Powered By Blogger

Rabu, 22 Desember 2010

renungan

Thorn kuning.

MENGKRITISI TEORI MEDIS GALEN

Seorang tokoh kedokteran Yunani punya kaitan erat dengan perkembangan dunia medis Islam pada abad pertengahan. Dia adalah Claudius Galenus, atau yang kondang dengan nama Galen. Tokoh ini banyak menghasilkan karya luar biasa di bidang kedokteran. Oleh para sarjana Muslim, sebagian dari karya-karya itu telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab.

Penerjemahan karya Galen membuka babak baru bagi kemajuan ranah medis Islam. Teori, konsep, maupun pemikiran dari tokoh yang hidup pada 129 hingga 200 Masehi itu menjadi rujukan berharga para dokter maupun tabib Muslim.

Seperti diungkapkan Ehsan Masood dalam buku Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern, berlembar-lembar tulisan Galen melingkupi seluruh bidang kedokteran. Hal itu sangat berpengaruh terhadap teori serta praktik kedokteran setelahnya.

Dia, misalnya, mengemukakan sistem empat cairan tubuh, yaitu darah, empedu kuning, empedu hitam, dan dahak. Galen berpendapat, keempatnya bakal terus berputar menyesuaikan dengan empat musim yang ada.

Beberapa teori dan konsepnya ia rumuskan sendiri. Namun, ada beberapa yang didasarkan pada prinsip yang diusung Hippocrates. Karya fenomenal Galen adalah 17 buku, mulai dari On the Usefulness of the Parts of the Human Body hingga De Material Medica. Dalam buku-buku itu, ia membahas beragam hal, termasuk tanaman obat dan penyakit kejiwaan.

Para dokter dan ilmuwan Muslim pada masa itu tak begitu saja menelan mentah-mentah metode serta konsep dari peradaban asing tersebut. Mereka terus mengkaji dan mempelajari untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Penyelidikan ilmiah secara intensif pada akhirnya mampu menyingkap tabir lebih jauh dari ilmu medis Galen. Ternyata banyak hal yang dikemukakan Galen tidak sepenuhnya tepat.

Salah satu ahli medis Muslim paling awal yang menemukan kejanggalan dari beberapa teori Galen adalah Hunayn ibn Ishaq (808-873). Ilmuwan Muslim ini tercatat turut menerjemahkan sejumlah karya Galen ke dalam bahasa Arab. Ia diakui sebagai penerjemah karya Galen yang terbaik pada masanya. Dengan detail yang luar biasa, Ibnu Ishaq mampu menuangkan segala teori dan pemikiran Galen sehingga bisa dipelajari secara mendalam serta akurat.

Membaca karya terjemahan Ibnu Ishaq, para intelektual Muslim pada masa itu pun mulai bertanya-tanya, apakah konsep dan teori medis Galen selalu benar? Dari sini mereka semakin gencar meneliti teori maupun pemikiran Galen yang berujung pada simpulan bahwa dokter terhebat dari Yunani pun bisa membuat kesalahan.

Ibnu Ishaq merupakan salah seorang yang dapat membuktikan itu. Bahkan, ia telah menelisik sejumlah kejanggalan saat melakukan penerjemahan. Atas inisiatifnya, Ibnu Ishaq membuat beberapa perbaikan penting pada pembahasan tentang anatomi mata.

Tokoh besar lain yang bersikap kritis terhadap pemikiran Galen adalah Zakariyya al-Razi (809-877). Dokter Muslim asal Reyy, Persia ini dikenal sebagai cendekiawan multidisiplin, mulai dari astronomi, sejarah, filsafat, kimia, dan fisika.

Ia juga rajin mengkaji dan berinovasi, terutama dalam ilmu medis. Terkait perbedaan pandangannya pada konsep Galen, al-Razi menuliskan sebuah buku berjudul Syukuk 'ala Jalinus (Keraguan Terhadap Galenus). Dari penjelasan di awal buku itu, al-Razi mengaku pada mulanya sangat sulit menentang dan mengkritik Galen.

"Dokter asal Yunani itu telah menyediakan lautan pengetahuan untuk saya serap," kata al-Razi. "Namun, penghormatan ini seharusnya tidak mencegah diri saya untuk meragukan berbagai teorinya."

Konsep empat cairan

Al-Razi memberikan tinjauan kritis terhadap konsep empat cairan. Berdasarkan konsep itu, Galen meyakini, orang jatuh sakit karena keempat cairan tubuh (darah, empedu kuning, empedu hitam, dan dahak) mengalami ketidakseimbangan.

Jadi, untuk mengatasinya harus lebih dulu mengembalikan keseimbangan itu. Al-Razi kemudian mempertanyakan, apakah benar memberikan pasien minuman panas dapat menaikkan suhu tubuhnya, seperti dikemukakan Galen.

Menurut al-Razi, hanya dibutuhkan percobaan sederhana untuk membuktikan bahwa itu tidak benar. Bila salah, sambung dia, tentu ada mekanisme kontrol lainnya dalam tubuh yang tidak dijelaskan dalam konsep itu.

Perbaikan pada teori Galen juga dilakukan Ibnu al-Nafis. Dokter ahli bedah jantung legendaris asal Damaskus itu memberikan sejumlah komentar pada konsep aliran darah yang diusung Galen dalam buku Anatomy of the Veins and Arteries.

Galen sejatinya menyakini bahwa darah merembes melalui satu bilik jantung ke bilik yang lain, terutama melalui lubang kecil di septum yang membagi kedua bilik tadi. Namun, setelah memeriksa banyak jantung, baik sendiri maupun dengan dokter lain, Ibnu Nafis tidak menemukan lubang kecil tersebut.

Penulis buku ensiklopedi kedokteran berjudul Kitab asy-Syamil fi ath-Thibb ini lantas berkesimpulan bahwa darah di dalam bilik kanan jantung pasti mengalir ke bilik kiri melalui paru-paru, bukan melalui lubang kecil seperti diuraikan Galen.

Ibnu Zuhr atau Avenzoar (1091-1161) juga merupakan dokter termasyhur yang sangat kritis pada pendapat-pendapat Galen. Ia banyak menemukan kelemahan dalam teori empat cairan tubuh. Ahli farmasi kelahiran Sevilla itu membuktikan, peradangan kulit lebih disebabkan oleh jamur atau parasit.

Dia menilai, untuk menyingkirkan parasit tadi tidak memerlukan penanganan medis dengan melibatkan keempat unsur dalam konsep Galen. Beberapa konsep dan metode kedokteran yang berhasil dicapainya pun sangat berbeda dari pandangan Galen sebelumnya.

Banyaknya kritik maupun komentar atas karya dan pemikiran Galen, bukan berarti menunjukkan bahwa teori dan konsep yang diusungnya buruk. Pada buku History of the Arabs, sejarawan Philip K Hitti menekankan, risalah ilmiah dari peradaban asing justru sangat penting bagi pijakan pengembangan ilmu di dunia Islam.

Sebab, dari situlah para ilmuwan Muslim terpacu untuk mengkaji, meneliti, serta melakukan perbaikan, inovasi, hingga berkreasi untuk mewujudkan karya yang lebih sempurna. Sejarah membuktikan bahwa ilmuwan, sarjana, dan cendekiawan Muslim masa lampau telah memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan bidang sains dan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.






WARISAN MEDIS PERADABAN ASING

Transfer pengetahuan dari peradaban Yunani kuno berlangsung pesat. Dari pendapat Philip K Hitti, gerakan yang terwujud dalam bentuk penerjemahan karya-karya ilmiah Helenistik ke bahasa Arab itu tidak kalah penting dengan penemuan ilmu baru.

Praktik medis dan metode pengobatan dari Galen hanyalah sebagian dari kekayaan pengetahuan bangsa Yunani. Berbagai pemikiran dari Yunani menjadi inti kedokteran Islam. Selain Galen, nama lain yang juga sangat berpengaruh adalah Dioscorides.

Buku-buku dari ahli bedah ini begitu penting bagi kemajuan bidang farmasi, terutama pengobatan herbal. Begitu pula sejumlah risalah medis yang ditulis oleh Aristoteles, Hipocrates, dan lainnya. Penerjemahan dipelopori pada masa dinasti Ummayah.

Ketika itu, Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz yang wafat pada 717 M memerintahkan pengalihbahasaan buku tradisi kedokteran Yunani kuno dari bahasa Suriah ke bahasa Arab. Aktivitas ini mengalami perkembangan pesat pada masa pemerintahan Abbasiyah.

Para dokter Nestorian dari Kota Nishapur dipekerjakan untuk menerjemahkan karya medis Yunani. Praktik ini dipimpin oleh dua tokoh terkemuka, yakni Hunayn ibn Ishaq dan Yuhanna ibn Masawayh yang juga kepala Bayt al-Hikmah di Baghdad.

Agar pengetahuan dari Yunani itu bisa dipahami dan dipelajari dengan mudah, para ilmuwan Muslim menerjemahkannya secara lebih sistematis. Di samping itu juga kerap ditambahkan kategorisasi, ensiklopedia, serta simpulan.

Naskah-naskah terjemahan dalam bahasa Arab lantas tersebar ke Eropa dan memengaruhi perkembangan bidang kedokteran di sana. Pada bagian lain, sumbangan tak kalah signifikan hadir dari ilmu kedokteran asal India, Persia, maupun Cina.

Zakariyya al-Razi mempersembahkan risalah fenomenal berjudul al-Hawy yang artinya Buku Lengkap. Buku terdiri dari 23 jilid itu merupakan ensiklopedi medis dari tradisi Yunani, Suriah, Persia, Cina, serta India. Dari pengetahuan asing tersebut, para dokter Muslim mengadakan riset mendalam untuk menghadirkan prestasi besar di ranah medis






MENGUPAYAKAN TERKABULNYA DOA

Doa menjadi inti ibadah sebab rangkaian doa terdapat dalam setiap ritual ibadah yang ditunaikan seorang Muslim. Dalam doa, ada harapan hadirnya berkah dan keselamatan serta permohonan terhindar dari keburukan dan penderitaan. Menurut Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, berdoa merupakan ibadah yang agung.

Penulis buku Mausuu'atul Aadab al-Islaamiyyah ini juga menjelaskan bahwa doa menunjukkan sebuah bukti akan ketergantungan manusia pada Tuhannya. Melalui doa, tergambar dengan jelas bahwa manusia tak mempunyai daya dalam menggapai segala yang ia inginkan dan menolak segala bala, tanpa bantuan Allah SWT.

Hal yang mestinya tak terabaikan dalam persoalan doa ini adalah tata kramanya. Sehingga, harapan yang terbalut dalam doa, tercapai. Sayyid Nada mengatakan, ada beberapa hal penting dalam berdoa. Pertama, niat yang benar. Setiap berdoa, mestinya seseorang berniat menegakkan ibadah kepada Allah sebab doa adalah ibadah yang agung.

Kedua, berdoa dalam keadaan suci. Sayyid Nada menjelaskan, tak ada salahnya memang jika seseorang berdoa dalam keadaan tak berwudhu. Namun, akan lebih baik jika saat berdoa dalam keadaan suci. Ketiga, meminta kepada Allah dengan menengadahkan bagian dalam telapak tangan.

Menopang pernyataannya itu, Sayyid Nada mengutip hadis riwayat Abu Dawud yang berbunyi "Jika kamu meminta kepada Allah SWT maka mintalah dengan menengadahkan bagian dalam telapak tangan. Janganlah kamu memintanya dengan menengadahkan punggung telapak tangan."

Keempat, memulai doa dengan hamdalah dan puji-pujian kepada Allah SWT. Hadis yang diriwayatkan Abu Dawud menjadi pijakan, yakni "Jika salah seorang dari kalian berdoa, hendaklah memulainya dengan mengucapkan hamdalah dan pujian kepada Allah. Lalu, bershalawat kepada Nabi Muhammad barulah meminta apa yang diinginkan."

Kelima, sungguh-sungguh dalam meminta, menghadirkan hati dalam berdoa, dan yakin bahwa doanya akan dikabulkan. Sayyid Nada mengatakan, tak sepatutnya seseorang ragu dalam berdoa atau menyatakan pengecualian dengan mengucapkan "Jika Engkau berkendak ya Allah." Sebaliknya, orang itu harus sungguh-sungguh.

Ini dijelaskan dalam hadis yang diriwatkan Al-Bukhari dan Muslim, yaitu "Janganlah salah seorang dari kamu mengatakan, 'Ya Allah ampunilah aku jika Engkau mau. Ya Allah berilah aku rahmat jika Engkau mau. Ya Allah, berilah aku rizki jika Engkau mau.' Hendaklah ia bersungguh-sungguh ketika meminta karena Allah kuasa untuk melakukan apa yang Dia kehendaki. Tidak ada pula yang dapat memaksakan sesuatu kepada Allah."

Selain itu, orang yang berdoa sebaiknya menghadirkan hati dan pikirannya. Sayyid Nada mengingatkan, janganlah berdoa hanya dengan lisan sementara hatinya entah ke mana. Ia menegaskan, doa semacam itu tidak akan dikabulkan. "Tadaburi juga doa yang terucap," katanya menegaskan.

Orang yang berdoa ditekankan pula mempunyai keyakinan apa yang ia harapkan dalam doanya kelak terkabul. Sebab, Allah telah menjanjikan hal itu. Dengan demikian, seorang Muslim dituntut membenarkan apa yang dijanjikan Allah karena Dia tak akan mengingkari janji.

Waluyo Basuki dalam tulisannya Kenapa Doa tak Terkabul yang terangkum dalam buku kumpulan tulisan Hikmah berjudul Doa Anak Kecil mengungkapkan sebab tak terkabulnya doa. Terkait dengan hal itu, ia menceritakan krisis berkepanjangan yang pernah melanda Basra dan melahirkan keresahan bagi masyarakatnya.

Menghadapi krisis yang tak kunjung usai itu, masyarakat mengadukan masalah tersebut kepada seorang ulama bernama Ibrahim bin Adham. Mereka berharap ada solusi yang ditawarkan sang ulama. Mereka menyatakan telah memanjatkan doa kepada Allah, tetapi tak kunjung dikabulkan.

Ibrahim bin Adham lalu memberikan jawaban. Menurut dia, ada 10 hal yang menyebabkan tak terkabulnya doa, salah satunya banyak anugerah Tuhan yang dinikmati selama ini, namun tak membuat seseorang atau masyarakat bersyukur. Rasa syukur tentu tak hanya diucapkan dengan Alhamdulillah, namun harus diwujudkan dalam kehidupan.

Menurut Waluyo, hal mendasar dari wujud syukur yang bisa direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari adalah selalu mengingat kebesaran Allah SWT, menjalankan segala perintah-Nya, serta menjauhi larangan-Nya. Selain itu, ikhlas saat menerima cobaan dan tidak kikir serta sombong pada saat mendapatkan kebaikan.






PENEMU PEMBEKU SPERMA YANG SUKA MENGAJI

Kisah Orang Cerdas Indonesia di Luar Negeri (Bagian 2)

Ladang penelitian bioteknologi di Indonesia sebenarnya sangatlah berlimpah. Namun, apa mau dikata, para peneliti di negeri ini justru lebih senang mengekor penelitian Barat agar tak ketinggalan tren.

Tak heran, bila perkembangan penelitian bioteknologi di negeri kaya sumber daya alam ini masih di belakang negara-negara lain. Meski, Indonesia setidaknya masih bisa berbangga hati.

Negeri ini ternyata tak pernah kehilangan stok para ilmuwan berbakat yang karyanya diakui dunia. Salah satunya, Mulyoto Pangestu. Pria asal Jawa Tengah kelahiran 11 November 1963 ini telah melahirkan karya bioteknologi yang kini dikembangkan di negara-negara Barat.

Riset Mulyoto tentang "Upaya Pembekuan Sperma Hewan dengan Cara Sederhana dan Murah" telah mengantarnya meraih penghargaan tertinggi (Gold Award) dalam kompetisi Young Inventors Awards, yang diadakan majalah the Far Eastern Economic Review (FEER) dan Hewlett-Packard Asia Pasifik tahun 2000. Temuannya dipuji sebagai suatu terobosan baru.

Mulyoto memulai karier keilmuwannya sebagai peneliti sejak masih kuliah di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, tahun 1985. Saat itu, dia bergelut dengan kondisi peternakan perdesaan di daerah Banyumas. Hingga kemudian, tiket beasiswa mengantarkannya kuliah di Universitas Monash, Australia.

"Sejak itu saya menyadari bahwa akses literatur yang berlimpah dan pengadaan prasarana penelitian, mendukung iklim penelitian di Australia. Itulah yang membuat saya tetap meneliti," tutur Mulyoto saat ditemui Republika di Gedung Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta, akhir pekan lalu.

Sebenarnya, penelitian teknik pengeringan sperma sudah ada sejak 1970-an. Namun, hasil penelitian itu melaporkan pengeringan sperma hanya dapat dilakukan dengan media tertentu saja. Dan, penelitian itu sulit dipakai lagi.

Dengan hasil temuan Mulyoto, kemasan penyimpanan sperma kering dan beku tidak membutuhkan penanganan atau media khusus. "Hasilnya dapat tetap dipakai walau telah disimpan bertahun-tahun," ungkapnya.

Temuan Mulyoto pernah dipatenkan di World Patent Organization di Swedia. Setelah paten temuannya dirilis, dia menjual pemakaian alat temuannya itu dengan harga murah, hanya 50 sen dolar AS per media. Padahal, harga produksinya bisa 200 dolar AS.

"Saya hanya ingin masyarakat Indonesia dapat membelinya dengan harga terjangkau. Ternyata strategi itu salah. Temuan yang dinilai bagus lantaran harga jualnya yang juga tinggi, dan orang Indonesia juga ternyata banyak yang kaya," papar Mulyoto.

Akhirnya, paten Mulyoto terpaksa dihentikan. Alasannya sepele, karena kendala biaya paten yang terlalu besar. Harga registrasi sebesar 5.000 dolar AS dan setiap tahun selama lima tahun dia mesti membayar 10 ribu dolar AS.

Setelah 10 tahun, temuannya akan menjadi domain publik dan tak mendapat royalti. "Sekarang temuan saya dikembangkan oleh Universitas Harvard. Dulu pernah dikembangkan di ITB, tapi sekarang tak ada yang meneruskan lagi," ungkapnya.

Mulyoto memaparkan, infrastruktur antara Inonesia dan Austaralia sebenarnya hampir sama. Infrastuktur keduanya dapat mendukung iklim penelitian. Hanya perbedaannya, jelasnya, cara orang Indonesia menggunakan dan memanfaatkan teknologi.

"Orang Indonesia menggunakan teknologi baru sebatas untuk hiburan. Sedangkan orang Austaralia menggunakan teknologi untuk akses informasi, untuk memajukan diri, peningkatan produktivitas, dan kesejahteraan."

Bahan penelitian yang mahal dan sulit didapat juga menjadi kendala penelitian di Indonesia, terutama bahan kimia. Jika di luar negeri bahan penelitian harganya Rp 10 juta, di Indonesia bisa Rp 50 juta. Tingginya pajak bagi bahan penelitian, menjadi alasannya.

Selain itu, sambung Mulyoto, sistem anggaran menjadi kendala penelitian di Indonesia. Dia mencontohkan, sebuah proyek penelitian, proses seleksi dimulai 2010, pengumumannya 2010, anggaran turun 2010, dan penelitiannya harus selesai 2010. "Karena laporan keuangan sudah harus masuk Desember 2010. Apa yang mau dikerjakan. Jadi, tidak maksimal," kritiknya.

Dengan alasan itu, Mulyoto memilih melanjutkan penelitiannya di luar negeri. Dia merasa, dengan meneliti di luar negeri, bisa lebih mengharumkan nama Indonesia. Sebagai bukti kecintaannya kepada Tanah Air, selama ini dia menjembatani dan memberi akses bagi peneliti Indonesia mengembangkan ilmu dan penelitiannya.

"Saya kerap dianggap mencuri karena banyak meminjamkan bahan literatur untuk peneliti di Indonesia, tapi sebagai pengajar di Monash, saya punya hak mendapatkan literatur," ungkapnya.

Mulyoto beranggapan, pola pikir dunia pendidikan di Indonesia harus diubah. Selama ini, siswa yang dianggap pintar adalah mereka yang pintar sains. Tak heran, misalnya, sehebat apa pun seorang siswa pandai menari, tapi kalau tak pandai matematika, tetap dicap tidak pintar. "Kalau di negara Barat, seseorang dihargai karena dia bisa menunjukkan kompetensi sesuai keahliannya."

Karenanya, Mulyoto tak pernah khawatir dengan banyaknya anak-anak cerdas Indonesia yang menimba ilmu di luar negeri. Mereka tetap dapat memajukan Indonesia dalam berbagai bidang. "Mimpi saya untuk Indonesia, kita harus percaya pada kemampuan sendiri dan membenahi kebijakan yang dapat membuat kita lebih maju."

Kini, Mulyoto mantap dan menikmati perjalanan kariernya sebagai seorang pendidik selain peneliti. Dia pun kerap melibatkan dan membawa anak dan istrinya dalam pekerjaan dan penelitiannya. "Kalau waktu senggang, saya suka ke masjid ikut pengajian. Atau, menikmati hobi saya menyetir sambil mendengarkan musik. Saya suka menyetir dan pergi ke tempat-tempat yang tenang."

Mulyoto tergabung dalam Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional. Sejak 16-18 Desember 2010, dia bersama ratusan ilmuwan Indonesia mengadakan pertemuan atau International Summit (IS) 2010. Para ilmuwan itu berkumpul dan duduk bersama mencari solusi permasalahan bangsa sesuai bidang masing masing.

Mulyoto tergabung dalam klaster kedokteran dan bioteknologi. Di konferensi itu, dia merekomendasikan upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dan malaria. Rekomendasi itu didorong kenyataan bahwa Indonesia selalu diserang penyakit musiman itu. "Kita jangan diam saja, ini harus dihentikan," katanya.

Dari hasil diskusi klaster kedokteran dan bioteknologi, peserta menerima rekomendasi itu. "Hasil diskusi, kita mau melakukan pengobatan demam berdarah karena angka kematian di Indonesia akibat DBD terbanyak kedua setelah stroke







Tidak ada komentar:

Posting Komentar