
Bahasan bagus yang sampat saya ambil ketika perjalanan kuliah yang penuh dengan teori. Alhamdulillah bermanfaat disaat sekarang untuk saling mengingatkan sesama dan ini merupakan catatan penting untuk para calon wakil rakyat.
Silahkan membaca....*_*
Imam Asy-Syahid mengatakan:
“Yang saya maksud dengan ikhlas adalah bahwa seorang al akh hendaknya mengorientasikan perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya kepada Allah swt mengharap keridhaan-Nya, tanpa memperhatikan keuntungan materi, prestise, pangkat, gelar, kemajuan atau kemunduran. Dengan itulah ia menjadi tentara akidah, bukan tentara kepentingan dan hanya mencari kemanfaatan dunia.”
"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah din (kepada Allah).” (QS. Al An'am, 6: 162-163).
Dengan begitu seorang al akh telah memahami makna slogan abadinya: "Allah tujuan kami." Sungguh Allah Mahabesar dan bagi-Nya segala puji.
Pengertian Ikhlas
Ikhlas adalah menginginkan keridhaan Allah dengan melakukan amal dan membersihkan amal dari berbagai debu duniawi. Dengan demikian, amalnya tidak tercampuri oleh keinginan-keinginan jiwa yang bersifat sementara, seperti menginginkan keuntungan materi, kedudukan, harta, ketenaran, tempat di hati manusia, pujian dari mereka, menghindari cercaan mereka, mengikuti bisikan nafsu, atau ambisi-ambisi lainnya yang dapat dipadukan dalam satu kalimat, yaitu melakukan amal untuk selain Allah, apa pun bentuknya. Ikhlas dengan pengertian seperti itu merupakan salah satu buah dari kesempurnaan tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam beribadah. Oleh karena itu, riya' yang merupakan lawan dari ikhlas dianggap sebagai kesyirikan.
Syadad bin Aus berkata,
"Kami di masa Rasulullah saw menganggap riya' sebagai syirik kecil." (Mujma'uz Zawaid, kitabuz Zuhdi, bab: Ma Ja-ahur Riya'. 10/225).
Syarat diterimanya suatu amal
Setiap amal shaleh memiliki dua rukun yang menjadi syarat diterimanya amal tersebut oleh Allah swt, yaitu:
Pertama, keikhlasan dan lurusnya niat.
Kedua, sejalan sunah dan syariat.
Rukun pertama disebut juga keshahihan batin sedangkan rukun kedua merupakan keshahihan lahir.
Tentang rukun yang pertama, Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya amal-amal itu (dinilai) dengan niatnya."
Sedangkan tentang rukun kedua, Rasulullah saw bersabda:
"Barang siapa yang melakukan sesuatu amalan bukan atas perintahku, maka ia tertolak." (HR. Muslim: 3/1343. Nomor: 1718).
Allah swt menggabungkan dua rukun tersebut dalam beberapa ayat-Nya di dalam Al Quran. Antara lain Allah swt berfirman:
"Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh." (QS. Luqman, 31: 22).
Yang dimaksud menyerahkan diri kepada Allah adalah mengikhlaskan niat dan amal hanya kepada Allah, mencapai ihsan dalam melakukannya dan mengikuti Sunah Rasulullah saw dalam pelaksanaannya. Fudhail bin 'Iyadh berkata tentang firman Allah swt:
"Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya,"
"Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS. Al Kahfi, 18:110).
Dengan penjelasan di atas kita dapat mengetahui, bahwa keikhlasan niat dalam beramal tidak cukup bagi diterimanya sebuah amal, bila amal tersebut tidak sejalan dengan apa yang diajarkan oleh syariat dan dibenarkan oleh Sunah Rasulullah saw. Sebagaimana suatu amal yang telah diajarkan oleh syariat, ia tidak akan diterima oleh Allah kecuali bila dilakukan dengan ikhlas dan hanya mengharapkan keridhaan Allah swt.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar