LIMA PERSIAPAN MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
TAK
terasa kita telah memasuki bulan Sya’ban. Berarti, tak lama lagi kita
akan kedatangan bulan suci Ramadhan. Maka sudah sepatutnya kita
melakukan berbagai persiapan dalam rangka tarhib Ramadhan (menyambut
Ramadhan). Ibarat sosok tamu yang agung, kedatangan bulan Ramadhan mesti
disambut dengan perasaan gembira dan suka cita oleh umat Islam.
Setelah sekian lama berpisah, maka tamu yang agung ini kembali
ditunggu-tunggu dan dielu-elukan kedatangannya dengan penuh kegembiraan
dan kerinduan.
Jika kita kedatangan seorang tokoh atau tamu yang penting seperti
presiden, menteri, gubernur dan sebagainya, maka berbagai persiapan pun
kita lakukan dalam rangka menyambut kedatangan mereka. Mulai dari acara
protokuler sampai dengan menghiasi dan membersihkan tempat yang akan
dilewati dan dikunjungi oleh pejabat maupun tokoh penting tersebut.
Penyambutan mereka dilakukan dengan antusias dan kegembiraan. Maka,
sudah sepatutnya pula kedatangan bulan suci Ramadhan disambut lebih
meriah dan gembira oleh umat Islam dibandingkan dengan kedatangan tokoh
atau pejabat tersebut.
Ramadhan ibarat sosok tamu agung dan mulia yang selalu dielu-elu kedatangannya dan dirindukan perjumpaan dengannya..
Hal ini sangat wajar, mengingat tamu yang mulia ini (baca: Ramadhan)
datang dengan membawa berbagai keutamaan, baik di dunia maupun di
akhirat. Ramadhan merupakan bulan rahmat, maghfirah dan pembebasan dari
api neraka. Selain itu, Ramadhan merupakan bulan keberkahan, karena pada
bulan ini pahala suatu amal shalih dan ibadah dilipatgandakan. Demikian
pula dengan keberkahan di dunia dengan bertambahnya rezki seseorang
pada bulan ini, terutama bagi para pedagang kelontong, kue, pakaian
muslim/ah, dan lainnya. Begitu agung dan mulianya bulan ini sehingga
Rasul saw menjulukinya sebagai Sayyid Asy-Syuhur (penghulu segala
bulan).
Maka sudah sepatutnya kedatangan tamu yang mulia ini disambut oleh
umat Islam dengan penuh kegembiraan dan persiapan yang meriah. Bila
tidak, tentu keislaman dan keimanan seorang yang mengaku dirinya muslim
perlu dipertanyakan kembali dan discan kembali, bahkan bila perlu
diformat ulang. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw, “Seandainya
hamba-hamba mengetahui apa yang ada dalam apa yang ada pada bulan
Ramadhan, niscaya umatku berangan-angan agar Ramadhan terus berlangsung
sepanjang tahun.”
Meskipun hadits ini dhaif (lemah) menurut para ulama hadits , bahkan maudhu’
(palsu) menurut sebahagian mereka, namun maknanya adalah benar. Yang
dilarang adalah meyakini ucapan tersebut sebagai hadits Rasul dan
dijadikan sebagai hujjah.
Persiapan tarhib Ramadhan sangat penting dan perlu dilakukan, agar
Ramadhan kita nantinya menjadi sukses. Sebagaimana halnya ketika kita
akan menghadapi suatu ujian (test) atau pertandingan, maka tentu kita
terlebih dahulu mempersiapkan diri, agar berhasil dalam ujian (test)
atau menang dalam pertandingan tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan
adalah bagaimana cara kita mempersiapkan diri untuk menyambut bulan
Ramadhan agar Ramadhan kita sukses? Persiapan apa saja yang perlu kita
lakukan dalam menyambut bulan yang mulia ini?
Menurut penulis, untuk menyambut kedatangan Ramadhan, maka kita perlu
melakukan berbagai persiapan baik dari segi fisik maupun jiwa, jasmani
maupun rohani dan materi maupun moril. Di antara persiapan tarhib
Ramadhan yang penting dan perlu dilakukan yaitu:
Pertama, perbanyak puasa sunnat pada bulan Sya’ban.
Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban merupakan sunnah Rasul saw.
Hukumnya adalah sunnat. Dalam sebuah riwayat, dari Aisyah r.a ia
berkata, “Aku belum pernah melihat Rasulullah saw menyempurnakan
puasa sebulan penuh melainkan pada bulan Ramadhan, dan aku belum pernah
melihat Rasulullah saw paling banyak berpuasa dalam sebulan melainkan
pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia berkata, aku
bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada
bulan-bulan lain yang sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda,
“Itu adalah bulan yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan
Ra’jab dengan Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan
dihadapkan kepada Rabb semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat
ketika aku sedang berpuasa.” (HR. Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan
oleh Ibnu Khuzaimah).
Adapun pengkhususan puasa dan shalat sunat seperti shalat tasbih pada
malam nisfu sya’ban (pertengahan Sya’ban) dengan menyangka bahwa ia
memiliki keutamaan, maka tidak ada dalil shahih yang mensyariatkannya.
Hadits-hadits yang dijadilan sandaran sebagai keutamaan puasa dan shalat
malam nisfu sya’ban itu dhaif dan maudhu’ menurut para ulama hadits.
Al-Mubarakfury dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadzi (3/444) menyebutkan
hadits nisfu sya’ban dhaif. Ibnu Al-Jauzi menvonis tersebut maudhu’
dengan memasukkan dalam kitabnya Al-Maudhu’at. Oleh karena itu,
hadits-hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak boleh
diamalkan berdasarkan ijma’ ulama.
Kedua, mempelajari fiqh ash-shiyam (fikih puasa).
Seorang muslim wajib mempelajari ibadah sehari-harinya, termasuk fikih
puasa, karena sebentar lagi kita akan menjalankan kewajiban ibadah
puasa. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana cara berpuasa yang
benar yaitu sesuai dengan petunjuk Rasul saw, agar ibadahnya diterima
Allah Swt.
Dengan mempelajari fikih puasa maka ia dapat mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan hukum puasa seperti rukun puasa, sunat dan adab puasa,
yang membatalkan puasa dan sebagainya. Maka, sudah sudah sepatutnya
menjelang kedatangan Ramadhan, seorang muslim memperbanyak membaca
buku-buku tentang Puasa Ramadhan dan ibadah lainnya yang berkaitan
dengan bulan Ramadhan seperti shalat tarawih, i’tikaf dan membaca
al-Quran. Persiapan ilmu ini wajib dilakukan oleh seorang muslim untuk
memasuki bulan Ramadhan. Dengan ilmu, maka ibadah dapat dilakukan dengan
cara yang benar dan diterima Allah saw. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan kepadanya, maka Allah mudahkan pendalaman dalam menuntut ilmu agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, memberi kabar gembira dengan kedatangan
bulan Ramadhan kepada umat Islam. Hal ini sesuai dengan sunnah Rasul
saw. Beliau selalu memberi taushiah menjelang kedatangan Ramadhan dengan
memberi kabar gembira tentang bulan Ramadhan kepada para shahabatnya.
Dalam sebuat riwayat dari Abu Hurairah beliau mengatakan bahwa menjelang kedatangan bulan Ramadhan, Rasulullah saw bersabda, “Telah
datang kepada kamu syahrun mubarak (bulan yang diberkahi). Diwajibkan
kamu berpuasa padanya. Pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka,
pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga
terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang
terhalang kebaikan pada malam tersebut, maka ia telah terhalang dari
kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi. Banyak
lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Ramadhan. Hal ini
dilakukan oleh Rasulullah saw untuk memberi motivasi dan semangat kepada
umat Islam dalam beribadah di bulan Ramadhan
Keempat,
menjaga kesehatan dan stamina fisik. Persiapan fisik agar tetap sehat
dan kuat pada bulan Ramadhan sangat penting. Mengingat kesehatan
merupakan modal utama dalam beribadah. Orang yang sehat dapat melakukan
ibadah dengan baik dan penuh semangat. Namun sebaliknya bila seseorang
sakit, maka ibadahnya sangat terganggu dan tidak semangat. Oleh karena
itu Rasulullah saw bersabda, “Pergunakanlah kesempatan yang lima
sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu
sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu
sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR.
