JIKA KITA SAKIT, KEMBALILAH KEPADA ALQUR'AN
Bismillaahir-rahmaannir-rahiim. Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin.Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadar rasuulullaah.Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa muhammad, wa ‘alaa aali sayyidinaa muhammad.Rabbisyrahlii shadrii wa yassir lii am rii wahlul uqdatam minlisaanii yafqahuu qaulii.Ammaa ba’du.
Musibah atau bencana bisa berupa bencana alam, kecelakaan, penyakit, atau yang lainnya. Sudah barang tentu musibah apapun termasuk penyakit merupakan sesuatu yang tidak nikmat. Jika kita sakit berarti kita sedang tidak diberi kenikmatan dunia oleh Allah swt. Biasanya jika kita sedang sakit jarang sekali kita ingat kepada Allah.
Biasanya jika kita sedang terkena sakit, kita lalu pergi ke dokter/rumah sakit. Ini sudah benar karena kita memang pergi kepada ahlinya.
Akan tetapi dibalik sakit yang kita derita seringkali kita menganggap bahwa sakit ini adalah cobaan dari Allah swt sehingga selanjutnya kita harus bersabar dan tawakal menerimanya. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam surat Al A’raaf 168 : “..... Wa balaunaahum bil-hasanaati was-sayyi’aati la’allahum yarji’uun” (..... Dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)).
Berdasarkan firman Allah ini, memang benar sakit adalah cobaan dari Allah swt tetapi sakit yang kita derita tersebut diakibatkan oleh karena kesalahan kita sendiri sehingga oleh Allah kita diminta untuk kembali kepada kebenaran/jalan yang benar.
Selain itu jika kita sedang terkena sakit, terkadang kita malah bersyukur karena kita menganggap bahwa dengan sakit ini dosa-dosa kita dapat terhapus, sebagaimana HR Al Bukhari : “Seorang mukmin ditimpa rasa sakit, kelelahan (kepayahan), diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampaipun duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya”.
Kalau kita hayati, sesungguhnya hadist ini diperuntukkan untuk orang-orang mukmin yang sedang diuji imannya oleh Allah swt seperti halnya nabi Ayub.
Pertanyaan kita adalah apakah kita ini sudah termasuk orang-orang yang benar-benar mukmin, merasa sudah mukmin, atau bahkan belum mukmin ?Jika iman kita masih biasa-biasa saja atau belum mencapai takaran iman standar, kita seharusnya introspeksi diri, jangan-jangan sakit kita ini malah peringatan atau bahkan mungkin laknat dari Allah swt karena kelalaian kita yang lupa akan tanggung jawab kita sebagai suami, sebagai isteri, sebagai anak, sebagai atasan, sebagai bawahan, sebagai guru, sebagai murid, sebagai tokoh masyarakat, sebagai anggota masyarakat, atau sebagai yang lainnya.
Mengapa sakit itu bisa terjadi kepada kita ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita ingat hadist nabi berikut ini : “Tiada seorang hamba ditimpa musibah baik di atasnya maupun di bawahnya melainkan sebagai akibat dosanya. Sebenarnya Allah telah memaafkan banyak dosa-dosanya. Lalu Rasulullah membacakan ayat 30 dari surat Asy Syuura yang berbunyi : “Wa maa ashaabakum mim mushiibatin fa bimaa kasabat aidiikum wa ya’fuu ‘an kasyiir” (Apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu))”.
Berdasarkan firman Allah ini maka jika kita renungkan, sakit apa saja yang menimpa diri kita ini, disadari atau tidak disadari semuanya disebabkan karena dosa/kesalahan kita sendiri, kesalahan yang sudah bertumpuk-tumpuk sekian lama atau dengan kata lain sakit itu dari perilaku kita karena kita ingkar/kufur terhadap nikmat-nikmat Allah swt.
Tampaknya sudah menjadi karakter kita sebagai manusia, ketika kita melakukan kesalahan yang masih awal, kemudian Allah memaafkan kesalahan kita, namun kita tidak malah bersyukur, tetapi kita malah mengulang-ngulang kesalahan yang sama tersebut sehingga menjadi bertumpuk-tumpuk dan akhirnya Allah memberikan peringatan kepada kita dengan musibah yang berupa sakit ini. Setelah Allah swt menimpakan sakit ini kepada kita, adakah maksud atau katakanlah muatan politis yang terkandung di dalamnya ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita ingat firman Allah dalam surat As Sajdah 21 : “Wa lanudziiqonnahum minal-‘adzaabil-adnaa duunal-‘adzaabil-akbari la’allahum yarji’uun” (Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar))
Berdasarkan firman Allah ini maka jika kita renungkan, sakit yang ditimpakan oleh Allah swt kepada kita, tidak lain adalah merupakan siksa permulaan di dunia ini, baru sebagian kecil saja dari siksa-Nya, baru merupakan siksa episode pertama saja, dan setelah Allah swt menimpakan sakit tersebut kepada kita di dunia ini maka telah menanti siksa yang lebih besar lagi pada 2 episode berikutnya yang akan menimpa kita yaitu siksa di alam kubur dan siksa di akhirat/neraka nantinya.
Coba bayangkan, seandainya akibat dari kesombongan saya, bisa jadi di dunia ini saya akan ditimpa musibah yang berupa penyakit jantung misalnya. Maka kemungkinan besar di alam kubur nanti jantung saya akan disiram dengan cairan logam yang sangat panas seperti yang senantiasa diceritakan oleh para ustadz, belum lagi di akhirat/neraka nantinya. Sungguh sangat mengerikan.
Tidak takutkah kita akan semua siksa-siksa Allah yang amat pedih tersebut. Oleh karena itu, jika kita tidak ingin mendapatkan musibah/siksa di dunia ini serta siksa-siksa di alam kubur dan akhirat/neraka nantinya, maka kita seharusnya kembali ke jalan yang benar, jalan yang diridhoi oleh Allah swt, jalan yang penuh rakhmat dan barokah-Nya.
Bagaimana seharusnya kita mensikapi sakit yang ditimpakan oleh Allah swt kepada kita ?
Jika kita sedang diberi takdir sakit oleh Allah swt maka takdir ini harus kita imani dan kita tidak boleh protes karena kita sedang diberi peringatan oleh Allah swt karena kesalahan kita agar supaya kita kembali ke jalan yang benar, jalan yang ditunjukkan oleh Al Qur’an.
Dengan kata lain jika kita sedang sakit, kita harus berpikir atau introspeksi diri tentang perilaku/akhlak/pengalaman yang kita alami, kemudian kita ingat kepada Allah, selanjutnya kita segera mohon ampun kepada-Nya,
Mari kita ingat firman Allah dalam surat Al Israa’ 82 : “Wa nunazzilu minal-Qur’aani ma huwa syifaa’uw wa rahmatul lil-mu’miniin .....” (Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman .....)
Selain itu kita ingat juga firman Allah dalam surat Yunus 57 : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”
Berdasarkan 2 firman Allah tersebut maka dapat kita yakini bahwa Al Qur’an adalah obat segala penyakit dunia sehingga jika kita sedang sakit, kembalilah ke Al Qur’an, maka semua penyakit insyaallah akan sembuh. Kita harus banyak bersujud/syukur dan minta ampun kepada Allah swt karena jika kita sujud kepada-Nya maka kita akan diberi kenikmatan yang berupa kesembuhan sedang jika kita kufur maka kesusahanlah yang akan kita dapati.
Selanjutnya kita harus berakhlakul-karimah, berakhlak mulia sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw yaitu akhlakul-karimah yang tidak meninggalkan rukun iman dan rukun islam. Dengan iman kita akan selalu sujud dan dekat dengan Allah.
Mari kita ingat ketika Aisyah ra ditanya tentang akhlak Rasulullah saw, maka dia menjawab : “Akhlaknya adalah Al Qur’an” dan firman Allah dalam surat Al Ahzab 21 : “Laqad kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanatul liman kaana yarjullaaha wal-yaumal-aakhira wa zakarallaaha kasiiraa” (Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah). Dengan kata lain Muhammad adalah Al Qur’an berjalan.
Beberapa hal yang bisa kita garis bawahi adalah :
Berdasarkan beberapa firman Allah tersebut di atas maka sesungguhnya telah menjadi jelas bahwa sakit yang menimpa diri kita di dunia ini insyaallah disebabkan karena dosa/kesalahan kita agar kita kembali ke jalan yang benar (Al Qur’an).
Disamping itu sakit insyaallah bisa kita jadikan barometer awal untuk mengukur tingkatan/level iman dan takwa kita kepada Allah swt. Sehingga jika kita masih diberi sakit di dunia ini oleh Allah swt kita wajib mempertanyakan pada diri kita sendiri, sudah sampai dimana iman dan takwa kita kepada Allah swt, ini tandanya bahwa iman dan takwa kita insyaallah masih belum seperti yang dikehendaki oleh Allah swt.
Ketahuilah bahwa iman dan takwa seseorang, maaf, tidak cukup hanya diukur dari sholat, puasa, zakat, dan hajinya saja. Ini semua sudah merupakan kewajiban yang harus kita laksanakan, ini adalah standar minimal kita sebagai orang islam. Mudah-mudahan ini bisa menjadi bahan renungan/kajian kita bersama, untuk selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga dengan kita selalu minta ampun kepada-Nya dan kita selalu membalas semua kenikmatan yang diberikan oleh Allah swt kepada kita dengan balasan iman dan takwa, niscaya kita semua insyaallah akan dapat terhindar dari sakit apapun di dunia ini. Amin.
Subhana rabbika rabbil’izzati ‘amma yasifuuna wasalaamun ‘alal mursaliina walhamdu lillaahi rabbil ’aalamiina.
KELUARGA YANG SAKINAH
Saudaraku yang dicintai oleh Allah
Kita pasti akan merasa senang sekali jika didalam keluarga itu tidak ada amarah, tidak ada emosi, tidak ada kata-kata kotor atau makian dari mulai orang tua kita kepada kita, kita kepada orang tua kita, dengan isteri kita, juga dengan anak-anak kita. Sungguh indah keluarga kita. Inilah yang sering kita idam-idamkan. Keluarga yang sakinah, keluarga yang saling pengertian.
Saudaraku bagaimana kita, keluarga kita, menjadi keluarga sakinah, keluarga yang saling pengertian.
Cobalah kita ajak isteri, suami, anak kita, atau orang tua kita, sholat berjamaah, melakukan kegiatan ibadah di rumah kita kemudian saling pengertian dalam mensikapi permasalahan
Kalau ada masalah dengan isteri, kalau ada masalah dengan suami, ada masalah dengan anak-anak kita yang sudah mulai dewasa. Marilah kita dudukkan permasalahan itu kita cari penyelesaiannya di dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
Jika kita senantiasa rukun, jika kita senantiasa berjamaah, insyaallah keluarga kita akan menjadi keluarga yang saling pengertian, keluarga yang sakinah.Saudaraku begitu indahnya keluarga kita, kita setiap hari berdoa kepada Allah agar keluarga kita menjadi keluarga sakinah.
Keluarga sakinah tidak bisa kita dapatkan hanya dengan berdoa saja, tapi keluarga sakinah itu bisa kita dapatkan benar-benar dengan aplikasi kita dengan kehidupan sehari-hari kita dengan keluarga kita.
Janganlah kita menomorsatukan nafsu kita, janganlah kita marah, jengkel kalau ada masalah dengan isteri atau suami kita. Tidak saling mendahulukan amarah, tidak mendahulukan kata-kata yang kotor, kita tidak mendahulukan keinginan kita yang sebenarnya itulah nafsu kita, itulah kesenangan kita.
Mari kita lakukan yang terbaik di hadapan Allah Ta’ala. Mari kita duduk bersama, bercerita, kita selesaikan masalah kita, keluarga kita, di hadapan Allah. Niscaya Allah akan mengetahuinya, jika kita memang senantiasa bermusyawarah dalam keluarga kita.
Malaikat Roqib akan senantiasa menilai kita dan keluarga kita, dan akan disampaikan kepada Allah taala, dan Allah akan memberikan sakinah kepada keluarga kita. Allah akan memberikan nantinya pengertian kepada keluarga kita sehingga keluarga kita benar-benar menjadi keluarga yang harmonis, keluarga yang penuh ridho dari Allah Ta’ala, amin.
Saudaraku, marilah kita lakukan yang terbaik di keluarga kita, agar kita, agar keluarga kita menjadi keluarga sakinah yang saling pengertian. Keluarga kita menjadi mawadah, saling menyayangi, yang akhirnya wa rohmah.
Saudaraku, marilah kita mulai dari keluarga kita dahulu dalam berbuat kebaikan.
AWAL PENYAKIT MENURUT ALQUR'AN
Sehat itu mahal harganya, apabila tubuh kita ini sehat maka kehidupan kita disadari atau tidak insyaallah senantiasa merasa tenang, senang, lapang dan beraktifitas dengan maksimal. Akan tetapi sebaliknya bila tubuh kita tidak sehat dapat dipastikan kegiatan akan terhambat, tidak bersemangat, mudah sekali emosi atau tersinggung sehingga hari-hari akan kita lalui dengan suram.
Seperti yang kita tahu khususnya orang kita sebagai muslim sering mendengar bahwa “Al-Qur’an adalah penyembuh segala penyakit” dan “Tidak akan berubah nasib suatu kaum apabila kaum itu tidak mau merubahnya”.
Berbagai cara digali, dikelola dan diklaim berasal dari Al-Qur’an untuk mengupayakan kesembuhan penyakit. Mulai dari membaca satu atau beberapa ayat hingga sekian puluh, ratus bahkan ribuan kali; menuliskan ayat diatas selembar kertas lalu dibakar, abunya dimasukkan kedalam air dan diminum; hingga doa-doa khusus yang dibaca agar penyakit bisa berpindah ketubuh hewan.
Belum lagi yang berikhtiar harus ke -maaf- dukun, melakukan ritual-ritual khusus mohon kesembuhan, pergi kedokter mulai dari dokter umum hingga yang sudah bergelar professor, meminum obat2an hingga operasi sampai keluar negeri dengan biaya yang selangit.Pertanyaannya adalah apakah semua itu benar? Apakah semua itu pasti berhasil?
Wallahualam pada kenyataannya banyak yang berakhir di ritual-ritual sesat atau berakhir di meja operasi, naudzubillahimindzalik………
Semua adalah ikhtiar, semua adalah usaha agar kita menjadi sembuh dan sehat asal tidak bertentangan dengan ajaran agama insyaallah hal itu sah-sah saja. Tapi sebenarnya tahukah kita bahwa segala penyakit itu datangnya dari diri kita? Bukan berasal virus, kuman bakteri, nyamuk, mutasi sel dan sebagainya. Memang ketika kita sakit ketika diteliti ada yang namanya virus, kuman, bakteri yang merajalela didalam tubuh kita tapi itu bukanlah sebab itu hanya akibat !!
Ya…. semua yang diklaim sebagai sebab sakit sebetulnya adalah akibat dari perbuatan kita sendiri, tingkahlaku kita sehari-hari yang kurang terpuji dihadapan Allah SWT. Dimana perilaku yang kurang terpuji tersebut (baca: akhlak yang kurang baik) menjadikan malaikat Atid terus mencatat dan mencatat serta melaporkannya di hadapan Allah SWT, dimana sudah berjalan bertahun-tahun bahkan mungkin juga sudah berbelas bahkan berpuluh tahun sehingga akhirnya Allah menurunkan suatu musibah berupa penyakit sebagai pengingat kita umatNya agar segera kembali kejalanNya.Hal ini mungkin luput dari perhatian kita semua tapi hal itu sudah terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah berabad-abad lalu tercipta dan sudah dijamin keabsahannya dan kebenarannya serta tak terbantahkan hingga akhir jaman bahkan Allah SWT sendiri yang menjamin.
Coba kita renungkan ayat-ayat berikut, mari kita baca satu-persatu dengan pelan, teliti dan arif.
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu. Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. QS: As-Syuura 42 :30-31
Nah…….sudah jelas disini bahwa apapun musibah itu yang menimpa kita adalah awalnya karena perbuatan kita sendiri, karena kesalahan-kesalahan kita sendiri, karena dosa-dosa kita sendiri, astaghfirullah……….
Apakah memang benar seperti itu hanya karena dosa dan kesalahan kita saja dan bukan seperti apa yang sudah kita yakini selama ini bahwa penyakit datangnya dari virus, kuman bakteri, pemanasan global, lapizan ozon dan sederet alasan ilmiah lain????Jawabannya adalah benar!!!
Mengapa terlihat sederhana sekali?? Mengapa hanya karena dosa dan kesalahan kita lalu tiba-tiba kita bisa menderita suatu penyakit bahkan hingga yang parah sekalipun??
Sebenarnya tidak sesederhana itu, pada ayat diatas Allah sudah menerangkan bahwa dosa dan kesalahan kita banyak sekali diampuni olehNya, karena kita sendiripun tidak akan sadar bahkan mungkin tidak bisa menghitung dosa kita setiap harinya. Dosa dan kesalahan itu kita kerjakan terus menerus dari hari kehari, bulan ke bulan bahkan hingga berpuluh tahun barulah Allah akan menurunkan suatu musibah dalam hal ini penyakit semata-mata hanya sebagai hukuman, sebagai peringatan, sebagai sentilan, sebagai jeweran bagi kita agar segera sadar bahwa kita memang banyak salah dan dosa agar kita segera mau kembali ke jalan Allah (…..dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah).
Sudah jelas disini disebutkan kata-kata “pelindung dan penolong’ berarti kalau kita mau selamat dari musibah, kalau kita mau sembuh dari penyakit maka kita harus kembali kepada pelindung dan penolong kita yaitu Allah SWT.
Hal ini juga akan diperjelas lagi oleh Allah SWT melalui firmanNya yang lain yang berbunyi:
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS: An-Nissa 4 :111
Semoga ini bisa menjadi bahan renungan buat kita semua dan kami khususnya dan bisa bermanfaat bagi diri kita pribadi dan orang lain (bila kita mau menyampaikannya), juga bagi keluarga kita.
Semoga dengan sekelumit bahasan ini bisa membantu kita semua agar bersegera kembali, bersegera meminta ampunan dan perlindungan Allah SWT. Dan jika ada kebenaran yang tertuang di artikel ini semata-mata itu hanyalah karena Rahmat Allah SWT dan jika ada kesalahan yang tertuang semata-mata dikarenakan kekhilafan kami sebagai manusia yang penuh salah dan dosa.
Pada artikel sebelumnya (Awal Datangnya Penyakit menurut AlQuran - 1) telah diterangkan bahwa segala musibah termasuk didalamnya penyakit adalah awalnya berasal dari perbuatan tangan kita sendiri, tingkahlaku kita sehari-hari yang kurang baik atau dengan kata lain akhlak yang kurang terpuji.
Sehingga menyebabkan Allah SWT menurunkan suatu musibah berupa penyakit salah satunya agar semata-mata kita kembali ke jalan yang benar.
Hal ini diperkuat lagi oleh firman Allah SWT sebagai berikut:
Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang kecil (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (kejalan yang benar). QS: As-Sajdah 32 : 21
Disebutkan “azab yang kecil didunia” berarti sesuatu yang berhubungan dengan azab pastilah amat tidak mengenakkan. Apa saja yang tidak mengenakkan buat kita didunia ini? Pastinya adalah musibah, tabrakan, kecurian, kerampokan, kena tipu, diejek dan dihina dan banyak lagi termasuk didalamnya adalah terkena suatu penyakit.
Ayat yang tersebut diatas lebih memperjelas lagi keinginan Allah SWT menurunkan suatu musibah semata-mata karena Allah SWT sayang kepada kita.
Kita diingatkan dengan sakit agar kita segera sadar dan segera kembali kejalan yang benar, jalan Allah SWT yang sesuai dengan Al-Qur’an dan itu semua dimata Allah SWT hanya azab yang kecil saja.Apakah kita pernah berpikir lebih jauh apa yang dimaksudkan Allah SWT dengan “sebelum azab yang lebih besar (di akhirat)”?
Ini bisa berarti bahwa azab/siksa yang mendera kita di akherat kelak berhubungan dengan sakit yang kita derita didunia. Bahwa sakit pusing yang mendera kepala kita sekarang adalah perwujudan siksa Allah besok diakherat dimana kepala kita akan dipukul dan atau ditusuk dengan besi panas. Bahwa sakit perut kita sekarang adalah kelak diakherat kita akan diberi minum timah panas yang mendidih………naudzubillahimindzalik……!!Siksa Allah amatlah pedih……..
Kita tidak akan pernah bisa membayangkan seberapa pedih dan sakitnya siksa itu kelak mendera kita. Kalau sekarang saja dengan kondisi fisik kita yang lemah karena suatu penyakit kita sudah merasakan sakit yang teramat sangat bagaimana kelak diakherat….???? Astaghfirullah…. naudzubillahimindzalik.
Marilah kita bersama-sama segera kembali kejalanNya, mari bersama-sama kita saling berlomba dalam kebaikan dan saling mengingatkan bila ada saudara kita yang lupa.
Semoga ini bisa menjadi bahan renungan buat kita semua dan kami khususnya dan bisa bermanfaat Dan jika ada kebenaran yang tertuang di artikel ini semata-mata itu hanyalah karena Rahmat Allah SWT dan jika ada kesalahan yang tertuang semata-mata dikarenakan kekhilafan kami sebagai manusia yang penuh salah dan dosa
MENJADI ORANG TUA YG AMANAH
Saudaraku yang dicintai oleh Allah, kita orang tua, kadang-kadang kita arogan kepada anak-anak kita. Anak-anak kita diharuskan oleh kita itu mematuhi setiap perkataan kita. Padahal kalau kita boleh jujur belum tentu semua perkataan, semua keinginan kita itu sama seperti apa yang ada dalam Al Qur’an dan Ash Sunnah. Kita lupa bahwa di dalam keluarga inilah kita harus bentuk keluarga yang sakinah, keluarga yang saling pengertian antara kita orang tua dan anak-anak kita.
Bagaimana cara kita menjadi orang tua yang amanah, amanah dari Allah Ta’ala dimana kita diberi anak, kita diberi tanggung jawab. Melakukan apa-apa yang sudah diwajibkan oleh Allah kepada kita sebagai orang tua.
Kalau kita mempunyai anak, kita diminta dan wajib untuk memberi makan anak kita. Kalau anak kita sudah diberi makan, kita harus wajib memberikan anak kita pakaian yang santun. Kalau sudah masanya diberi pendidikan, kita wajib memberikan pendidikan kepada anak kita. Pendidikan formal dan atau pendidikan agama seperti apa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala, agar anak kita menjadi anak yang sholeh atau sholehah. Kita wajib memberikan pendidikan kepada anak-anak kita hingga anak kita beranjak akhil balikh dan akhirnya anak kita menikah karena Allah Ta’ala.
Saudaraku yang dicintai oleh Allah, seberapa banyak kita mengucap kalau kita tidak sepaham dengan anak kita. “Wahai anakku engkau sudah aku sekolahkan, engkau sudah pandai, engkau sudah aku beri pendidikan yang layak. Tapi kamu tidak menginginkan apa yang orang tuamu inginkan.”
“Engkau sudah aku beri makan, engkau sudah aku beri pakaian. Tapi engkau belum memberikan kepada orang tuamu sesuatu yang berguna”. Naudzubillaahi min dzalik.
Saudaraku, kalau kita berucap seperti itu kepada anak-anak kita, itu adalah dosa di hadapan Allah Ta’ala.
Sama seperti kita disuruh sholat oleh Allah Ta’ala dan wajib kita lakukan. Kalau seumpamanya doa kita belum dikabulkan oleh Allah Ta’ala, apakah kita patut berkata “Ya Allah aku telah sholat, ya Allah aku telah shodaqoh, ya Allah aku telah berpuasa tapi mengapa doaku belum Engkau kabulkan?”. Naudzubillaahi min dzalik.
Jangan kita lakukan saudaraku, itu dosa.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus kita lakukan. Kewajiban itu yang akhirnya nanti membuat kita akan mendapatkan amal di akhirat. Itulah ciri kita, ciri kita sebagai seorang muslim yang harus kita lakukan kepada Allah Ta’ala.
Bagaimana kita menjadi orang tua yang amanah, bagaimana nanti kita menjadi orang tua yang disayang oleh Allah Ta’ala, bagaimana kalau kita nantinya didalam keluarga kita penuh dengan kata-kata yang kotor, penuh dengan makian. Allah Ta’ala tidak menyukai orang-orang yang berbuat jahil. Allah tidak menyukai umatnya yang berkata-kata yang tidak baik dan akhirnya doa kita tidak dikabulkan.
Saudaraku, kita harus menyadari, menjadi orang tua tanggung jawabnya adalah sungguh-sungguh berat. Tetapi dibalik beratnya kita sebagai orang tua, Allah akan memberikan amal kita cukup besar jika kita senantiasa berjalan di jalan Allah Ta’ala.
Saudaraku, marilah kita menjadi orang tua yang amanah, yang melakukan apa-apa yang diwajibkan kita sebagai orang tua dan menyayangi keluarga kita. Jangan umbar nafsu kita, untuk memaksa isteri, suami, atau anak-anak kita, atau keluarga kita yang lain dengan setan, dengan nafsu yang ada dalam diri kita. Marilah kita menjadi orang tua yang amanah.
Demikian saudaraku semoga bermanfaat, amin.
AKHLAK MULIA(SEBUAH SOLUSI PENYEMBUHAN PENYAKIT SECARA ISLAMI)
Tak bisa dipungkiri bahwa sejak jaman dulu kesehatan adalah suatu hal yang paling utama dan paling dicari oleh manusia. Karena dengan tubuh yang sehat maka aktivitas sehari-hari akan terasa nyaman. Hidup juga akan terasa lebih tenang. Lain halnya bila tubuh kita terserang penyakit maka aktivitas sehari-hari akan terganggu dan luapan emosional akan lebih mudah muncul sehingga kita akan lebih mudah marah, mudah jengkel dan membuat hidup semakin tidak nyaman.
Menurut penelitian terkini dari negara-negara maju ditemukan bahwa penyakit-penyakit fisik yang ada sekarang ini 53% penyebabnya adalah berasal dari factor psikis atau kejiwaan yang berawal dari pola berpikir dan bertindak kita sehari-hari. Bisa berawal dari tekanan atau banyaknya pekerjaan dikantor, problematika rumah tangga, lingkungan dan lain sebagainya yang akhirnya tanpa disadari akan memacu kerja otak dan emosional seseorang secara berlebihan dan akhirnya muncul berbagai penyakit yang menderanya. Kemudian diikuti oleh faktor-faktor lain yaitu 18% dari faktor keturunan, 19% faktor lingkungan, 10% pelayanan kesehatan.
Menurut Islam semua musibah atau bencana yang mendera manusia adalah disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri, baik itu berupa penyakit, kecelakaan, kehilangan, bencana alam, bahkan hingga kematian. Hal ini sudah sesuai dengan firman Allah QS. An-Nissa, 4 : 79 yang berbunyi:
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri…………….”
Jelaslah sekarang bagi kita bahwa menurut Islam bukan hanya 56% tapi hampir 100% penyakit itu awalnya dari perbuatan kita sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai hubungan suami dengan isteri dan anak, isteri dengan suami dan anak, anak dengan orangtua. Dimana sering terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan emosi masing-masing pihak muncul kepermukaan.
Misal suami pulang terlambat kerumah karena sedang banyak perkerjaan, isteri bukannya bertanya dengan baik kenapa suaminya pulang terlambat malah berpikir dan menuduh suaminya macam-macam.
Demikian juga bila suami merasa kurang dilayani dengan baik oleh isteri bukannya memberitahu dan membimbing dengan baik malah langsung marah-marah dan berkata kasar.
Anak juga demikian bila mempunyai keinginan minta dibelikan sesuatu akan memaksa tanpa melihat kondisi orang tua sehingga orangtua akan kelabakan mencarikan dana untuk menuruti keinginan anak.
Itu hanya masalah rumah tangga saja, belum lagi nanti masalah dilingkungan tempat tinggal kita, lingkungan pekerjaan, dimana akan banyak masalah yang menyebabkan emosi kita mudah terpancing dan muncul kepermukaan. Dan hal itu sudah jamak kita dengar dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang dipandang wajar, padahal mengumbar emosi sebenarnya adalah suatu hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala. Tapi tanpa kita sadari hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala itulah yang sering menghiasi keseharian kita.
Disatu sisi kita berusaha agar rajin sholat, rajin mengaji, menjalankan puasa wajib maupun sunnah, berqurban, berzakat atau mungkin berhaji dengan hanya berharap pahala dari Sang Khaliq tapi tanpa kita sadari pula disisi lain dengan kita mengumbar hawa nafsu (baca: emosi) hanya akan menyebabkan kita akan semakin jauh dari jalan Allah Ta’ala.
Sebenarnya itulah yang menyebabkan Allah SWT memberikan peringatan kepada kita (misal penyakit) agar kita mau kembali ke jalan yang benar, jalan yang dirahmati dan diridhoi Alah SWT. Dan ini sesuai dengan firman Allah QS. Yunus, 10 : 57 yang berbunyi:
”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”
Beriman disini maksudnya agar kita mau mengimani ayat-ayat Allah SWT yaitu Al-Qur’an. Mengimani berarti percaya, percaya berarti mau mengerti dan memahami lalu melaksanakan apa-apa yang tertulis di Al-Qur’an, sehingga dengan demikian insyaallah Allah SWT akan berkenan melimpahkan rahmatNya, memberi kesembuhan atas penyakit yang diderita dan menjauhkan kita dari segala marabahaya, amin.
Selama ini jika kita sakit banyak hal yang kita usahakan agar bisa sembuh seperti pergi ke dokter, minum obat, minum jamu, pijat, pergi ke tabib atau bahkan kerokan. Itu semua adalah hal yang wajar, itu adalah bentuk ikhtiar kita dalam rangka mencari kesembuhan. Bahkan pengobatan yang telah lama ada di dunia seperti meminum madu pun adalah termasuk ikhtiar dan madu adalah merupakan salah satu obat yang memang disebut Allah Ta’ala bisa menyembuhkan penyakit seperti yang tersebut dalam QS. An-Nahl , 16 : 69 yang berbunyi:
“…………..Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan”
Semua yang kita lakukan seperti yang tersebut diatas adalah bentuk ikhtiar kita dalam mencari kesembuhan tapi ada satu bentuk ikhtar yang sering kita lupakan. Kita sering lupa berikhtiar untuk segera kembali pada jalanNya, bersegera memohon ampunan atas dosa-dosa kita dan memohon agar diberi kesembuhan.
Sebenarnya penekanan Allah SWT adalah kepada perbaikan akhlak kita sebagai umat manusia, hamba Allah yang diharapkan ketakwaannya setiap hari, setiap waktu terus bertambah dan bertambah sehingga bisa dimasukkan ke dalam golongan hamba hamba Allah yang muttaqien, amien.
Akhlak disini adalah perilaku kita sehari-hari, perilaku seorang muslim yang seharusnya mencerminkan semangat rahmatan lil ‘alamin. Selalu membawa kedamaian, kebahagiaan dan ketentraman dimana saja dan buat siapa saja. Perilaku yang tidak menyimpang dan sesuai dengan ayat-ayat Allah Ta’ala.
Contoh perilaku yang menyimpang dari ajaran yang sering kita lakukan tanpa kita sadari adalah keseharian kita dalam bertindak yang mungkin mudah marah atau jengkel bila ada suatu masalah, mudah putus asa, ghibah, merasa pendapat kita yang paling benar, tidak mau mendengarkan nasehat orang lain dan lain sebagainya.
Dimana bila perilaku itu kita lakukan terus menerus dalam kehidupan kita sehari-hari, walaupun awalnya merupakan dosa kecil tapi bila kita lakukan setiap hari dan sudah bertahun-tahun lamanya maka akan menjadi dosa besar, dimana dari perilaku kita yang kurang terpuji (baca : aklak yang kurang baik) akan menjadikan Allah SWT menurunkan peringatan kepada kita berupa penyakit.
Contoh kasus penyakit dengan perilaku:- Pusing sebelah kiri : cenderung sering suudzon
- Batuk : sering berbicara dengan nada yang tinggi dan mengebu
- Sesak nafas/Asma : sering menahan marah.
- Telinga berdenging/vertigo/tuli : tidak mau mendengar nasehat orang lain
- Kanker hati : cenderung mempunya sifat yang sangat kaku
Semoga ini bisa menjadi bahan perenungan bagi kita semua dan menjadikan suatu semangat bagi kita semua untuk berbenah diri kearah yang lebih baik, lebih sujud kepada Allah SWT, amien.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar