaan itu tidaklah akan tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhkan diri dari prasangka yang tak beralasan. Dan kecemburuan -pada sebagian orang- terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu saja akan membikin hidup terasa sempit dan hati gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلاَتُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
"Tempatkanlah mereka - para istri- di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu. Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka... " [(Ath-Thalaq: 6]
Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُ كُمْ لأَهْلِهِ وَ أَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِيْ
"Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik di antara kamu kepada keluargaku" [5]
4. Tugas Istri
Adapun seorang istri maka ketahuilah bahwa kebahagiaan, cinta dan kasih sayang tidaklah akan sempurna kecuali ketika si pemilik kesucian dan agama (baca : istri) mengetahui kewajibannya dan tidak melalaikannya.
Berbakti kepada suaminya sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah. Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagai istri dan menjaga harta suaminya merupakan kewajiban seorang istri. Demikian juga menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memerhatikan diri dan rumahnya.
Inilah istri yang shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Juga mengakui kecakapan suaminya dan tidak mengingkari kebaikan pelayanannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewanti-wanti jangan sampai melakukan pengingkaran (terhadap suaminya-red) ini. Sabda beliau:
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
"Diperlihatkan kepadaku neraka. Ternyata sebagian besar penghuninya adalah perempuan yang kufur (ingkar). Ditanyakan kepada beliau: Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Tidak, tapi mengingkari kebaikan suaminya .Jika kalian berbuat baik kepada salah seorang isteri kalian sepanjang hari, lalu ia mendapati padamu suatu kejelekan maka ia berkata : tak pernah aku dapatkan darimu kebaikan sama sekali" [6]
Untuk itu seyogyanya memaafkan kekeliruan dan mengabaikan kekhilafan. Janganlah berprilaku jelek ketika suami hadir dan janganlah rnengkhianatinya ketika ja sedang bepergian.
Dengan ini sudah barang tentu akan tercapai saling meridhai, akan langgeng hubungan mesra, cinta dan kasih sayang.
Dalam sebuab hadits dikatakan:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ
"Siapapun perempuan yang meninggal dunia lalu sang suami meridhainya, maka dia masuk sorga" [7]
Maka bertakwalah kepada Allah, wahai ummat Islam. Ketahuilah bahwa dengan dicapainya keharmonisan maka akan tersebarlah semerbak kebahagiaan dan terciptalah suasana yang kondusif untuk tarbiyah.
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta kasih dan saling pengertian antara sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapaan yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan saling menzalimi satu sama lain. Juga tak ada permusuhan dan saling menyakiti.
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Dan orang-orang yang berkata : ya Tuhan kami anugrahkanlah kepada kami istri- istri kami dan keturunan kami, sebagai penyenang hati kami Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa". [al-Furqan : 74]
PENUTUP
Lurusnya keluarga, menjadi media untuk menciptakan keamanan masyarakat. Bagaimana bisa aman apabila di sana ikatan keluarga telah amburadul. Padahal Allah telah memberi kenikmatan ini yaitu nikmat kerukunan keluarga, kemesraan dan keharmonisannya.
Allah Ta’ ala berfirman:
وَاللهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu. Dan memberimu rezeki dari yang baik- baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" [An-Nahl : 72]
Hubungan suami istri yang sangat solid dan (fungsinya) sebagai orang tua ditambah anak-anaknya yang tumbuh dalam asuhan mereka, merupakan gambaran umat terkini dan masa depan.
Karena itu ketika setan berhasil mencerai-beraikan hubungan keluarga, dia tidak sekedar menggoncangkan satu rumah saja dan tidak pula hanya menyebarkan kerusakan yang sebatas begitu saja. Namun menjerumuskan masyarakat seluruhnya ke dalam kebobrokan yang merajalela. Realita sekarang ini menjadi bukti nyata.
Semoga Allah merahmati pria yang perilakunya terpuji, baik hati, pandai bergaul (terhadap keluarga-red), lemah lembut, pengasih, penyayang, tekun, tidak berlebihan dan tidak lalai dengan kewajibannya.
Begitupula semoga Allah merahmati wanita yang tidak mencari-cari kekeliruan, tidak cerewet, shalihah, taat dan memelihara dirinya ketika sang suami tidak ada, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memeliharanya.
Bertaqwalah, wahai para suami istri, wahai kaum muslimin. Sesungguhnya barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya dimudahkan urusannya.
وصلى الله على خير خلقه نبينا محمد و على آله و أزواجه الطيبين الطاهرين و على صحبه الغر الميامين و تابيعهم بإحسان إلى يوم الدين.
Madinah Nabawiyah, 22 Rajab 1422 H
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun V/1422/2001M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Diterjemahkan oleh: Muhamad Asundee, dari al-Bait as-Sa’id yang ditulis oleh Syaikh Shalih ibn Abdullah ibn Al-Humaid.
[2]. Hadits Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud (1308), An-Nasa’i (3/205), dan Ibnu Majah (1336). Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (1148) dan Hakim serta disepakati oleh Adz-Dzahabi]
[3]. HR.Bukhari: 5186 —Muslim: 1468
[4]. HR. Muslim: (1469) lbnu Hajar berkomentar: “ini mengisyaratkan akan perlunya pembenahan (-red) dengan lemah-lembut dalam artian tidak berlebihan sehingga mengakibarkan kepatahan. Namun tidak pula membiarkannya sehingga berlalu begitu saja dalam kebengkokan.
Rumusannya begini: tidak dibiarkan bengkok jika tabiat serba kurangnya ini
mengakibatkan terjerumus ke dalam kemaksiatan atau melalaikan kewajiban. Dan dibiarkan saja dalam kebengkokannya sepanjang ada dalam hal-hal yang dimubahkan
[5]. Hadits Shahih. HR. At-Tirmidzi 3892, Ibnu Maajah, Ibnu Hibban 1312]
[6]. HR. Bukhari 5197
[7]. HR. at-Tirmidzi (1161), beliau mensahihkannya. Juga Ibnu Majah: (1854) dan Hakim: 4/173. Beliau (Hakim) berkata: isnadnya sahih
Penyebab Melemahnya Jalinan Silaturrahim
Tali kekerabatan harus selalu rapat dan erat. Beragam gejala yang berpotensi merenggangkannya mesti diantisipasi dengan cepat, supaya keharmonisan hubungan tetap terjaga, kuat lagi hangat. Semua anggota kerabat akan menikmati rahmat dariNya lantaran menjunjung tinggi tali silaturahmi yang sangat ditekankan oleh syariat.
Sebaliknya, ketidakpedulian terhadap hubungan kekerabatan akan dapat menimbulkan dampak negatif. Alasannya, tali silaturahmi lambat laun akan mengalami perenggangan. Pemutusan tali silaturahmi berdampak mengikis solidaritas, mengundang laknat, menghambat curahan rahmat dan menumbuhkan suburnya egoisme.
Sering terdengar di masyarakat pelbagai kasus putusnya tali silaturrahim dengan berbagai bentuknya. Terhadap pemutusan silaturrahim ini, Islam sangat tegas ancamannya. Allah berfirman:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ . أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan Allah tulikan telinga mereka dan Allah butakan penglihatan mereka". [Muhammad:22-23].
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
"Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturrahmi". [HR Bukhari 5984 dan Muslim 2556].
Banyak faktor yang dapat menyulut terjadinya pemutusan tali silaturrahim. Namun ketidaktahuan seseorang tentang itu, membuatnya terjerumus dalam kesalahan.
BENTUK-BENTUK PEMUTUSKAN SILATURRAHMI
Anjuran untuk membina tali silaturahmi sangat jelas. Sebagaimana diterangkan Ibnul Atsir, silaturahmi merupakan cerminan berbuat baik kepada keluarga dekat, berlemah-lembut kepada mereka, memperhatikan keadaan mereka baik ketika mereka berada di daerah yang jauh maupun ketika mereka melontarkan kejelekan kepadanya. Memutuskan tali silaturrahim merupakan tindakan yang berlawanan dengan itu semua.
Meski demikian, fenomena pemutusan tali silaturrahmi kerap kali terdengar di tengah masyarakat, terutama akhir-akhir ini, saat materialisme mendominasi. Saling mengunjungi dan menasihati sudah dalam titik yang memprihatinkan. Hak keluarga yang satu ini sudah terabaikan, tidak mendapatkan perhatian yang semestinya. Padahal jarak sudah bukan lagi menjadi halangan di era kemajuan teknologi informasi.
Di antara contoh kongkret bentuk pemutusan silaturrahmi yang muncul di tengah masyarakat adalah :
1. Tidak adanya kunjungan kepada sanak keluarganya dalam jangka waktu yang panjang, tidak memberi hadiah, tidak berusaha merebut hati keluarganya, tidak membantu menutupi kebutuhan atau mengatasi penderitaan kerabatnya. Yang terjadi, justru menyakiti kerabatnya dengan ucapan atau perbuatan.
2. Tidak pernah menghidupkan spirit senasib dan sepenanggungan dalam kegembiraan maupun kesusahan. Malah orang lain yang dikedepankan daripada membantu keluarga dekatnya.
3. Lebih sering menghabiskan waktu dakwahnya kepada orang lain daripada sibuk dengan keluarga sendiri. Padahal, mereka lebih berhak mendapatkan kebaikan. Allah berfirman kepada NabiNya:
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat". [Asy Syu’ara : 214]
4. Ada juga orang yang mau menjalin tali silaturrahmi, jika keluarganya menyambung silaturrahmi dengannya. Tapi ia akan mengurainya, jika mereka memutuskannya.
FAKTOR PENYEBAB TERPUTUSNYA SILATURRAHMI
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa banyak hal yang dapat menyebabkan terputusnya silaturrahmi, di antaranya ialah:
1. Ketidaktahuan Bahaya Memutuskan Tali Silaturrahmi.
Ketidaktahuan seseorang terhadap akibat buruk yang akan dideritanya dalam kehidupan dunia maupun akhirat akibat memutuskan silaturrahmi, telah menyebabkannya melakukan pemutusan silaturrahmi ini. Sebagaimana juga ketidaktahuan seseorang tentang keutamaan silaturrahmi, membuat dia malas dan kurang semangat melakukannya.
2. Ketakwaan Yang Melemah.
Orang yang melemah ketakwaan serta agamanya, maka dia tidak akan perduli dengan perbuatannya yang memotong sesuatu yang mestinya disambung. Dia tidak pernah tergiur dengan pahala silaturrahmi yang dijanjikan Allah serta tidak merasa takut dengan akibat dari pemutuskan silaturrahmi ini.
3. Kesombongan.
Sebagian orang, jika sudah mendapatkan kedudukan yang tinggi atau menjadi saudagar besar, dia berubah sombong kepada keluarga dekatnya. Dia menganggap ziarah kepada keluarga merupakan kehinaan, begitu juga usaha merebut hati mereka, dianggapnya sebagai kehinaan. Karena ia memandang, hanya dirinya saja yang lebih berhak untuk diziarahi dan didatangi.
4. Perpisahan Yang Lama.
Ada juga orang yang terputus komunikasi dengan keluarga dekatnya dalam waktu yang lama, sehingga dia merasa terasingkan dari mereka. Mula-mula dia menunda-menunda ziarah, dan itu terulang terus sampai akhirnya terputuslah hubungan dengan mereka. Diapun terbiasa dengan terputus dan menikmati keadaannya yang jauh dari keluarga.
5. Celaan Berat
Ada sebagian orang, jika dikunjungi oleh sebagian anggota keluarganya setelah terpisah sekian lama, dia menghujani saudaranya itu dengan hinaan dan celaan. Karena dinilai kurang dalam menunaikan haknya dan dinilai terlambat dalam berkunjung. Akibatnya, muncul keinginan menjauh dari orang yang suka mencela ini dan merasa takut untuk menziarahinya lagi karena khawatir dicela.
6. Memberatkan
Ada orang, jika dikunjungi oleh sanak familinya, dia terlihat membebani dirinya untuk menjamunya secara berlebihan. Dikeluarkannya banyak harta dan memaksa diri untuk menghormati tamunya, padahal dia kurang mampu. Akibatnya, saudara-saudaranya merasa berat untuk berkunjung kepadanya karena khawatir menyusahkan tuan rumah.
7. Kurang Memperhatikan Peziarah.
Ada orang, jika dikunjungi oleh saudaranya, dia tidak memperlihatkan kepeduliannya. Dia tidak memperhatikan omongannya. Bahkan kadang dia memalingkan wajahnya saat diajak bicara. Dia tidak senang dengan kedatangan mereka dan tidak berterima kasih. Dia menyambut para peziarah dengan berat hati dan sambutan dingin. Ini akan mengurangi semangat untuk mengunjunginya.
8. Pelit Dan Bakhil.
Ada sebagian orang, jika diberi rizki oleh Allah berupa harta atau wibawa, dia akan lari menjauh dari keluarga dekatnya, bukan karena ia sombong. Dia lebih memilih menjauhi mereka dan memutuskan silaturrahmi daripada membukakan pintu buat kaum kerabatnya, menerima mereka jika bertamu, membantu mereka sesuai dengan kemampuan dan meminta maaf jika tidak bisa membantu. Padahal, apalah artinya harta jika tidak bisa dirasakan oleh kerabat!
9. Menunda Pembagian Harta Warisan.
Terkadang ada harta warisan yang belum dibagi di antara ahli waris; entah karena malas atau karena ada yang membangkang. Semakin lama penundaan pembagian harta warisan, maka semakin besar kemungkinan akan menyebarnya permusuhan dan saling membenci diantara mereka. Karena ada yang ingin mendapatkan haknya untuk dimanfaatkan, ada juga ahli waris yang keburu meninggal sehingga ahli warisnya sibuk mengambil haknya mayit yang belum diambilnya, sementara yang lain mulai berburuk sangka kepada yang lainnya. Akhirnya perkara ini menjadi ruwet dan menjadi kemelut yang mengakibatkan perpecahan serta membawa kepada pemutusan silaturrahmi.
10. Kerjasama Antar Keluarga Dekat.
Sebagian orang bekerjasama dengan saudaranya dalam suatu usaha atau PT tanpa ada kesepakatan yang jelas. Ditambah lagi, dengan tidak adanya tranparansi. Usaha ini terbangun hanya berdasarkan suka sama suka dan saling mempercayai.
Jika hasilnya mulai bertambah serta wilayah usahanya semakin melebar, mulai timbul benih perselisihan, perbuatan zhalim mulai mengemuka dan mulai timbul prasangka buruk kepada yang lain. Terutama jika mereka ini kurang bertaqwa dan tidak memiliki sifat itsar (yaitu sifat lebih mendahulukan orang lain daripada dirinya), atau salah seorang diantara mereka keras kepala atau salah diantara mereka ini lebih banyak modalnya dibandingkan yang lainnya.
Dari suasana yang kurang sehat ini, kemudian hubungan semakin memburuk, perpecahan tak terelakkan, bahkan mungkin bisa berbuntut ke pengadilan. Akhirnya di persidangan mereka saling mencela. Allah berfirman:
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَآءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّاهُمْ
"Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih; dan amat sedikitlah mereka ini". [Shaad:24].
11. Sibuk Dengan Dunia.
Orang yang rakus dunia seakan tidak memiliki waktu lagi untuk menyambung silaturrahmi dan untuk berusaha meraih kecintaan kerabatnya.
12. Thalak Di Antara Kerabat.
Kadang thalak tak terelakkan antara suami istri yang memiliki hubungan kerabat. Ini menimbulkan berbagai macam kesulitan bagi keduanya, entah disebabkan oleh anak-anak atau urusan-urusan lain yang berkaitan erat dengan thalak atau sebab yang lain.
13. Jarak Yang Berjauhan Serta Malas Ziarah.
Kadang ada keluarga yang berjauhan tempat tinggalnya dan jarang saling berkunjung, sehingga merasa jauh dengan keluarga dan kerabatnya. Jika ingin berkunjung ke kerabat, tempat ia yang tuju itu terasa sangat jauh. Akhirnya jarang ziarah.
14. Rumah Yang Berdekatan.
Rumah yang berdekatan juga bisa mengakibatkan keretakan dan terputusnya silaturrahmi. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan: "Perintahkanlah kepada para kerabat agar saling mengunjungi bukan untuk saling bertetangga".
Al Ghazali mengomentari perkataan Umar ini: "Beliau mengucapkan perkataan ini, karena bertetangga bisa mengakibatkan persaingan hak. Bahkan mungkin bisa mengakibatkan rasa tidak suka dan pemutusan silaturrahmi".
Aktsam bin Shaifi mengatakan: "Tinggallah di tempat yang berjauhan, niscaya kalian akan semakin saling mencintai".
Kadang juga, kedekatan ini menimbulkan masalah. Misalnya, problem yang terjadi antara anak dengan anak bisa merembet melibatkan orang tua. Masing-masing membela anaknya, sehingga menimbulkan permusuhan dan menyebabkan pemutusan silaturrahmi.
15. Kurang Sabar.
Ada sebagian orang yang tidak sabar dalam menghadapi masalah kecil dari kerabatnya. Terkadang hanya disebabkan oleh kesalahan kecil, dia segera mengambil sikap untuk memutuskan silaturrahmi.
16. Lupa Kerabat Pada Saat Mempunyai Acara.
Saat salah seorang kerabat memiliki acara walimah atau lainnya, dia mengundang kerabatnya, baik dengan lisan, lewat surat undangan atau lewat telepon. Saat memberikan undangan ini, kadang ada salah seorang kerabat yang terlupakan. Sementara yang terlupakan ini orang yang berjiwa lemah atau sering berburuk sangka. Kemudian orang yang berjiwa lemah ini menafsirkan kealpaan kerabatnya ini sebagai sebuah kesengajaan dan penghinaan kepadanya. Buruk sangka ini menggiringnya untuk memutuskan silaturrahmi.
17. Hasad Atau Dengki.
Kadang ada orang yang Allah anugerahkan padanya ilmu, wibawa, harta atau kecintaan dari orang lain. Dengan anugerah yang disandangnya, ia membantu kerabatnya serta melapangkan dadanya buat mereka. Karena perbuatan yang baik ini, kemudian ada di antara kerabatnya yang hasad kepadanya. Dia menanamkan bibit permusuhan, membuat kerabatnya yang lain meragukan keikhlasan orang yang berbuat kebaikan tadi, dan kemudian menebarkan benih permusuhan kepada kerabat yang berbuat baik ini.
18. Banyak Gurau.
Sering bergurau memiliki beberapa efek negatif. Kadangkala ada kata yang terucap dari seseorang tanpa mempedulikan perasaan orang lain yang mendengarnya. Perkataan menyakitkan ini kemudian menimbulkan kebencian kepada orang yang mengucapkannya. Fakta seperti ini sering terjadi di antara kerabat karena mereka sering berkumpul.
Ibnu Abdil Baar mengatakan: "Ada sekelompok ulama yang membenci senda gurau secara berlebihan. Karena akibatnya yang tercela, menyinggung harga diri, bisa mendatangkan permusuhan serta merusak tali persaudaraan".
19. Fitnah.
Terkadang ada orang yang memiliki hobi merusak hubungan antar kerabat –iyadzan billah. Orang seperti ini sering menyusup ke tengah orang-orang yang saling mencintai. Dia ingin memisahkan dan mencerai-beraikan persatuan, serta mengacaukan perasaan hati yang telah menyatu.
Betapa banyak tali silaturrahmi terputus, persatuan menjadi berantakan disebabkan oleh fitnah.
Dan merupakan kesalahan terbesar dalam masalah ini, yaitu percaya dengan fitnah. Alangkah indah perkataan seorang penyair yang mengingatkan kita:
Siapa yang bersedia mendengarkan perkataan para tukang fitnah,
maka mereka tidak menyisakan buat pendengarnya
Seorang teman pun, meskipun kerabat tercinta.
20. Perangai Buruk Sebagian Istri.
Terkadang seseorang diuji dengan istri yang berperangai buruk. Sang istri tidak ingin perhatian suaminya terbagi kepada yang lain. Dia terus berusaha menghalangi suami agar tidak berziarah ke kerabat. Di hadapan suami, istri ini memuji kedatangan kerabat mereka ke tempat tinggal suami dan menghalangi suami untuk bertamu ke kerabatnya. Sementara itu, ketika menerima kunjungan dari kerabat, dia tidak memperlihatkan wajah gembira. Ini termasuk hal yang bisa menyebabkan terputusnya silaturrahmi.
Ada juga suami yang menyerahkan kendali kepada istrinya. Jika istri ridha kepada kerabat, dia menyambung silaturrahmi dengan mereka. Jika istri tidak ridha, maka dia akan memutuskannya. Bahkan sampai-sampai sang suami tunduk kepada istrinya dalam berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya, padahal keduanya sangat membutuhkannya.
Demikian beberapa sebab yang bisa memutuskan tali silaturrahmi. Sebagai orang yang beriman, kita harus menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan terputusnya tali silaturrahmi ini. oleh karena itu, hendaklah kita menjaga silaturrahmi, memupuknya, serta mencari sarana-sarana yang bisa mengokohkannya, agar tidak terkikis oleh derasnya arus budaya yang merusaknya. Wallahu a’lam. (Redaksi)
Kiat-Kiat Menuju Keluarga Sakinah
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (memberi nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan gamblang.
Selanjutnya untuk memahami konsep pernikahan dalam Islam, maka rujukan yang paling benar dan sah adalah Al Qur’an dan As Sunnah Ash Shahihah yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Berdasar rujukan ini, kita akan memperoleh kejelasan tentang aspek-aspek pernikahan, maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang terjadi di dalam masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk menikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Allah Subhanhu wa Ta'ala berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". [Ar Ruum : 30].
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا
"... Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". [An Nisaa: 21].
Sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْد،ُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَا بَقِي
"Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". [1]
Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik rahimahullah berkata : “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras.” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
"Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku di hadapan umat-umat".[2]
Pernah suatu ketika, tiga orang sahabat g datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadahan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus”. Sahabat yang lain berkata: “Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan nikah selamanya ....”. Ketika hal itu didengar oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau keluar seraya bersabda :
"أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إنِّي َلأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي."
"Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku". [3]
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk menikah. Dan seandainya mereka fakir, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membantu dengan memberikan rezeki kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang menikah, dalam firmanNya:
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمْ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ."
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (bernikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan wanita. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui". [An Nuur:32].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala itu dengan sabdanya :
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ الاَدَاءَ وَ النَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ
"Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah. Yaitu, mujahid fi sabilillah, budak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". [4]
TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang kotor dan menjijikan, seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq Yang Mulia
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ أَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَ مَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِا لصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya".[5]
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat berikut : "Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim". [Al Baqarah:229].
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara kriteria itu ialah harus kafa'ah dan shalihah.
Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Kafa'ah (setaraf, sederajat) menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlaq seseorang, bukan diukur dengan status sosial, keturunan dan lain-lainnya.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Al Hujurat:13].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لاِ َرْبَعٍِ : لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَ لِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
"Seorang wanita dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya), niscaya kamu akan beruntung".[6]
Memilih Yang Shalihah
Orang yang hendak menikah, harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Allah berfirman :
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُوْلاَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقُُ كَرِيمُُ
"…Dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula…" [An Nuur:26].
Menurut Al Qur’an, wanita yang shalihah adalah :
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
"Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)". [An Nisaa:34].
Menurut Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih, diantara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
a. Ta'at kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ta'at kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
b. Ta'at kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
c. Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada waktunya.
d. Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
e. Banyak shadaqah dengan seizin suaminya.
f. Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al Ahzab:33).
g. Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya adalah syetan.
h. Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
i. Ta'at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
j. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
k. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
..وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي الْحَرَامِ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا...
"...Dan di hubungan suami-isteri salah seorang diantara kalian adalah sedekah! Mendengar sabda Rasulullah, para sahabat keheranan dan bertanya: "Wahai, Rasulullah. Apakah salah seorang dari kita memuaskan syahwatnya (kebutuhan biologisnya) terhadap isterinya akan mendapat pahala?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Bagaimana menurut kalian, jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain isterinya, bukankah mereka berdosa?" Jawab para sahabat: "Ya, benar". Beliau bersabda lagi: "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan isterinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!"[7]
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan Bani Adam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ? " [An Nahl:72].
Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
"… dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian (yaitu anak)". [Al Baqarah:187].
Yang dimaksud dengan ayat ini, “Hendaklah kalian mencampuri isteri kalian dan berusaha untuk memperoleh anak”.[8]
TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1.Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi :
-. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
-. Adanya ijab qabul.
-. Adanya mahar
-. Adanya wali.
-. Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul 'urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang pula orang-orang miskin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
...أَوْلِمْ وَلَوْبِشَاةٍ
"Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing".[9]
SEBAGIAN PELANGGARAN YANG TERJADI DALAM PERNIKAHAN YANG WAJIB DIHINDARKAN (DIHILANGKAN)
1. Pacaran.
2. Tukar cincin.
3. Menuntut mahar yang tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Mencukur jenggot bagi laki-laki dan mencukur alis mata bagi wanita.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan.
7. Mengucapkan ucapan selamat ala kaum jahiliyah.
8. Adanya ikhtilath (bercampurnya, berbaurnya antara laki-laki dan wanita).
9. Musik, nyanyi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Marilah kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan secara Islami dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita berusaha meninggalkan aturan, tata-cara, upacara dan adat-istiadat yang bertentangan dengan Islam. Jangan meniru cara-cara orang-orang kafir dan orang-orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI
Anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menikah mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, diantaranya :
1. Dapat menundukkan pandangan,
2. Akan terjaga kehormatan.
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
5. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
6. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". [Ar Ruum:21].
7. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
8. Menikah dapat menjadi sebab semakin banyaknya jumlah ummat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ada sebagian kaum muslimin yang telah menikah dan dikaruniai oleh Allah seorang anak atau dua orang anak, kemudian mereka membatasi kelahiran, tidak mau mempunyai anak lagi dengan berbagai alasan yang tidak syar’i. Perbuatan mereka telah melanggar syari’at Islam. Fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah menjelaskan dengan tegas, bahwa membatasi kelahiran atau dengan istilah lainnya “keluarga berencana”, hukumnya adalah haram.
Sesungguhnya banyak anak itu banyak manfaatnya. Diantara manfaat dengan banyaknya anak dan keturunan, adalah :
1. Di dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
2. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
3. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia).
4. Jika ditaqdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala anaknya meninggal ketika masih kecil, insya Allah, ia akan menjadi syafa’at (penolong) bagi orang tuanya nanti di akhirat.
5. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api neraka, manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih dan shalihah.
6. Dengan banyaknya anak, akan menjadikan salah satu sebab bagi kemenangan kaum muslimin ketika dikumandangkan jihad fi sabilillah, karena jumlahnya yang sangat banyak.
7. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan jumlah umatnya yang banyak. Apabila seorang muslim cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hendaklah ia mengikuti keinginan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memperbanyak anak, karena Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan banyaknya ummatnya pada hari kiamat.
Bila Belum Dikaruniai Anak
Apabila ditaqdirkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sepasang suami-isteri sudah menikah sekian lama, namun belum juga dikaruniai anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hendaknya ia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim Alaihissallam dan Zakaria Alaihissallam telah berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabulkan do’a mereka. Dan hendaknya bersabar dan ridha dengan qadha’ dan qadar yang Allah tentukan, serta meyakini bahwa semua itu ada hikmahnya.
Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al Qur’an, yaitu :
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
"Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih". [Ash Shaafat : 100]
.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa". [Al Furqaan : 74].
رَبِّ لاَ تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
"Ya Rabbku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah warits yang paling baik". [Al Anbiyaa : 89].
Mudah-mudahan Allah l memberikan keturunan yang shalih kepada pasangan suami-isteri yang belum dikaruniai anak.
HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI
Diantara kewajiban-kewajiban dan hak-hak tersebut adalah seperti yang terdapat di dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy Radhiyallahu 'anhu [10], ia berkata: Saya telah bertanya,”Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan,
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian,
3. Janganlah engkau memukul wajahnya, dan
4. Janganlah engkau menjelek-jelekkannya, dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia melainkan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah). [11]
Mengajarkan Ilmu Agama
Di samping hak di atas harus dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami juga wajib mengajarkan ajaran Islam kepada isterinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya (terbuat dari) manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". [At Tahrim : 6].
Untuk itulah, kewajiban sang suami untuk membekali dirinya dengan menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan menghadiri majelis-majelis ilmu yang mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih –generasi yang terbaik, yang mendapat jaminan dari Allah– sehingga dengan bekal tersebut, serang suami mampu mengajarkannya kepada isteri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup mengajarkan mereka, seorang suami harus mengajak isterinya menuntut ilmu syar’i dan menghadiri majelis-majelis taklim yang mengajarkan tentang aqidah, tauhid mengikhlaskan agama kepada Allah, dan mengajarkan tentang bersuci, berwudhu’, shalat, adab dan lainnya.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Ketaatan Istri Kepada Suaminya.
Setelah wali (orang tua) sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada sang suami menjadi hak yang tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَِ حَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
"Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya".[12]
Sang isteri harus taat kepada suaminya, dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam hal agama), misalnya ketika diperintahkan untuk shalat, berpuasa, mengenakan busana muslimah, menghadiri majelis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan surga bagi dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَةِ شَاءَتْ
"Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, menjaga kehormatannya dan dia taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki". [13]
Istri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut.
Perintah ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan melihatnya pada hari kiamat, manakala sang isteri banyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أُرِيْتُ النَّارَ، فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ. يَكْفُرْنَ. قِيْلَ : أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ ؟ يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئاً، قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطٌّ
“Sesungguhnya aku diperlihatkan neraka dan melihat kebanyakan penghuni neraka adalah wanita.” Sahabat bertanya: “Sebab apa yang menjadikan mereka paling banyak menghuni neraka?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Dengan sebab kufur”. Sahabat bertanya: “Apakah dengan sebab mereka kufur kepada Allah?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu". [14]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لاَيَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَتَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
"Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup)".[15]
Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at Islam yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus anak-anaknya.
Nasihat Untuk Suami-Isteri
1. Bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam keadaan bersama maupun sendiri, di rumahnya maupun di luar rumah.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menjaga batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam keluarga.
3. Melaksanakan kewajiban terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dan minta tolong kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Laki-laki wajib mengerjakan shalat lima waktu di masjid secara berjama’ah. Dan perintahkan anak-anak untuk shalat pada waktunya.
4. Menegakan shalat-shalat sunnah, terutama shalat malam.
5. Perbanyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bacalah Al Qur’an setiap hari, terutama surat Al Baqarah. Bacalah pula do’a dan dzikir yang telah diajarkan oleh Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ingatlah, bahwa syetan tidak senang kepada keutuhan rumah tangga dan syetan selalu berusaha mencerai-beraikan suamiisteri. Dan ajarkan anak-anak untuk membaca Al Qur’an dan dzikir.
6. Bersabar atas musibah yang menimpa dan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas segala nikmatNya.
7. Terus-menerus berintropeksi antara suami-isteri. Saling menasihati, tolong menolong dan mema’afkan serta mendo’akan. Jangan egois dan gengsi.
8. Berbakti kepada kedua orang tua.
9. Mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang shalih, ajarkan tentang aqidah, ibadah dan akhlak yang benar dan mulia.
10. Jagalah anak-anak dari media yang merusak aqidah dan akhlak.
NASIHAT KHUSUS UNTUK SUAMI
Wahai para Suami!!
1. Apa yang memberatkanmu –wahai hamba Allah– untuk tersenyum di hadapan isterimu ketika engkau masuk menemuinya, agar engkau memperoleh ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta'ala ?!!
2. Apa yang membebanimu untuk bermuka cerah ketika engkau melihat isteri dan anak-anakmu?!! Engkau akan dapat pahala?!!
3. Apa sulitnya apabila engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna: “Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh” agar engkau memperoleh tiga puluh kebaikan?!!
4. Apa yang kira-kira akan menimpamu jika engkau berkata kepada isterimu dengan perkataan yang baik, sehingga dia meridhaimu, sekalipun dalam perkataanmu tersebut agak sedikit dipaksakan?!!
5. Apakah menyusahkanmu -wahai hamba Allah- jika engkau berdo’a: ”Ya Allah!! Perbaikilah isteriku, dan curahkan keberkahan padanya.”
6. Tahukah engkau bahwa ucapan yang lembut merupakan shadaqah?!!
NASIHAT UNTUK ISTERI
Wahai para isteri !!
1. Apakah menyulitkanmu, jika engkau menemui suamimu ketika dia masuk ke rumahmu dengan wajah yang cerah sambil tersenyum manis?!!
2. Berhiaslah untuk suamimu dan raihlah pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, gunakanlah wangi-wangian! Bercelaklah! Berpakaianlah dengan busana terindah yang kau miliki untuk menyambut kedatangan suamimu. Ingat, janganlah sekali-kali engkau bermuka muram dan cemberut di hadapannya.
3. Jadilah engkau seorang isteri yang memiliki sifat lapang dada, tenang dan selalu ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam segala keadaan.
4. Didiklah anak-anakmu dengan baik, penuhilah rumahmu dengan tasbih, takbir, tahmid dan tahlil serta perbanyaklah membaca Al Qur’an, khususnya surat Al Baqarah, karena surat tersebut dapat mengusir syetan
5. Bangunkanlah suamimu untuk mengerjakan shalat malam, anjurkanlah dia untuk berpuasa sunnah dan ingatkanlah dia kembali tentang keutamaan berinfak, serta janganlah melarangnya untuk bersilaturahim.
6. Perbanyaklah istighfar untuk dirimu, suamimu, orang tuamu, dan semua kaum muslimin, dan berdo’alah selalu agar diberikan keturunan yang shalih dan memperoleh kebaikan dunia dan akhirat, dan ketahuilah bahwasannya Rabb-mu Maha Mendengar do’a. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَقَالَ رَبُّكُمْ ادعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
"Dan Rabb kalian berfirman: ”Berdo’alah kepadaKu, niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian”. [Al Mu’min:60].
Kepemimpinan Laki-laki Atas Wanita
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar". [An Nisaa:34].
KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK
Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban tanggung-jawabnya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mempertanyakannya di hari kelak Akhir.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung-jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (Raja) adalah pemimpin, laki-laki pun pemimpin atas keluarganya, dan perempuan juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya, ingatlah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggung-jawabannya atas kepemimpinannya".[17]
Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta melaksanakan dan mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian dia mengajak dan membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya, karena tabiat anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar, agar mereka mengenal dan mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang pada diri Beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in, sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya.
4. Perhatian orang tua kepada anaknya juga dalam hal akhlaqnya, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlaq (berbakti) kepada orang tua.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena sangat bisa jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlaq anaknya.
6. Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya menjadi isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala pada waktu-waktu yang mustajab (waktu terkabulkannya do’a), seperti sepertiga malam yang terakhir, agar keluarganya dijadikan keluarga yang shalih, dan rumah tangganya diberikan sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti do’a yang tercantum di dalam Al Qur’an :
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Dan orang-orang yang berdo’a : ”Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami, keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa". [Al Furqan:74].
Paling tidak, seorang suami hendaknya bisa menjadi teladan dalam keluarganya, dihormati oleh sang isteri dan anak-anaknya, kemudian mereka menjadi hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala yang shalih dan shalihah, bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Inilah kiat-kiat yang hendaknya seorang muslim dan muslimah lakukan untuk mewujudkan keluarga sakinah. Wallaahu a’lam bish shawab.
MARAJI’
1. ‘Isyratun Nisaa’, Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An Nasa-i, tahqiq dan ta’liq ‘Amir ‘Ali ‘Umar, Cet. Maktabah As Sunnah, Kairo, Th. 1408 H.
2. Adabuz Zifaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif (karya) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Daarus Salam, Th. 1423 H.
3. Irwaa-ul Ghaliil Fii Takhriji Ahaadits Manaaris Sabil, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Cet. Al Maktab Al Islami.
4. Al Insyirah Fii Adaabin Nikah, ta’lif Abu Ishaq Al Huwaini Al Atsari, Cet. II, Darul Kitab Al ‘Arabi, Th. 1408 H.
5. Fiqhut Ta’aamul Baina Az Zaujaini Wa Qabasat Min Baitin Nubuwwah, ta’lif Syaikh Abu Abdillah Mushthafa bin Al ‘Adawi, Cet. I, Darul Qasim, 1417 H.
6. Tuhfatul ‘Arus, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istanbuli.
7. Adaabul Khitbah Wa Zifaaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif ‘Amr ‘Abdul Mun’im Salim, Cet. I, Daarudh Dhiyaa’, Th. 1421 H.
Solusi Menghadapi Problem Rumah Tangga Sesuai Ajaran Islam
Islam telah menetapkan syariat yang mengandung berbagai macam mutiara hikmah, pengarahan dan solusi bagi berbagai macam permasalahan dalam pernikahan, sehingga suami dan isteri bisa menikmati hidup bahagia bersama, dan masing-masing merasa tenang dan tenteram asal semua pihak mau merealisasikan ajaran Islam.
Di antara pengarahan Islam terhadap kehidupan rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. Menghindarkan rumah tangga dari segala perkara yang menjadi sebab terjadinya thalak. Baik sebab yang datang dari pihak suami, isteri, keluarga atau pihak lain yang ingin membuat keruh suasana rumah tangga.
2. Sebelum menikah hendaknya berfikir masak-masak dan bermusyawarah dengan orang yang ahli atau memiliki pengalaman, harus memperlajari sebaik mungkin kondisi calon isteri atau suami dan jangan hanya tertarik dengan penampilan lahir atau ketampanan saja, sehingga menghasilkan pandangan yang kerdil dan tidak menyentuh kepada pokok masalah.
3. Bermusyawarah dengan orang lain setelah menikah dan terjadi pertengkaran serta percekcokan di antara suami dan isteri.
4. Mempelajari ilmu yang bermanfaat, beramal salih, membaca, mendengarkan berita-berita bermanfaat, kaset-kaset murattal dan ceramah agama yang bisa menambah kwalitas dan mutu keimanan kepada Allah, dan tidak terbawa oleh budaya rusak dan akhlak tercela, hingga bisa bersabar dan tabah dalam menghadapi berbagai sikap semena-mena dan penelantaran hak-hak rumah tangga dari masing-masing pihak, karena semua itu akan diganti oleh Allah dengan sesuatu yang lebih bagus.
5. Jika ada orang yang tidak mengenal etika agama dan akhlak sehingga hak-haknya terlantar, tidak bisa bersyukur terhadap nikmat dan pemberian, maka hendaknya bersikap arif dan bijak untuk kepentingan masa depan rumah tangga, jangan sampai muncul berbagai bentuk tindakan tidak terpuji yang bisa merusak keutuhan rumah tangga.
6. Mengambil pelajaran dari kasus dan peristiwa perceraian orang lain, mempelajari berbagai sebab dan faktor yang mengakibatkan percekcokan sampai terjadi perceraian, sebab orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari peristiwa orang lain, dan orang yang celaka adalah orang mengambil pelajaran dari peristiwa yang menimpa diri sendiri.
7. Bersikap lapang dada untuk menerima kekurangan dan kelemahan masing-masing serta berusaha menumbuhkan rasa kasih sayang dan sikap pemaaf. Dan semua pihak yang dimintai maaf hendaklah segera memberikan maaf, agar hati kembali bercahaya dan bersih dari perasaan jengkel, kesal dan dengki.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ في الجَنَّةِ؟ قُلْنَا بَلى يَا رَسُوْلَ الله، قَالَ وَدُوْدٌ وَلُوْدٌ غضبت أَوْ أسي إِلَيْها أَوْ غَضَبَ زَوْجُها قَالَتْ هذه يَدِي في يَدِكَ لاَ أَكْتَحِلُ بِغَمْضٍ حتى تَرْضَى
"Maukah aku khabarkan kepada kalian tentang isteri kalian yang berada di surga? Kami berkata,”Ya, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, "Dia adalah wanita yang sangat mencintai lagi pandai punya anak, bila sedang marah atau sedang kecewa atau suaminya sedang marah maka ia berkata: Inilah tanganku aku letakkan di tanganmu dan aku tidak akan memejamkan mata sebelum engkau ridha kepadaku." [HR At Thabrani].
8. Keyakinan seseorang bahwa dia selalu berada di pihak yang benar sehingga tidak berusaha mencari kekurangan dan kesalahannya, serta selalu marah melihat kekurangan yang lain dan tidak mau menerima nasehat dan pengarahan orang lain, selalu berusaha membela diri atau menyerang pihak lain, maka demikian itu membuka pintu percekcokan dan pertengkaran serta enggan berdamai.
9. Sebelum menikah hendaknya melihat kepada wanita yang dilamarnya karena demikian sebagai jembatan dan sarana menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang dengan orang yang belum dikenal.
Dari Mughirah bin Syu’bah bahwa beliau meminang salah seorang wanita maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
أَنَظَرْتَ إليها؟ قال: لا قال: أُنْظُرْ إليها فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ ييؤدم بَيْنَكُمَا
"Sudahkah kamu melihatnya? Ia berkata,”Tidak.” Beliau bersabda,”Lihatlah kepadanya, karena hal itu akan membuat kekal diantara kamu berdua." [HR Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah serta dihasankan oleh Tirmidzi]
10. Bagi orang yang hendak menikah hendaknya hati-hati dalam mencari jodoh hingga menemukan calon yang benar-benar bagus yang sesuai dengan harapannya, sehingga mampu mewujudkan kehidupan damai, bahagia dan tenteram. Jika salah satu pihak timbul kebencian maka tidak cepat menjatuhkan vonis thalak karena di balik kekurangan insya Allah ada kelebihan, sebagaimana sabda Rasulullah.
لاَ يفرك مُؤمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْها خَلْقاً رَضِيَ مِنْها آخَرَ أَوْ قَالَ غَيْرَهُ
"Janganlah seorang mukmin benci kepada seorang mukminah, sebab jika benci kepada salah satu perangai maka akan rela dengan akhlak yang lain atau beliau bersabda yang lainnya". [HR Muslim].
11. Jika seorang suami ingin memiliki isteri yang berakhlak mulia, hati yang penuh dengan rasa cinta, selalu tanggap dan suka berhias untuk suami, hendaklah dia juga berlaku seperti itu agar hatinya terpengaruh dan selalu menaruh rasa hormat.
12. Menjauhkan diri dari pandangan yang diharamkan, karena yang demikian itu merupakan panah iblis yang bisa menjerumuskan diri kepada perbuatan haram, atau sang suami kurang puas dan merendahkan isteri sehingga muncul percekcokan dan pertengkaran.
13. Telpon bisa menjadi sebab segala bentuk kehancuran dan musibah rumah tangga, karena membawa hanyut wanita pelan-pelan ke dalam kerusakan dan fitnah, hingga berani keluar rumah sesuka hatinya tanpa ada yang mengawasi dan memantau, serta tanpa ditemani mahram ketika pergi ke pasar atau rumah sakit atau yang lainnya, hingga timbul berbagai musibah dan bencana yang menimpa manusia baik laki-laki atau perempuan.
14. Bersikap wajar dalam mengawasi isteri dan selalu mengambil jalan tengah antara memata-matai dan bersikap was-was dan antara sikap lalai dan cemburu buta.
15. Kemesraan, kebahagian dan ketenangan hidup isteri bersama suami adalah sesuatu yang paling mahal dan tidak ada yang bisa menandinginya walau dengan orang tua dan keluarga. Dengan modal itu segala problem kejiwaan dan gangguan mental seperti kesepian akibat jauh dari keluarga bisa terobati. Tidak sepantasnya seorang gadis menolak lamaran laki-laki yang sesuai dan cocok baik dari sisi agama, akhlak dan tabiat.
16. Seorang isteri wajib bersikap baik dan menaruh kasih sayang kepada keluarga dan kerabat suami karena demikian itu bagian dari berbuat baik kepada suaminya sehingga kecintaan suami kepadanya semakin dalam.
17. Sikap merugikan atau memperkeruh rumah tangga baik dari pihak suami atau isteri sebagai tanda hilangnya muru’ah dan adab yang bisa merusak popularitas dan nama baik pelakunya, sehingga dia menjadi orang yang dibenci dan dijauhi baik dari kalangan orang dekat, orang jauh, tetangga dan teman karib.
18. Termasuk langkah menghidupkan sunnah sahabat dan salafus salih orang tua hendaknya melamar pemuda salih untuk puterinya dan membantu meringankan beban biaya pernikahan, sebagaimana riwayat dari Umar bin Khaththab, beliau berkata, "Saya datang kepada Utsman bin Affan untuk menawarkan Hafshah maka ia berkata,” Saya akan pikirkan dahulu”. Saya (Umar) menunggu beberapa malam lalu ia bertemu denganku dan ia berkata,” Untuk sementara saya tidak punya keinginan untuk menikah”. Umar berkata,” Saya bertemu Abu Bakar As Shiddiq dan saya berkata kepadnya,” Jika engkau setuju maka aku akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar. Abu Bakar terdiam dan tidak memberi jawaban apa-apa. Aku menahan perasaan dari Abu Bakar sebagaimana Utsman lalu setelah aku menunggu beberapa malam Rasulullah melamar Hafshah dan saya menikahkan dia dengan beliau. Lalu aku bertemu Abu Bakar dan dia berkata,” Barang kali kamu kecewa denganku ketika engkau menawarkan Hafshah kepadaku tapi aku tidak memberi jawaban apapun”. Umar berkata,” Aku berkata,” Ya”. Abu Bakar berkata,” Bukan saya tidak mau menanggapi tawaranmu, namun saya telah mengetahui bahwa Rasulullah pernah menyebutnya dan aku tidak mau menyebarkan rahasia Rasulullah. Jika seandainya Rasulullah tidak menikahinya maka aku akan menerima tawaranmu itu". ([HR Bukhari].
19. Menerapkan ajaran Islam dalam rangka untuk memelihara dan menjaga keutuhan rumah tangga serta merasa tanggung jawab terhadap pendidikan agama keluarga.
Dari Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَ الأَمِيْرُ رَاعٍ وَ الرِّجَالُ رَاعٍ عَلى أَهْلِ بَيْتِهِ وَ المَرْأَةُ رَاعِيَّةٌ على بَيْتِ زَوْجِهَا
"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya dan imam adalan pemimpin, dan orang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan wanita adalah penanggung jawab atas rumah suami dan anaknya. Dan setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya". [HR Bukhari].
20. Memilih tetangga yang baik dan menjauhi tentangga yang buruk, terutama menjauhkan isteri dan anak sebab tetangga bisa memberi pengaruh besar baik dari sisi kebaikan dan keburukan. Rasulullah telah menafikan iman dari orang yang tidak memberi rasa aman kepada tetangganya, sebagaimana sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، قِيْلَ مَنْ يَا رَسُلَ الله؟ قال الذي يَأْمَنُ جَارَهُ بَوَائِقَهُ
"Demi Allah ia tidak beriman, demi Allah ia tidak beriman dan demi Allah ia tidak beriman. Ditanyakan: Siapakah wahai Rasulullah? Beliau bersabda,”Orang yang tetangganya tidak merasa aman dengannya." [HR Bukhari dan Muslim].
Ahli hikmah mengatakan,"Pilihlah tetangga lebih dahulu, baru rumah".
21. Ketika seorang isteri tidak taat, membangkang dan berperangai buruk maka sang suami boleh menggunakan kekuasaannya sesuai dengan ketentuan syariat sebagai berikut:
Langkah pertama, memberi nasihat dengan baik.
Langkah kedua, jika tidak mau menerima nasihat maka ia boleh mengangkat penengah untuk mendamaikan pihak yang sedang sengketa sebagaimana firman Allah.
وَالاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا ، وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَآ إِن يُرِيدَآ إِصْلاَحًا يُوَفِّقِ اللهُ بَيْنَهُمَآ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا ،
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di termpat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". [An Nisa’ :34-35].
22. Meskipun Islam memberi kekuasaan bagi laki-laki untuk menjatuhkan sanksi kepada isteri, namun Islam juga memberi peringatan keras kepada kaum laki-laki agar tidak menyalahgunakan kekuasaan tersebut, dan menghindari sebisa mungkin sanksi pukulan. Nabi pernah ditanya,”Apakah hak isteri atas suami?” Maka Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
أَنْ تُطْعِمهاَ إِذَا طَعِمْتَ وَ تَكْسُوْها إِذَا اكْتَسَيْتَ وَ لاَ تَضْرِبْ الوَجْهَ وَ لاَ تُقَبِّحْ وَ لاَ تهجر إلاَّ في البَيْتِ
"Jika kamu makan berilah dia makan, bila kamu berpakaian berilah dia pakaian, jangan memukul bagian wajah, jangan mencela dan janganlah kamu mendiamkan kecuali di rumah saja". [HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah].
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
يعمد أَحَدُكُمْ فَيَجْلِدُ امْرَأَتَهُ جِلْدَ العَبْدِ، فَلَعَلَّهُ يُضَاجِعُهَا مِنْ آخِرِ يَوْمِهِ
"Di antara kalian ada yang sengaja mendera isterinya seperti mendera budak lalu tidur bersama dengannya di akhir harinya". [HR Muttafaqun alaih].
(Ummu Ahmad Rifqi)
Nasihat Pernikahan untuk Putriku
(Seandainya ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa panjangkan umurku dan memberikan kesempatan kepadaku menyaksikan pernikahan putriku tercinta, kira-kira seperti inilah yang ingin aku sampaikan):
بسم الله الرحمن الرخيم
إن الحمد لله , نحمده ونستعينه , ونستغفره , ونعوذ بالله من شرور أنفسنا , ومن سيئات أعمالنا , من يهده الله فلا مضل له , ومن يضلل فلا هادي له , وأشهد أن لاإله إلا الله وحده لاشريك له , وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم .
{ يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون }
{ يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تسألون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا }
{ يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا , يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم , ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما }
Anak-anakku..,
Hari ini akan menjadi satu di antara hari-hari yang paling bersejarah di dalam kehidupan kalian berdua. Sebentar lagi kalian akan menjadi sepasang suami-isteri, yang darinya kelak akan lahir anak-anak yang sholeh dan sholehah, dan kalian akan menjadi seorang bapak dan seorang ibu, untuk kemudian menjadi seorang kakek dan seorang nenek, ……insya الله.
Rentang perjalanan hidup manusia yang begitu panjang … sesungguhnya singkat saja. Begitu pula…liku-liku dan pernik-pernik kerumitan hidup sesungguhnya jugalah sederhana. Kita semua.. diciptakan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak lain untuk beribadah kepada NYA. Maka, jika kita semua berharap kelak dapat berjumpa dengan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa …dalam keadaan IA ridlo kepada kita, hendaklah kita jadikan segala tindakan kita semata-mata di dalam rangka mencari keridlo’an-NYA dan menyelaraskan diri kepada Sunnah Nabi-NYA Yang Mulia -Shallallahu alaihi wa sallam-
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
(Maka barangsiapa merindukan akan perjumpaannya dengan robb-nya, hendaknya ia beramal dengan amalan yang sholeh, serta tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun di dalam peribadatahan kepada robb-nya.)
Begitu pula pernikahan ini, ijab-qabulnya, adanya wali dan dua orang saksi, termasuk hadirnya kita semua memenuhi undangan ini…adalah ibadah, yang tidak luput dari keharusan untuk sesuai dengan syari’at ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa.
Oleh karena itu…, kepada calon suami anakku…
Saya ingatkan, bahwa wanita itu dinikahi karena empat alasan, sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam:
عن أبي هريره رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita dinikahi karena empat alasan. Hartanya, keturunannya, kecantikannya,atau agamanya. Pilihlah karena agamanya, niscaya selamatlah engkau.” (HR:Muslim)
Maka ambilah nanti putriku sebagai isteri sekaligus sebagai amanah yang kelak kamu dituntut bertanggung jawab atasnya. Dengannya dan bersamanya lah kamu beribadah kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa, di dalam suka…di dalam duka. Gaulilah ia secara baik, sesuai dengan yang diharuskan menurut syari’at ALLAH. Terimalah ia sepenuh hati, kelebihan dan kekurangannya, karena ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah memerintahkan demikian:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
(Dan gaulilah isteri-isterimu dengan cara yang ma’ruf. Maka seandainya kalian membenci mereka, karena boleh jadi ada sesuatu yang kalian tidak sukai dari mereka, sedangkan ALLAH menjadikan padanya banyak kebaikan.) (An-Nisaa’:19)
Dan ingatlah pula wasiat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
إستوصوا بالنساء خيرا فإنهن عوان عندكم
(Pergaulilah isteri-isteri dengan baik. Karena sesungguhnya mereka itu mitra hidup kalian)
Dan perlakuanmu terhadap isterimu ini menjadi cermin kadar keimananmu, sebagaimana Sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-;
أكمل المؤمن إيمانا أحسنهم خلقا و خياركم خياركم لنساءهم (الترمذي عن ابي هريرة)
(Mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya)
Dan kamu sebagai laki-laki adalah pemimpin di dalam rumah tangga.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
(Lelaki itu pemimpin bagi wanita disebabkan ALLAH telah melebihkan yang satu dari yang lainnya dan disebabkan para lelaki yang memberi nafkah dengan hartanya.) (An-Nisaa’: 34)
Maka agar kamu dapat memimpin rumah tanggamu, penuhilah syarat-syaratnya, berupa kemampuan untuk menafkahi, mengajari, dan mengayomi. Raihlah kewibawaan agar isterimu patuh di bawah pimpinanmu. Jadilah suami yang bertanggungjawab, arif dan lemah lembut , sehingga isterimu merasa hangat dan tentram di sisimu. Berusahalah sekuat tenaga menjadi teladan yang baik baginya, sehingga ia bangga bersuamikan kamu. Ya, inilah sa’atnya untuk membuktikan bahwa kamu laki-laki sejati, laki-laki yang bukan hanya lahirnya.
Kepada putriku…
Saya ingatkan kepadamu akan sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- :
عن أبي هريرة؛ قال:- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
إذا أتاكم من ترضون خلقه ودينه فزوجوه. إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض
“Jika datang kepadamu (-wahai para orang tua anak gadis-) seorang pemuda yang kau sukai akhlaq dan agamanya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan menyebarnya kerusakan di muka bumi.” (HR: Ibnu Majah)
Dan semoga -tentunya- calon suamimu datang dan diterima karena agama dan akhlaqnya, bukan karena yang lain. Maka hendaknya kau luruskan pula niatmu. Sambutlah dia sebagai suami sekaligus pemimpinmu. Jadikanlah perkawinanmu ini sebagai wasilah ibadahmu kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Camkanlah sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
لو كنت أمرا أحد ان يسجد لأحد لأمرت المرءة ان تسجد لزوجها (الترم1ي عن ابي هريرة)
(Seandainya aku boleh memerintahkan manusia untuk sujud kepada sesamanya, sungguh sudah aku perintahkan sang isteri sujud kepada suaminya.)
Karenanya sekali lagi saya nasihatkan , wahai putriku…
Terima dan sambutlah suamimu ini dengan sepenuh cinta dan ketaatan.
Layani ia dengan kehangatanmu…
Manjakan ia dengan kelincahan dan kecerdasanmu…
Bantulah ia dengan kesabaran dan doamu…
Hiburlah ia dengan nasihat-nasihatmu…
Bangkitkan ia dengan keceriaan dan kelembutanmu…
Tutuplah kekurangannya dengan mulianya akhlaqmu…
Manakala telah kamu lakukan itu semua, tak ada gelar yang lebih tepat disandangkan padamu selain Al Mar’atush-Shalihah, yaitu sebaik-baik perhiasan dunia. Sebagaimana Sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة ( مسلم)
(Dunia tak lain adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang sholihah.)
Inilah satu kebahagiaan hakiki -bukan khayali- yang diidam-idamkan oleh setiap wanita beriman. Maka bersyukurlah, sekali lagi bersyukurlah kamu untuk semua itu, karena tidak semua wanita memperoleh kesempatan sedemikian berharga. Kesempatan menjadi seorang isteri, menjadi seorang ibu. Terlebih lagi, adanya kesempatan, diundang masuk ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki. Yang demikian ini mungkin bagimu selagi kamu melaksanakan sholat wajib lima waktu -cukup yang lima waktu-, puasa -juga cukup yang wajib- di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan -termasuk menutup aurat- , dan ta’at kepada suami. Cukup, cukup itu. Sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
إذا صلت المرأة خمسها وصامت شهرها وحفظت فرجها وأطاعت زوجها
قيل لها: ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت (أحمد عن عبدالرحمن بن عوف)
(Jika seorang isteri telah sholat yang lima, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan ta’at kepada suaminya. Dikatakan kapadanya: Silahkan masuk ke dalam Surga dari pintu mana saja yang engkau mau.)
Anak-anakku…,
Melalui rangkaian ayat-ayat suci Al Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi Yang Mulia, kami semua yang hadir di sini mengantarkan kalian berdua memasuki gerbang kehidupan yang baru, bersiap-siap meninggalkan ruang tunggu, dan mengakhiri masa penantian kalian yang lama. Kami semua hanya dapat mengantar kalian hingga di dermaga. Untuk selanjutnya, bahtera rumah-tangga kalian akan mengarungi samudra kehidupan, yang tentunya tak sepi dari ombak, bahkan mungkin badai.
Karena itu, jangan tinggalkan jalan ketaqwaan. Karena hanya dengan ketaqwaan saja ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa akan mudahkan segala urusan kalian, mengeluarkan kalian dari kesulitan-kesulitan, bahkan mengaruniai kalian rizki.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
(Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan berikan bagi nya jalan keluar dan mengaruniai rizki dari sisi yang tak terduga.)
(Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan mudahkan urusannya.)
Bersyukurlah kalian berdua akan ni’mat ini semua. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah mengarunia kalian separuh dari agama ini, ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah mengarunia kalian kesempatan untuk menjalankan syari’at-NYA yang mulia, ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa juga telah mengaruniai kalian kesempatan untuk mencintai dan dicintai dengan jalan yang suci dan terhormat.
Ketahuilah, bahwa pernikahan ini menyebabkan kalian harus lebih berbagi. Orang tua kalian bertambah, saudara kalian bertambah, bahkan sahabat-sahabat kalian pun bertambah, yang kesemua itu tentu memperpanjang tali silaturahmi, memperlebar tempat berpijak, memperluas pandangan, dan memperjauh daya pendengaran. Bukan saja semakin banyak yang perlu kalian atur dan perhatikan, sebaliknya semakin banyak pula yang akan ikut mengatur dan memperhatikan kalian. Maka, barang siapa yang tidak kokoh sebagai pribadi dia akan semakin gamang menghadapi kehidupannya yang baru.
Ketahuilah, bahwa anak-anak yang sholeh dan sholehah yang kalian idam-idamkan itu sulit lahir dan tumbuh kecuali di dalam rumah tangga yang sakinah penuh cinta dan kasih sayang. Dan tentunya tak akan tercipta rumah-tangga yang sakinah, kecuali dibangun oleh suami yang sholeh dan isteri yang sholehah.
Akan tetapi, wahai anak-anakku, jangan takut menatap masa depan dan memikul tanggung jawab ini semua. Jangan bersedih dan berkecil hati jika kalian menganggap bekal yang kalian miliki sekarang ini masih sangat kurang. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa berfirman:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
(Artinya: “Dan janganlah berkecil hati juga jangan bersedih. Padahal kalian adalah orang-orang yang mulia seandainya sungguh-sungguh beriman.”) (Ali Imran: 139)
Ya, selama masih ada iman di dalam dada segalanya akan menjadi mudah bagi kalian. Bukankah dengan pernikahan ini kalian bisa saling tolong-menolong di dalam kebajikan dan taqwa. Bukankah dengan pernikahan ini kalian bisa saling menutupi kelemahan dan kekurangan masing-masing. Bersungguh-sungguhlah untuk itu, untuk meraih segala kebaikan yang ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa sediakan melalui pernikahan ini. Jangan lupa untuk senantiasa memohon pertolongan kepada ALLAH. kemudian jangan merasa tak mampu atau pesimis. Jangan, jangan kalian awali kehidupan rumah tangga ini dengan perasaan lemah !
احرص على ما ينفعك. واستعن بالله ولا تعجز
(Bersungguh-sungguhlah kepada yang bermanfa’at bagimu, mohonlah pertolongan kepada ALLAH, dan jangan merasa lemah!) (HR: Ibnu Majah)
Terakhir, ingatlah bahwa nikah merupakan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, sebagaimana sabdanya:
النكاح من سنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني
(Nikah itu merupakan bagian dari Sunnahku. Maka barang siapa berpaling dari Sunnahku, ia bukanlah bagian dari umatku.)
Maka janganlah justru melalui pernikahan ini atau setelah aqad ini kalian justru meninggalkan Sunnah untuk kemudian bergelimang di dalam berbagai bid’ah dan kema’shiyatan.
Kepada besanku…
Terimalah masing-masing mereka sebagai tambahan anak bagi kita. Ma’lumilah kekurangan-kekurangannya, karena mereka memang masih muda. Bimbinglah mereka, karena inilah saatnya mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya.
Wajar, sebagaimana seorang anak bayi yang sedang belajar berdiri dan berjalan, tentu pernah mengalami jatuh untuk kemudian bangkit dan mencoba kembali. Maka bantulah mereka sampai benar-benar kokoh untuk berdiri dan berjalan sendiri.
Bantu dan bimbing mereka, tetapi jangan mengatur. Biarkan.., Karena sepenuhnya diri mereka dan keturunan yang kelak lahir dari perkawinan mereka adalah tanggung-jawab mereka sendiri di hadapan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Hargailah harapan dan cita-cita yang mereka bangun di atas ilmu yang telah sampai pada mereka.
Keterlibatan kita yang terlalu jauh dan tidak pada tempatnya di dalam persoalan rumah tangga mereka bukannya akan membantu. Bahkan sebaliknya, membuat mereka tak akan pernah kokoh. Sementara mereka dituntut untuk menjadi sebenar-benar bapak dan sebenar-benar ibu di hadapan…dan bagi anak-anak mereka sendiri.
Ketahuilah, bahwa bukan mereka saja yang sedang memasuki kehidupannya yang baru, sebagai suami isteri. Kita pun, para orang tua, sedang memasuki kehidupan kita yang baru, yakni kehidupan calon seorang kakek atau nenek – insya الله. Maka hendaknya umur dan pengalaman ini membuat kita,…para orang tua, menjadi lebih arif dan sabar, bukannya semakin pandir dan dikuasai perasaan. Pengalaman hidup kita memang bisa jadi pelajaran, tetapi belum tentu harus jadi acuan bagi mereka.
Jika kelak -dari pernikahan ini- lahir cucu-cucu bagi kita. Sayangilah mereka tanpa harus melecehkan dan menjatuhkan wibawa orang tuanya. Berapa banyak cerita di mana kakek atau nenek merebut superioritas ayah dan ibu. Sehingga anak-anak lebih ta’at kepada kakek atau neneknya ketimbang kepada kedua orang tuanya. Sungguh, akankah kelak cucu-cucu kita menjadi anak-anak yang ta’at kepada orang tuanya atau tidak, sedikit banyak dipengaruhi oleh cara kita memanjakan mereka.
Kepada semua, baik yang pernah mengalami peristiwa semacam ini, maupun yang sedang menanti-nanti gilirannya, marilah kita do’akan mereka dengan do’a yang telah diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
بارك الله لك وبارك عليك وجمع بينكما في خير
فأعتبروا يا أولي الأبصار
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لاإله إلاأنت أستغفرك وأتوب إليك

Tidak ada komentar:
Posting Komentar