Al-Hakim) Oleh karena itu, menjelang bulan Ramadhan, maka kesehatan dan
stamina fisik mesti dijaga. Makan harus teratur. Pola makan yang sehat
harus dijaga. Selain itu, istirahat harus cukup.
Kelima, membersihkan rumah dan lingkungan. Islam
memerintahkan kita untuk selalu hidup bersih dan sehat. Hal ini terbukti
dengan perintah membersihkan diri dan tempat ibadah, terutama ketika
ketika kita mau shalat atau melakukan ibadah lainnya. Untuk mewujudkan
lingkungan yang sehat, maka kita perlu menjaga kebersihan di rumah dan
di sekitar lingkungan kita. Bila kita kedatangan tamu ke rumah kita atau
ke desa kita, maka kita sibuk membersihkan rumah dan lingkungan kita.
Bahkan rumah atau desa dihias sedemikian rupa, agar tampak indah dan
bersih. Maka, begitu pula sepatutnya kita menyambut bulan Ramadhan.
Terlebih lagi, bulan Ramadhan adalah bulan ibadah. Tentu kita
menginginkan suasana ibadah yang nyaman dan khusyuk dalam shalat lima
waktu dan tarawih. Allah berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusuk dalam
shalatnya.” (Al-Mukminun: 1-2). Kekusyukan dalam ibadah akan
mendatangkan ampunan Allah swt sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Jika
kita menunaikan shalat lima waktu yang telah diwajibkan Allah Swt dengan
whudu’ yang sempurna, tepat waktu dan penuh khusyuk, maka Allah
berjanji akan mengampuni dosa-dosa kita. Orang yang tidak melakukan hal
itu, dia tidak termasuk dalam janji Allah. Jika Allah menghendaki
ampunan, maka Allah mengampuninya. Dan jika Allah menghendaki siksaan,
maka Allah akan menyiksanya.” (HR. Abu Daud)
Rumah, masjid dan surau yang bersih dan indah tentu akan menciptakan
suasana yang nyaman dalam beribadah, sehingga akan mendatangkan
kekusyukan dalam beribadah. Sebaliknya rumah, masjid dan surau yang
kotor dan bau, tentu akan mengganggu kenyamanan dalam ibadah sehingga
menghilangkan kekusyukan. Apalagi sampai menimbulkan berbagai macam
penyakit yang berbahaya akibat lingkungan yang kotor dan bau.
Persiapan Finansial dan Mental
Selain lima persiapan itu, ada yang tak kalah pentingnya. Yakni persiapan finansial (keuangan) dan mental.
Bulan Ramadhan merupakan bulan amal shalih. Di antara shalih shalih
yang sangat digalakkan pada bulan Ramadhan adalah berinfak dan
bersedekah. Hal ini sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Dalam sebuah
riwayat dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah saw adalah orang
yang paling dermawan, dan sikap kedermawaaannya semakin bertambah pada
bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemuinya untuyk mengajarkan
al-Quran kepadanya. Dan biasanya Jibril mendatanginya setiap malam pada
bulan Ramadhan untuk mengajari al-Quran. Sungguh keadaan Jibril sangat
dermawan pada kebaikan melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, sudah sepatutnya seorang muslim dalam Ramadhan mengikuti kedermawaan Rasulullah saw.
Agar dapat memanfaatkan keberkahan bulan Ramadhan, maka sepatutnya
seorang muslim menyiapkan sebahagian hartanya sebelum kedatangan bulan
Ramadhan untuk diinfakkan dan disedekahkan pada bulan Ramadhan nantinya.
Selain itu, persiapan finansial ini juga sangat bermanfaat untuk
keperluan bersahur dan berbuka puasa. Terlebih lagi bila ingin menu
berbuka puasa mencukupi dan sesuai dengan standar gizi yang diperlukan
oleh tubuh kita.
Jiwa dan mental juga perlu persiapan. Hendaklah kita menyambut bulan
Ramadhan dengan rasa penuh kegembiaraan dan tulus hati serta jiwa yang
bersih (taubat). Siapkan diri untuk melakukan berbagai amal shalih dan
ibadah pada bulan Ramadhan. Karena pada bulan ini kita akan beribadah
puasa dan lainnya dengan optimal dan fulltime selama sebulan penuh. Jiwa
dan mental kita harus dipersiapkan dengan penuh keimanan dan ketulusan
hati (ikhlas) dalam beribadah. Dengan demikian, maka kesulitan dan sikap
malas dalam ibadah bisa diatasi dan dihilangkan. Ibadah pun menjadi
terasa mudah dan menyenangkan. Selain itu, hendaklah menyucikan jiwa
kita dengan cara bertaubat kepada Allah Swt, agar jiwa kita bersih dari
noda dosa. Begitu pula kita hendaklah membiasakan diri untuk melakukan
ibadah-ibadah sunnah, seperti puasa sunnat, shalat sunnat dan
memperbanyak membaca Al-Quran. Sehingga kita terlatih dan terbiasa
melakukan ibadah yang optimal.
Demikianlah di antara berbagai persiapan yang dapat kita lakukan
dalam rangka menyambut kedatangan tamu yang agung dan mulia yang bernama
Ramadhan. Mari kita sambut kedatangan bulan Ramadhan dengan penuh
kegembiraan, keimanan dan ketulusan hati. Raihlah berbagai keutamaan
yang dibawa oleh Ramadhan dengan melakukan berbagai amal shalih dan
ibadah secara optimal. Semoga kita sukses dalam ujian dan ibadah di
bulan Ramadhan ini...!!
KENALI CARA ALLAH SWT MEWUJUDKAN HARAPAN KITA
HIDUP manusia
bisa diibaratkan sebatang rokok. Api rokok adalah semangat yang
membutuhkan waktu untuk membakar batang rokok. Abu rokok adalah
kegagalan yang jatuh ke bawah dalam upaya mengeluarkan asap rokok yang
membumbung tinggi ibarat sebuah cita-cita. Begitulah manusia hidup,
butuh waktu, punya semangat, dan kadangkala mengalami kegagalan dalam
menggapai cita-citanya. Tidak ada kesuksesan hidup yang digapai secara
instan.
Untuk menggapai cita-cita, tujuan, atau harapan dalam hidupnya
manusia senantiasa berusaha (ikhtiar). Agar usahanya terasa maksimal,
dibuatlah berbagai program, target, atau langkah-langkah yang ditempuh.
Namun kenyataan hidup mengajarkan, apa yang dilakukan kadangkala tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Usaha tidak sebanding dengan hasil
yang diinginkan. Rencana dan target kehidupan, hasilnya jauh diluar
perkiraan. Inilah yang kita sebut dengan satu kata: kegagalan!
Memaknai Kegagalan
Kegagalan adalah bukti bahwa manusia memiliki keterbatasan dan
kelemahan. Manusia hanya wajib berusaha tetapi tidak wajib untuk
berhasil. Manusia boleh berencana, namun garis (takdir) kehidupan telah
punya rencananya sendiri. Di sini, kegagalan dalam hidup mengajarkan
satu hal kepada kita, bahwa kita manusia adalah makhluk yang jauh dari
kesempurnaan. Yang sempurna hanyalah pemilik diri dan jiwa manusia,
dialah Allah SWT.
Di saat kegagalan sebagai akhir dari usaha yang didapatkan, suasana
yang menyelimuti diri adalah resah, kecewa, bahkan putus asa. Kondisi
saat itu memerlukan tempat kita bersandar, nasihat yang memotivasi, dan
kekuatan untuk bangkit kembali. Sehingga harapan-harapan baru muncul
sebagai pemantik potensi yang kembali melahirkan aksi. Disinilah
rekonstruksi visi sangat penting sekali. Visi hidup, terutama sebagai
Muslim sejati, tidak terbatas di dunia ini tapi jauh menembus kehidupan
ukhrawi.
Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini
terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap
atau berputus asa. Karena pergantian waktu senantisa memberi nasihat,
bahwa harapan masih ada jika nafas dan kesadaran masih ada. Berhenti
berharap, larut dalam alunan keputus-asaan, adalah sebuah dosa dan
bentuk mentalitas kekufuran (QS. Yusuf: 87).
Padahal janji Allah SWT terhadap insan yang senantiasa menjaga harapan telah dinyatakan. Allah SWT berfirman:
“Berharaplah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan harapanmu sekalian.” (QS. Almukmin: 60). Allah SWT akan mengabulkan harapan bagi siapa saja yang berharap hanya kepada-Nya (QS. Al Baqarah: 186).
Cara Allah SWT mewujudkan harapan
Persoalannya, yang sering alfa dalam pengetahuan sebagian orang
adalah, bagaimana Allah SWT memperkenan atau mewujudkan harapan-harapan
itu? Pemahaman terhadap jawaban pertanyaan ini penting, agar terhindar
dari prasangka buruk (su’uzzhan) terhadap diri apatah lagi terhadap
Allah SWT.
Dalam hadits riwayat Ahmad dan al-Hakim dari Abu Sa’id dijelaskan
oleh Rasulullah SAW tiga cara Allah SWT mengabulkan setiap harapan atau
do’a hamba-Nya. Dengan catatan, seorang hamba tersebut tidak memutuskan
hubungan silaturrahim dan melakukan dosa besar. Cara Allah SWT
mengabulkan harapan (do’a) tersebut adalah:
Pertama, harapan itu langsung dikabulkan atau dalam waktu yang tidak berapa lama.
Di
antara golongan manusia yang mendapat prioritas cepatnya terkabul
harapannya, sesuai dengan beberapa penjelasan hadits Rasulullah SAW
yaitu orangtua, orang yang teraniaya, pemimpin yang adil, juga harapan
kebaikan dari seseorang kepada orang lain yang jauh dari dirinya.
Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seorang Muslim mendo’akan
saudaranya yang tidak berada dihadapannya, melainkan malaikat akan
berkata: ‘Dan engkau juga mendapatkan yang seperti itu." (HR. Muslim).
Kedua, harapan itu ditunda di dunia dan menjadi
tabungan pahala yang akan diterima di akhirat nanti. Seringkali
misalnya, keadilan di dunia sulit didapatkan, namun percayalah keadilan
akhirat pasti ada. Pengadilan akhirat tidak pernah pandang bulu bahkan
menerima sogokan dalam memvonis kasus kehidupan di dunia. Kesadaran ini
seharusnya memupuk optimis atau harapan dalam hidup. Sebab, senantiasa
berharap (raja’) atas nikmat dan ridho dari Allah SWT merupakan akhlak
yang terpuji yang mampu memupuk keimanan dan mendekatkan diri seorang
hamba kepada-Nya. Hasil kebaikan ini senantiasa akan mendapatkan
balasannya. Tidak di dunia, di akhirat pasti.
Ketiga, dijauhkan dari keburukan yang sebanding
dengan harapan itu. Dengan kata lain, Allah SWT mengabulkan harapan
dengan mengganti sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan, yaitu
terhindar dari musibah yang seharusnya menimpa kita. Atau mengganti
harapan itu dengan sesuatu yang tidak pernah kita harapkan. Mengapa?
Karena Allah SWT lebih tahu apa yang terbaik bagi kehidupan hamba-Nya
(QS. Al Baqarah: 216). Sebab, Dia-lah zat yang menguasai yang awal, yang
akhir, yang zahir, yang bathin, dan Maha Mengetahui segala sesuatu (QS.
Al Hadid: 3).
Rencana Allah SWT lebih hebat
Apa yang diharapkan oleh seorang hamba boleh jadi hal itu sesuatu
yang buruk baginya. Sebaliknya, apa yang tidak diharapkan boleh jadi
itulah yang terbaik untuk kita.
Perhatikanlah firman Allah SWT yang mulia ini.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن
تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً
وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan
boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu.
(Mengapa?) Allah maha mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Albaqarah: 216).
Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa, rencana Allah SWT terhadap
diri kita lebih hebat dari rencana yang kita buat. Oleh sebab itu, logis
jika kita dilarang berhenti berharap karena hal itu tidak akan
mendatangkan kebaikan apapun.
Ada di antara kita, bahkan boleh jadi kita pernah melakukannya.
Mengeluh dan dengan tega mengatakan: “Saya tidak memiliki apa-apa dan
siapa-siapa lagi dalam hidup ini”.
Padahal, bumi masih gratis untuk kita pijak. Langit tidak dibayar
memayungi kita. Oksigen masih tersedia untuk nafas kita. Angin masih
kita rasakan hembusannya. Waktu masih tersisa untuk berkarya. Raga masih
ada bukti kita nyata. Lalu, pantaskah kita mendustakan nikmat Allah SWT
tanpa ada alasan? Allah SWT berulang kali mempertanyakan persoalan ini
agar kita senantiasa bersyukur dan berpikir (perhatikan QS. Ar Rahman).
Segalanya Indah
Akhirnya, kehidupan yang kita lalui akan senantiasa bermuara kepada
dua hal, yakni bahagia dan kecewa. Begitulah kodrat perasaan manusia.
Namun rasa bahagia dan kecewa bisa menjerumuskan manusia ke dalam kubang
kemaksiatan bila hal itu tidak disikapi dengan bijak. Karenanya,
seorang Muslim harus mampu menjaga keadaan dirinya dalam kondisi apapun
untuk senantiasa menumbuhkan ladang kebaikan dan pahala. Caranya,
senantiasa berdzikir dengan menjadikan sabar dan shalat sebagai
perantara untuk menghadirkan pertolongan Allah SWT (QS. Albaqarah: 153).
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh menakjubkan
perkara orang-orang mukmin. Karena segala urusannya merupakan kebaikan.
Ketika mendapat nikmat ia bersyukur, karena bersyukur itu baik baginya.
Ketika mendapatkan musibah ia bersabar, karena sabar itu juga baik bagi
dirinya."
Dengan kata lain, perkara apapun bagi seorang mukmin sejati,
seluruhnya menjadi indah di hati. Semoga Allah SWT membantu kita
merealisasikannya dalam kehidupan ini. Insya Allah! Wallaahu a’lam. *
RAMADHAN, "FATHU MAKKAH DAN KEMENANGAN ISLAM"
MENJELANG datangnya
bulan Ramadhan yang penuh rahmat dan keberkahan, lewat serangkaian
peristiwa yang tidak bisa kita pisah-pisahkan satu per satu. Dunia Arab
--yang notabene-- menjadi poros dunia Islam mulai mengalami pergolakan.
Satu per satu rezim tiranik yang memenjarakan kebebasan di sana mulai
berjatuhan. Mesir, Libya, Yaman, Tunisia, bahkan hingga Suriah (yang
masih terus berdarah) sedang bergolak.
Orang-orang di berbagai media menyebut fenomena ini dengan istilah “Arabic Spring” atau
Arab yang didera angin sejuk ‘musim semi’, di tengah kegersangan yang
selama ini melanda. Tentu saja musim semi yang dimaksud bukan dalam arti
sebenarnya.
Sebagai ilustrasi, dulu para aktivis Al Ikhwan al Muslimun di Mesir
begitu sering keluar masuk penjara, hampir selalu disudutkan oleh rezim
militeristik dari mulai Naser, Sadat hingga Mubarak. Betapa kebebasan
masyarakat seolah tercerabut dari akarnya. Kini angin sejuk itu
menghampiri, Mubarak jatuh dan Mesir punya jagoan baru, Dr. Mohammed
Mursy, aktivis Ikhwan. Harapan yang begitu besar tertuju kepada sosok
Mursy. Ini seolah juga menjadi trigger bagi negara-negara Arab lainnya untuk bisa melakukan perubahan.
Terlepas dari konspirasi dan kepentingan barat, agaknya kita harus
kembali berkaca ke belakang. Dua belas tahun lalu, tepatnya di tanggal 9
September, kaum muslimin betul-betul dikejutkan, terlebih setelah
Presiden Amerika Serikat saat itu menyerukan agenda besar dunia, “perang
terhadap terorisme”. Tentu kita sadar betul bahwa apa yang dimaksud
“terorisme” dalam kata-kata itu adalah merujuk kepada Islam, orang Islam
dan segala apa pun yang ada sangkut pautnya dengan Islam.
Barat, dengan AS sebagai perwakilannya mulai menunjukkan sikapnya
dengan slogan dan embel-embel “terorisme”, setelah sebelumnya di tahun
80an dan 90an begitu malu-malu menyatakan sikap. Keterkejutan kaum
muslimin terhadap peristiwa 9/11 mulanya memberikan kesan bahwa Islam
akan menjadi “objek” bagi Barat dan sekutunya, minimal sebuah pencitraan
negatif. Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan perubahan
signifikan selepas 9/11. Populasi kaum Muslimin jauh lebih meningkat,
bahkan di negara-negara Eropa yang notabene minoritas, Islam menuai
benihnya. Orang-orang mulai bertanya-tanya dan semakin penasaran, “Apa
itu Islam? Siapa orang-orang ini?”
Tanpa harus membuat propaganda dan pemasaran besar-besaran, Dakwah
Islamiyah tersebar dengan sendirinya. Kata-kata “terorisme” membuat
gatal orang-orang Barat, dan tentu saja, para pencari kebenaran dengan
sendirinya akan menemukan Islam.
Ramadhan, Bulan Keberkahan
Dalam sejarahnya, Ramadhan hampir selalu menjadi bulan di mana
terjadi peristiwa-peristiwa penting di dalamnya. Rasulullah saw.
menerima wahyu untuk pertama kali, mengalami perang-perang besar, dan
peristiwa “Fathu Makkah” terjadi di bulan Ramadhan.
Peristiwa Fathu Makkah adalah sebuah peristiwa dimana akhirnya Nabi
saw. dan para sahabat berhasil menguasai Makkah, berhala dihancurkan,
dan Ka’bah disucikan dari berhala. Bagaimana bisa terjadi peristiwa Fathu Makkah ini?
Bermula dari Hudaibiyah, di mana terjadilah sebuah perjanjian antara
dua kekuatan, kaum Muslimin di satu pihak dan kaum Quraisy di pihak
lain. Perjanjian ini terjadi manakala satu rombongan yang dipimpin
langsung oleh Nabi saw. hendak melaksanakan haji di baitullah. Namun,
pihak Quraisy melihatnya sebagai sebuah ancaman, “Apa kata
kabilah-kabilah lain?” mungkin begitu pikir mereka. Pikiran ini wajar
muncul, sebab setelah Nabi saw. dan beberapa ratus sahabat hijrah dari
Makkah menuju Yatsrib (Madinah), antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy
hampir selalu terjadi peperangan yang tak terelakkan. Islam dengan basis
Madinah dan Quraisy dengan basis Makkah.
Jika orang-orang dari Madinah, yang notabene adalah rival dari Kafir
Quraisy datang ke Makkah dengan seenaknya, maka apa tanggapan
orang-orang nanti? Untuk itulah, pemuka-pemuka Quraisy dengan segala
daya upaya menyusun sebuah strategi, yaitu mengikat kaum Muslimin dalam
suatu perjanjian. Dan terjadilah perjanjian Hudaibiyah.
Gerbang Fathu Makkah
Isi perjanjian Hudaibiyah antara lain: Pertama, gencatan senjata selama sepuluh tahun. Kedua, orang
Islam dibenarkan memasuki Makkah pada tahun berikutnya, tinggal di sana
selama tiga hari saja dengan hanya membawa sebilah senjata. Ketiga, bekerja sama dalam perkara yang membawa kepada kebaikan. Keempat, orang Quraisy yang lari ke pihak Islam harus dikembalikan ke Makkah. Kelima, orang Islam yang lari ke Makkah tidak dikembalikan ke Madinah, dan keenam, kedua belah pihak boleh membangun kerja sama dengan kabilah lain tapi tidak boleh membantu dalam hal peperangan.
Para sahabat pun geger menanggapi isi perjanjian itu. Isinya memang
terlihat mendiskreditkan Islam, sampai-sampai seorang Umar pun berang
tak karuan. Tapi, di sinilah letak pelajarannya, visi Rasulullah saw.
jauh ke depan, ia bukan hanya melihat kepentingannya di masa sekarang.
Dengan adanya perjanjian ini, wilayah Madinah pun akan steril dari
musuh-musuh Islam (Quraisy yang mencoba merusak dan Yahudi yang
khianat).
Sementara dakwah Islamiyah pun juga akan berkembang dengan adanya
pihak Islam yang masuk ke Makkah, dan inilah pintu gerbang terjadinya Fathu Makkah.
Selang waktu yang dibutuhkan Nabi selepas Hudaibiyah hingga Fathu Makkah
adalah tiga tahun. Selama tiga tahun inilah kaum Muslimin betul-betul
menitikberatkan kegiatannya pada dakwah dan membuka jalinan kerja sama
dengan negara-negara luar Arab. Sampai kemudian akhirnya di peristiwa
Fathu Makkah, berbondong-bondong orang memasuki Islam, dan Islam terus
berekspansi seolah tanpa henti.
Kemenangan Islam
Ekspansi yang juga sama dirasakan umat Islam dunia hari ini agak mirip dengen peristiwa selepas peristiwa 9/11.
Peristiwa ini seolah menjadi bom waktu bagi kebangkitan Islam secara
universal di dunia. Belasan tahun sudah berlalu, dan kini Arabic Spring
sudah menunjukkan geliatnya. Tinggal menunggu waktu saja bagi dunia
untuk merasakan kembali kejayaan Islam dan keberkahannya.
إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ
الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى
الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ
بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
لَقَدْ صَدَقَ
اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ
الْحَرَامَ إِن شَاء اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ
وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِن
دُونِ ذَلِكَ فَتْحاً قَرِيباً
“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka
kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliah lalu Allah menurunkan
ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah
mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan
kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang
kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu
pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman,
dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak
merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia
memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (QS: 48:26-27)
Kita diingatkan oleh al-Qur’an bahwa proses lahirnya kemenangan
muncul manakala orang-orang kafir telah menanamkan dalam kesombongan
jahiliyah dalam hati mereka. Cukuplah ketenangan dan kalimat takwa yang
dipegang oleh kaum Muslimin, sehingga Allah pun akhirnya membenarkan
mimpi Nabi saw. untuk memasuki Masjidil Haram.
Begitu pula cerminannya hari ini, di tengah kesombongan musuh-musuh
Islam, jika kita berpegang teguh pada kalimat takwa, tidak terpancing
segala macam provokasi dan konspirasi, insya Allah kemenangan Islam akan
semakin nyata dan dibenarkan oleh Allah azza wa jalla.
Masih banyak pekerjaan rumah bagi kita umat Islam untuk diselesaikan.
Masih terjadi kasus-kasus kekerasan terhadap umat Islam di banyak
tempat. Masih banyak yang harus dibenahi terutama di negeri sendiri,
Indonesia. Mudah-mudahan bulan Ramadhan betul-betul menjadi sarana
evaluasi bagi kita semua dan menjadi ladang amal perbaikan bagi diri,
bangsa dan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar