Laman

Jumat, 10 Desember 2010

renungan



MATAHARI SUJUD

Sesungguhnya hak makhluk yang paling utama adalah hak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada hak makhluk yang lebih tinggi darinya. Alloh berfirman (yang artinya):

Sesungguhnya Kami mengutus kamu (Muhammad) sebagai saksi, pembawa berita gembira, dan pemberi peringatan. Supaya kamu sekalian beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya, memuliakannya dan menghormatinya (Rasul). Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.([1])

(QS.Al-Fath:8-9)

Maksud ?memuliakan dan menghormati Nabi? yakni dengan pengagungan yang selayaknya, tidak kurang dan tidak pula berlebihan, baik di masa hidupnya maupun setelah wafatnya. Di masa hidupnya yaitu dengan mengagungkan pribadi dan Sunnah beliau. Adapun setelah wafatnya yaitu dengan mengagungkan Sunnah dan syari`atnya.

Di antara hak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atas umatnya adalah umat ini harus membenarkan setiap apa yang beliau khabarkan, baik hal-hal yang berkaitan dengan masa lampau maupun masa yang akan datang, menjalankan semua perintahnya, menjauhi semua larangannya serta menyakini bahwa petunjuknya adalah petunjuk yang paling baik dan paling sempurna.

Di antara hak beliau juga adalah membela Sunnah/haditsnya dengan mencurahkan segala kemampuan sesuai keadaan. Apabila musuh menyerang Sunnah dengan argumen dan syubhat, maka kita lawan dengan menyebarkan ilmu, menepis syubhat serta membongkar kebobrokannya. Dan apabila musuh menyerang dengan senjata, maka kita hadapi dengan senjata pula. Sungguh tidak mungkin bagi seorang mukmin yang memiliki kemampuan, tatkala dia mendengar hujatan terhadap syari`at Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam atau pribadi beliau, dia diam begitu saja tanpa ada pembelaan[2].

Berikut ini adalah salah satu contoh upaya pembelaan terhadap Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hujatan. Lantas, apakah kita akan merealisasikan kewajiban kita? Apakah kita akan memenuhi hak Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam? Bertanyalah pada diri kita masing-masing wahai saudaraku pembaca!

TEKS HADITS

???? ?????? ????? ????? ??????????? ????? ??????? : ???????????? ?????? ???????? ?????? ??????????? ????????: ????? ?? ?????????? ????????. ?????: ????? ?????? ???????? ?????? ?????????? ????? ?????????????? ?????? ?????????, ????????? ?????????, ????? ??????? ????????? ?????? ??????? ?????: ????????????, ?????????? ???? ?????? ?????? ??????????, ?????????? ????????? ???? ???????????, ????? ???????? ??? ??????????????? ????????? ??????? ??????? ?????? ?????????? ????? ?????????????? ?????? ?????? ????????? ????????? ?????: ????????????, ?????????? ????????? ???? ??????????, ?????????? ????????? ???? ????????????. ??????? ???????? ?????: ???????????? ????? ???????? ????? ?????? (??? ???????? ??????? ???????????? ???? ?????? ????????? ???? ?????? ???? ???????? ???? ???????????? ???????) (???????: 158)

Dari Abu Dzar� bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, ?Tahukah kalian ke manakah matahari ini pergi?? Mereka berkata, ?Alloh dan Rasul-Nya lebih mengetahui?? Beliau bersabda, ?Sesungguhnya matahari ini berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ?Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang?, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian dia berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ?Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang?, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian berjalan sedangkan manusia tidak menganggapnya aneh sedikitpun darinya sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dikatakan padanya: ?Bangunlah, terbitlah dari arah barat?, maka dia pun terbit dari barat.? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), ?Tahukah kalian kapan hal itu terjadi? Hal itu terjadi ketika tidak bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.?

Takhrij Hadits

  • Diriwayatkan oleh Bukhari 4802,3199,7424,7433, Muslim 159 -dan ini lafazhnya, Ath-Thayyalisi dalam Musnadnya 460, Ahmad dalam Musnadnya 5/145,152,165,177, Abu Dawud 4002, Tirmidzi 3227, Nasa?i dalam Sunan Kubra 11430, Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah 4292, 4293, dan lain sebagainya. Seluruhnya dari jalur Ibrahim bin Yazid at-Taimi dari ayahnya dari Abu Dzar z/.
  • Abu Isa At-Tirmidzi berkata, ?Hadits ini hasan shahih.? Al-Baghawi berkata, ?Hadits shahih menurut syarat Muslim.? [3]

Syubhat dan Jawabannya([4])

  • Kendatipun hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim, namun bukan berarti dia harus selamat dari kritikan, baik dari segi sanad maupun matannya. Buktinya, ada sebagian kalangan yang mencoba untuk mempermasalahkannya. Namun sayangnya, argumen yang mereka kemukakan dinyatakan ?lemah? dalam timbangan ilmu hadits, sebagaimana akan jelas bagi saudara pembaca sesaat lagi.
?????? ????? ????? ???????? ?????????? ????????? ???????? ???? ???????

Bila debu telah terang maka engkau akan segera tahu

Apakah kuda ataukah keledai yang berada di bawahmu[5].

1. Sanad Hadits

  • Syaikh Rasyid Ridha berkomentar tentang sanadnya, ?Hadits ini diriwayatkan oleh syaikhain (Bukhari-Muslim) dari beberapa jalur dari Ibrahim bin Yazid bin Syarik at-Taimi dari Abu Dzar z/, sedangkan dia adalah mudallis. Sekalipun mayoritas ulama menganggapnya tsiqah (terpercaya). Imam Ahmad berkata, ?Dia tidak bertemu Abu Dzar.? Ad-Daruquthni berkata, ?Dia tidak mendengar dari Hafshah, tidak pula Aisyah c/, bahkan tidak pula mendapati masa keduanya.? Ibnu Madini berkata, ?Dia tidak mendengar dari Ali, dan tidak pula Ibnu Abbas c/.? Demikian disebutkan dalam Tahdzibut Tahdzib.
  • Selain itu hadits ini juga diriwayatkan dari mereka secara `an`anah[6], maka hal ini mengandung kemungkinan bahwa orang yang menceritakannya dari mereka bukan orang yang tsiqah.
  • Apabila dalam sebagian riwayat shahihain (shahih Bukhari-Muslim) dan kitab-kitab sunan saja terdapat kecacatan semacam ini, yakni kemungkinan masuknya israiliyyat ([7]) dan kesalahan penukilan, lantas bagaimana kiranya hadits-hadits yang tidak diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan para penulis kitab-kitab sunan?!? [8]

Jawaban:

  • Demikianlah perkataaan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, semoga Alloh mengampuninya! Padahal kalau dicermati, perkataan di atas sangat berbahaya dan mengandung celaan terhadap hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau minimal tasykik (meragukan) keabsahannya, padahal hadits tersebut disepakati oleh Bukhari-Muslim yang telah diterima oleh umat dengan bulat.
  • Aduhai, seandainya beliau meneliti ulang lagi sanad hadits ini dan mengikuti jejak para ulama ahli hadits yang mengimani setiap hadits shahih, tidak memberatkan diri terhadap sesuatu yang di luar kapasitas akal mereka serta mengartikan maknanya sesuai zhahirnya, niscaya beliau akan selamat dari keruwetan yang beliau gambarkan.
  • Terus terang, sebenarnya penulis yang lemah ini merasa wibawa untuk mengomentari ucapan beliau. Bagaimana tidak, karena dia sekarang tidak berhadapan dengan para ahli bid`ah seperti biasanya, tetapi dengan seorang yang dikenal berjasa banyak dalam membela dan menghidupkan ilmu-ilmu Islam di masanya([9]). Sedangkan penulis hanyalah seorang penuntut ilmu kecil yang baru belajar kemarin sore. Namun bagaimanapun juga kebenaran tetaplah kebenaran yang harus kita junjung tinggi dan kesalahan tetaplah kesalahan yang harus kita luruskan dengan adab Islami. Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Qayyim: ?Syaikhul Islam (al-Harawi) sangat kami cintai, tetapi al-haq lebih kami cintai.?([10])
  • Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata, ?Adapun menjelaskan ketergelinciran seorang ulama sebelumnya, apabila dengan adab yang bagus maka tidak tercela….? Lanjutnya, ?Apabila tujuan si pengkritik adalah menjelaskan al-haq agar manusia tidak tertipu dengan ketergelinciran seorang alim tersebut, maka tidak ragu lagi bahwa dia berpahala dan perbuatannya termasuk nasehat untuk Alloh, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin, baik si pengkritik tersebut kecil maupun besar.? [11]
  • Sengaja, penulis memberi muqaddimah ini sebelum memasuki tanggapan agar tidak ada nantinya seorang yang salah paham sehingga menilai kritikan ini sebagai hujatan dan celaan terhadap Syaikh Rasyid Ridha. Jadi, tanggapan kami terhadap Syaikh Muhammad Rasyid Ridha tidak lain kecuali untuk menampakkan kebenaran dan meluruskan ketergelinciran. Wa-Allohu a`lam.

Adapun kritikan beliau tentang sanad hadits ini dengan alasan bahwa Ibrahim bin Yazid at-Taimi adalah seorang mudallis dan tidak bertemu dengan Abu Dzar, maka ini adalah ketergelinciran beliau, sebab hadits ini bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah (terpercaya). Adapun perinciannya sebagai berikut:

a. Sanad hadits ini bukan seperti yang beliau katakan, yaitu Ibrahim bin Yazid at-Taimi dari Abu Dzar, tetapi yang benar -sebagaimana dalam Bukhari-Muslim dll- adalah Ibrahim bin Yazid at-Taimi dari ayahnya dari Abu Dzar.

  • Ayah Ibrahim adalah Yazid bin Syarik at-Taimi, dia meriwayatkan dari Umar, Ali, Abu Dzar, Ibnu Mas`ud dan para sahabat lainnya. Dan meriwayatkan darinya anak beliau sendiri (Ibrahim bin Yazid), Ibrahim an-Nakha?i, dan selainnya. Beliau dinilai tsiqah oleh Ibnu Ma`in, Ibnu Hibban, Ibnu Sa`ad, dan Ibnu Hajar. Abu Musa al-Madini berkata, ?Dikatakan: Yazid mendapati masa jahiliyah.?[12]

b. Ibrahim bin Yazid telah menegaskan bahwa dia mendengar dari ayahnya, sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim:

… ?????????? ???????? ???? ????????????? ???? ???????? ???????????? ???????? ??????? ???????? ???? ???????? ???? ?????? ?????

Sedangkan telah mapan dalam disiplin ilmu hadits bahwa seorang rawi yang tsiqah -atau bahkan mudallis sekalipun -apabila telah menegaskan ?mendengar? maka riwayatnya diterima.

Walhasil, hadits ini adalah shahih tiada cacat di dalamnya. Oleh karena itu, para ulama ahli hadits menerimanya dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang mempermasalahkannya.

2. Matan

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha mengatakan bahwa matan hadits ini sangat mengandung keruwetan[13].

Syaikh Abu Rayyah juga berkata, ?Di antara hadits yang sangat sulit dimengerti karena menyelisihi kenyataan adalah seperti hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan Bukhari-Muslim dan selainnya tentang keberadaan matahari setelah terbenam.? [14]

Demikian beliau berdua menilai bahwa hadits ini mengandung keruwetan dan sulit dimengerti oleh akal orang. Lantas manakah sudut yang dipermasalahan?! Wa-Allohu a`lam, hal itu tidak mereka ungkapkan secara jelas, sekalipun menurut hemat penulis kejanggalan mereka terhadap hadits ini kembali kepada dua titik permasalahan -yang kalau boleh saya gambarkan dengan bahasa saya adalah- sebagai berikut:

1. Bagaimana mungkin matahari sujud?! Bagaimana sifat sujudnya?! Kalau memang sujud, mengapa tetap berjalan sesuai waktu tanpa pernah terlambat sedikit pun?!

2. Bagaimana dikatakan matahari sujud di bawah Arsy padahal kita lihat dengan mata kepala bahwa dia tetap di bawah langit?!

Jawaban:

Sebelum kita memasuki jawaban dua permasalahan di atas, perlu kita ingat kembali bahwa kewajiban kita terhadap hadits yang shahih adalah mengimani dan membenarkannya dengan tiada keraguan di dalamnya. Inilah kewajiban dan adab kita terhadap sunnah Nabi Muhammad([15]). Alangkah bagusnya cerita al-Hafizh Ibnul Qayyim, ?Pada suatu hari saya pernah berdialog dengan salah seorang pembesar mereka, saya bertanya kepadanya, ?Andaikan saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup di tengah-tengah kita, lalu beliau mengucapkan suatu ucapan kepada kita, apakah wajib bagi kita untuk mengikutinya tanpa harus melirik kepada pendapat, ucapan maupun madzhab orang lain? Ataukah kita tidak wajib membenarkannya sehingga kita timbang terlebih dahulu dengan pendapat dan akal manusia?!? Dia menjawab, ?Ya jelas harus membenarkannya tanpa melirik kepada selainnya.? Saya bertanya lagi, ?Lantas apa yang menghapus kewajiban ini dari kita dan dengan apa kewajiban tersebut dihapus?? Akhirnya dia meletakkan jari-jemarinya ke mulut kebingungan dan tidak berkata satu kata pun.? [16]

Adapun penjelasan dan jawaban secara terperinci, maka marilah kita baca bersama keterangan dan komentar ulama tentangnya sebagai berikut. Semoga Alloh memudahkan kita untuk memahaminya.

1. Sujudnya Matahari

  • Ibnul Arabi berkata, ?Ada suatu kaum yang mengingkari sujudnya matahari padahal hal itu adalah shahih dan mungkin saja.?[17]

Sungguh mengherankan!! Bagaimana mereka mengingkari sujudnya matahari? Tidakkah mereka membaca firman Alloh (yang artinya):


Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Alloh bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian besar daripada manusia

(QS.Al-Hajj:18)


Mungkin timbul pertanyaan: Kalau matahari sujud, lantas bagaimana sujudnya?

  • Imam Nawawi berkata, ?Adapun sujudnya matahari, maka hal itu dengan perbedaan yang diciptakan Alloh baginya.? [18]
  • Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, ?Setiap makhluk sujud karena keagungan Alloh baik suka maupun terpaksa. Dan sujudnya segala sesuatu itu berbeda-beda sesuai dengan pribadinya masing-masing.? [19]
  • Al-Kaththabi berkata, ?Dalam hadits ini terdapat informasi bahwa matahari sujud di bawah Arsy. Hal itu tidak mustahil bisa terjadi ketika dia melewati Arsy dalam peredarannya.?[20]
  • Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, ?Seluruh makhluk bersujud dan bertasbih kepada Alloh dengan tasbih dan sujud yang diketahui Alloh sekalipun kita tidak mengerti dan mengetahuinya.? [21]
  • Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ?Hadits ini menunjukkan bahwa makna (????????????? ?????) adalah tempat peredaran, karena dia sujud di bawah Arsy. Kita tidak mengetahui bagaimana sifat sujudnya, sebab matahari tidak sama seperti manusia sehingga sujudnya bisa disetarakan dengan sujudnya manusia, bahkan dia adalah makhluk yang lebih besar. Oleh karena itu, janganlah muncul pertanyaan kepada kita: Apakah matahari sujud sambil berjalan ataukah berhenti dahulu? Bagaimana matahari sujud dan meminta izin kepada Alloh sedangkan dia terus berjalan dalam orbitnya?!!? [22]
  • Syaikh Abdur Rahman al-Mu`allimi berkata, ?Bagaimanapun sifat sujudnya matahari, yang penting hal itu menunjukkan kepada kita akan kepasrahan dan ketundukannya yang sempurna terhadap perintah Rabbnya selama-lamanya. Barangkali saja tenggelamnya matahari ke arah bawah seperti dalam pandangan mata kita itu yang dimaksud dengan sujudnya matahari.? [23]

Walhasil, kita harus beriman bahwa matahari itu sujud kepada Alloh, sedangkan bagaimana sifat sujudnya maka hal itu di luar kapasitas akal kita. Masalah ini mirip sekali dengan apa yang telah Alloh firmankan dalam kitab-Nya (yang artinya):

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

(QS.Al-Isra?:44)

2. Sujud di bawah Arsy

Al-Kaththabi berkata tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ?Tempat peredarannya adalah di bawah Arsy?, ?Kita tidak memungkiri bila matahari memiliki tempat peredaran di bawah Arsy yang tidak kita jangkau dan saksikan. Kita hanya dikhabarkan tentang sesuatu yang ghaib, maka kita tidak mendustakannya dan membagaimanakannya, karena keilmuan kita terbatas dan tidak menjangkaunya.? [24]

Ibnul Jauzi berkata: ?Mungkin masalah dalam hadits ini dianggap rumit oleh orang yang tidak membidangi ilmu seraya berkomentar: ?Kita melihatnya terbenam ke bumi dan Al-Qur?an mengabarkan bahwa matahari terbenam dalam laut yang berlumpur hitam (al-Kahfi: 86). Jadi kalau dia berputar di bawah bumi dan naik, lantas kapan dia berada di bawah arsy?! Jawabnya: Sesungguhnya langit yang tujuh seperti poros penggilingan, demikian pula Arsy karena besarnya dia seerti penggilingan, dimana saja matahari sujud maka dia sujud di bawah arsy. Itulah tempat peredarannya?.[25]

Syaikh Dr. Abdullah Al-Ghunaiman berkata, ?Sujudnya matahari di bawah Arsy tidaklah berarti dia keluar dari orbitnya atau ketinggalan dalam peredarannya ke bumi, bahkan dia selalu muncul ke suatu bagian dari bumi, sedangkan waktunya bagi penduduk bumi berbeda-beda menurut peredarannya.

Dan sebagaimana dimaklumi bahwa pergantian malam dan siang sangat berkaitan erat dengan peredarannya. Oleh karenanya, mungkin timbul pertanyaan: Di manakah letak sujudnya di bawah Arsy? Kapan hal itu terjadi, padahal dia selalu berjalan? Jarak jauhnya dari bumi juga tidak pernah berubah suatu waktu pun, sebagaimana peredarannya juga tidak pernah berubah seperti yang kita saksikan sendiri.

Jawabannya adalah: Matahari sujud setiap malam di bawah Arsy sebagaimana dikhabarkan oleh Nabi n/ yang jujur. Dia juga selalu muncul pada bagian dari bumi, dan dia juga selalu berjalan dalam orbitnya di bawah Arsy siang dan malam. Bahkan setiap makhluk pun berada di bawah Arsy, tetapi dalam waktu dan tempat tertentu dia sujud yang tidak diketahui makhluk tetapi diketahui berdasarkan wahyu. Sujud tersebut adalah hakiki sesuai dengan zhahir nash. Adapun beredar, maka hal itu tidak pernah lepas darinya selama-lamanya. Wa-Allohu a`lam.?

Lanjut beliau, ?Perbedaan peredaran matahari itu hanyalah bagi yang berada di bumi, artinya dia terbit di tempat tertentu dan terbenam di tempat tertentu, padahal dalam peredarannya di orbitnya tidak ada perbedaan ini. Jadi sujudnya matahari tidaklah berbeda dengan perbedaan malam dan siang, karena perbedaan ini hanyalah bagi yang berada di bumi, adapun sujudnya di tempat dan waktu tertentu tidaklah berbeda.?[26]

FIQIH HADITS

Hadits ini menyimpan beberapa faedah yang cukup banyak, di antaranya:

1. Bagusnya cara pengajaran Nabi, yaitu dengan melontarkan sebuah pertanyaan kepada para sahabatnya. Cara seperti ini seringkali beliau praktekkan dalam banyak hadits. Tidak diragukan lagi bahwa sistem pengajaran seperti ini sangat bermanfaat sekali dalam pematangan ilmu dan ketetapannya dalam akal pikiran, sebab seorang yang ditanya akan merasa penasaran untuk mengetahui jawabannya, sehingga ketika jawaban datang kepadanya sedang dia dalam kondisi penasaran dan haus mencari jawaban, tak ragu lagi bahwa hal itu akan lebih terekam dalam hatinya.[27]

Faedah ini hendaklah diperhatikan oleh kita semua, khususnya para ustadz dan para da`i dalam mentransfer ilmu kepada orang lain. Janganlah dia menyampaikan secara hamparan begitu saja, karena hal ini akan lebih mudah hilang dari ingatan, tetapi hendaknya seorang guru untuk berusaha menggunakan cara-cara agar ilmu yang dia sampaikan bisa menetap dalam hati, baik dengan soal-jawab, muraja`ah, diskusi, dan lain sebagainya.

2. Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bahwa matahari mengelilingi bumi, bukan malah sebaliknya, bumi mengelilingi matahari[28]. Segi pendalilannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandarkan ?pergi? kepada matahari, bukan bumi, sedangkan kita yakin seyakin-yakinnya bahwa Alloh lebih mengetahui daripada makhluk-Nya. Dan kita tidak mungkin bergeser meninggalkan dalil yang jelas hanya karena teori-teori manusia yang tidak didasari dengan asas yang meyakinkan.

Perlu diketahui bahwa dalil-dalil tentang masalah ini (matahari mengelilingi bumi) sangat banyak([29]), maka akankah kita mengatakan bahwa bumi yang mengelilingi matahari, sebagaimana yang banyak beredar pada zaman ini?! Tidak, sebelum betul-betul kita menemukan dalil dan bukti jelas yang dapat kita jadikan hujjah di hadapan Alloh. Dan hal itu sampai detik ini belum kita dapati, maka kita harus kokoh menetapkan dalil sesuai zhahirnya dan tidak bergeser darinya.[30]

Sungguh amat mengherankan dan tidak diterima oleh akal sehat, bagaimana kita (umat Islam) mengenal tanda-tanda kekuasaan Alloh dari orang-orang yang tidak mengenal Alloh (baca: orang kafir)?! Apakah orang-orang kafir barat itu lebih tahu tentang cara mengenal kekuasaan Alloh daripada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Apakah Alloh dan Rasul-Nya tidak pernah menjelaskan masalah ini kepada kita? Sungguh benar ucapan penyair:

?????? ?????? ?????????? ???? ????????? ??????? ???? ????? ?????? ??????????

Barangsiapa yang penunjuk jalannya adalah burung gagak

Maka dia akan mengantarkannya ke bangkai-bangkai anjing

Perlu kami tegaskan di sini bahwa setiap dalil -baik dari ayat maupun hadits- yang digunakan landasan untuk menguatkan pendapat ?bumi mengelilingi matahari? adalah penafsiran dan pemahaman yang tidak benar, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Karim bin Shalih al-Humaid dalam risalahnya Hidayah al-Hairan fi Mas?alah ad-Dauran hal.18.

?????? ???? ??????? ??????? ????????? ????????? ???? ????????? ???????????

Betapa banyak pencela ucapan yang benar

Sisi cacatnya adalah pemahaman yang dangkal[31]

Di antara dalil yang sering dijadikan landasan adalah firman Alloh (yang artinya):

Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan.

(QS.An-Naml:88)

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, ?Sebagian orang berkata bahwa ayat ini menunjukkan, bumi mengelilingi matahari. Penafsiran ini keliru dan berkata atas Alloh tanpa dasar ilmu, karena konteks ayat di atas tidak menunjukkan hal itu, coba perhatikan secara sempurna:

Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Alloh. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri. Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Alloh yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu, sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tentram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.”

(QS.An-Naml:87-89)

Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa kejadian tersebut adalah ketika hari kiamat.?[32]

3. Terbitnya matahari dari barat adalah salah satu tanda besar dekatnya hari kiamat.

Hadits ini merupakan di antara salah satu hadits yang banyak sekali, bahkan berderajat mutawatir([33]) bahwa terbitnya matahari adalah salah satu tanda dekatnya kiamat. Maka hal ini wajib diimani oleh setiap muslim yang mengaku Alloh sebagai Rabbnya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabinya, dan Islam adalah agamanya. Anehnya, sebagian kalangan masih ada yang meragukan aqidah ini([34]). Wa-Allohul Musta`an.

4. Sunnah merupakan penjelas Al-Qur?an.

Hadits bisa dijadikan contoh yang bagus tentang kedudukan Sunnah/hadits sebagai penjelas Al-Qur?an, yaitu:

a. Surat Yasin:38

Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Sebagaimana penjelasan di muka. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/576)

b. Surat Al-An`am:158

Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabbmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan pada masanya.”

Maksud ?sebagian tanda-tanda Rabbmu? adalah terbitnya matahari dari arah barat, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits. Ini juga dikuatkan oleh para ulama ahli tafsir.

Imam ath-Thabari berkata, ?Pendapat yang paling benar tentangnya adalah apa yang ditunjukkan oleh banyak hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa hal itu adalah ketika matahari terbit dari arah barat.?[35].

Al-Allamah asy-Syaukani juga berkata, ?Apabila telah tetap penfasiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan jalan yang shahih ini, maka dia harus didahulukan.? [36]

5. Matahari merupakan tanda kekuasaan Alloh.

Alloh berfirman (yang artinya):

Dan sebagian tanda-tanda kekuasan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan”

(QS.Fushshilat:37)

Perhatikanlah bagaimana dia berjalan secara teratur tanpa maju ataupun mundur sedikit pun sejak awal penciptaannya hingga kelak jika Alloh hendak menghancurkan dunia. Demikian pula bentuknya yang begitu besar dan manfaatnya yang begitu banyak bagi kehidupan makhluk di bumi, baik bagi tubuh, pohon, sungai, lautan, dan lain sebagainya. Belum lagi sinarnya yang menyinari dunia sehingga manusia tidak membutuhkan listrik. Dan masih banyak lagi lainnya[37].

Oleh karena itu saya mengajak saudara-saudaraku untuk merenungi tanda-tanda kekuasaan Alloh yang ada di sekitar kita, baik langit, bumi, lautan, matahari, rembulan, malam, siang, dan sebagainya sehingga dapat menambah keimanan kita kepada Alloh.


“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Alloh di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertaqwa.

(QS.Yunus:6)

Akhirnya, kita berdo`a kepada Alloh agar memberikan taufiq dan meneguhkan kita semua. Aamiin.


([1]) Syaikh As-Sa`di berkata dalam Tafsirnya hal.736, ?Alloh menyebutkan dalam ayat ini hak-Nya dan hak Rasul-Nya secara bersamaan yaitu keharusan beriman kepada keduanya. Hak yang khusus bagi Nabi n/ yaitu menghormati dan mengagungkannya. Adapun hak yang khusus bagi Alloh yaitu bertasbih dan menyucikan-Nya dengan melaksanakan shalat dan ibadah lainnya.?

[2] Huquq Da`at Ilaiha Fithrah hal.5, Syaikh Ibnu Utsaimin.

[3] Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surat Yasin:38 dan Silsilah ash-Shahihah 2403, Al-Albani.

([4]) Sebagai amanat ilmiah, saya sampaikan bahwa gerbang pembuka bahasan ini adalah kitab Asyrath as-Saa`ah oleh Syaikh Yusuf bin Abdillah Al-Wabil. 393-397. Dahulu pernah dikatakan, ?Diantara keberkahan ilmu adalah menyandarkannya kepada ahlinya.? (Lihat Bustanul Arifin hal.29, Imam Nawawi)

[5] Ihya? Ulumuddin 4/8

([6]) `An`anah adalah periwayatan hadits dengan lafazh `an (????) artinya ?dari?.

([7]) Lihat keterangan batilnya kemungkinan ini dalam Zhulumat Abu Rayyah hal.286-287 oleh Syaikh Muhammad Abdur Razzaq Hamzah.

[8] Tafsir al-Manar 8/211-212, cet.kedua, Darul Ma`rifah, Beirut

([9]) Sekalipun harus diakui bahwa beliau memiliki beberapa ketergelinciran dalam aqidah. (Lihat Manhaj Madrasah al-Aqliyyah al-Hadtsisah fi Tafsir hal.187-192 oleh Fahd ar-Rumi, dan Manhaj Rasyid Ridha fil Aqidah oleh Tamir Muhammad Mahmud)

([10]) Madarij Salikin 2/38. Di akhir-akhir menulis makalah ini, saya menemukan ucapan Syaikh Abdur Rahman Hamzah yang persis dengan perkataan di atas. Dalam Zhulumat Abu Rayyah hal.237 beliau berkata, ?Aku termasuk murid Sayyid Rasyid Ridha dan mengambil manfaat banyak darinya. Aku bersyukur kepada Alloh kemudian berterima kasih pada guruku, namun hal itu tidaklah mencegahku untuk menyelisihinya dalam masalah yang al-haq nampak bagiku, sebagaimana pernah dikatakan seorang bijak bahwa dia mencintai gurunya tetapi kebenaran lebih ia cintai darinya.?

[11] Al-Farqu baina an-Nashihah wa Ta?yir hal. 11

[12] Lihat Tahdzibut Tahdzib Ibnu Hajar 11/337

[13] Tafsir al-Manar 8/211

[14] Adhwa? `ala as-Sunnah an-Nabawiyyah hal.338

([15]) Banyak di antara manusia beranggapan bahwa ?adab? hanyalah terbatas pada hubungan antara sesama manusia. Sungguh ini adalah penyempitan makna, karena adab mempunyai ruang lingkup yang luas, meliputi adab terhadap Alloh, Rasul-Nya, dan sesama manusia. (Lihat Madarijus Salikin 2/391, Ibnul Qayyim dan Makarimul Akhlaq hal. 13, Ibnu Utsaimin.

[16] Madarij Salikin 2/404

[17] Fathul Bari 6/299

[18] Syarh Shahih Muslim 2/197

[19] Tafsir Al-Qur?an al-Azhim 5/398

[20] Syarh Sunnah 15/95-96, al-Baghawi

[21] Majmu` Fatawa wa Maqalat 8/295

[22] Tafsir Surat Yasin hal.137

[23] Al-Anwar al-Kasyifah hal.294

[24] Syarh Sunnah 15/95-96, al-Baghawi

[25] Kasyful Musykil an Hadits Shahihain 1/359.

[26] Syarh Kitab Tauhid min Shahih Bukhari 1/212, Bayan Talbis Jahmiyyah Ibnu Taimiyyah 2/228

[27] Syarh Kitab Tauhid 1/408, Syaikh Dr. Abdullah al-Ghunaiman

[28] Fathul Bari 6/299, Ibnu Hajar

([29]) Dalam kitab ash-Shawa?iq asy-Syadidah ?ala Atba? Haiah Jadidah oleh Syaikh Humud at-Tuwaijiri dan Al-Maurid Zilal fi Tanbih `ala Akhtha? Zhilal 1/251-276 Syaikh Muhammad ad-Duwais disebutkan 25 dalil ayat Al-Qur?an, 16 hadits dan ijma` ulama. (Lihat juga masalah ini dalam Majmu` Fatawa Ibnu Utsaimin 1/72-75, Hidayah al-Hairan fi Mas?alah ad-Dauran oleh Syaikh Abdul Karim al-Humaid, Matahari Mengelilingi Bumi Bantahan Terhadap Barat Kafir oleh Surkan H.J. Saniman, Matahari Mengelilingi Bumi oleh akhuna wa ustadzuna Ahmad Sabiq Abu Yusuf).

[30] Lihat Syarh Arba`in Nawawiyah hal.289, Tafsir Surat Yasin hal.139, Tafsir Surat Al-Kahfi hal.32 oleh Syaikh Muhammad bin Utsaimin.

[31] Diwan al-Mutanabbi hal. 232

[32] Tafsir Surat Al-Kahfi hal.81

([33]) Sebagaimana dinyatakan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Nihayah Bidayah 1/144, al-Kattani dalam Nazhmul Mutanatsir hal.241dan Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu` Fatawanya 8/295.

([34]) Termasuk di antaranya Syaikh Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar 8/211. ?Apabila demikian sikap mereka terhadap hadits mutawatir, lantas bagaimana kiranya bila haditsnya tidak sampai derajat mutawatir?! Oleh karena itu tak aneh bila Syaikh Muhammad Abduh tidak percaya terhadap hadits-hadits tentang fitnah akhir zaman yang termuat dalam kitab-kitab shahih kecuali sedikit sekali, sebagaimana dikatakan muridnya Rasyid Ridha dalam al-Manar 9/466.? (Manhaj Madrasah Aqliyyah al-Hadtsitsah fi Tafsir hal.524)

[35] Jami`ul Bayan 8/103

[36] Fathul Qadir 2/182

[37] Syarh Tsalatsah Ushul hal.48, Ibnu Utsaimin





KENAPA THAHARAH DULU?

Kalau anda membuka kitab-kitab fiqih, niscaya akan anda dapati bahwa para ulama memulainya dengan kitab thaharah. Apa rahasia dan sebabnya?! Minimal ada tiga alasan di balik itu semua:

Pertama: Karena thaharah merupakan syarat sahnya shalat yang merupakan ibadah yang paling utama.

Kedua: Pembersihan itu sebelum perhiasan. Seperti kalau ada anak putri yang masih kotor penuh debu dan kita ingin memakaikan padanya baju baru dan perhiasan, apakah akan langsung kita pakaikan ataukah kita memandikannya terlebih dahulu?! Demikian pula thaharah, dia adalah pembersihan dan shalat adalah perhiasannya.

Ketiga: Sebagaimana seorang membersihkan badannya maka hendaknya dia juga membersihkan hatinya. Hal ini merupakan peringatan kepada pembaca atau penuntut ilmu agar meluruskan niatnya terlebih dahulu dari kotoran-kotoran hati. [1]

RENUNGAN AYAT

Seorang wanita yang sedang haidh tidak boleh digauli suaminya� sehingga dia suci terlebih dahulu kemudian mandi darinya atau bertayammum. Hal ini merupakan madzhab mayoritas ulama seperti Malik, Ahmad dan Syafi’i. Allah berfirman:

??????????????? ???? ?????????? ???? ???? ????? ????????????? ?????????? ??? ?????????? ??????????????????? ?????? ?????????? ??????? ??????????? ???????????? ???? ?????? ?????????? ????? ????? ????? ??????? ?????????????? ????????? ?????????????????

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:”Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah mandi, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.[2]

Mujahid berkata: (??????????) yakni suci dari darah haidh, adapun� (???????????) yakni mandi dengan air. Sebagian Zhohiriyyah[3] mengatakan: Maksud (???????????) adalah membersihkan farji mereka, tetapi pendapat ini tidak benar karena Allah berfirman:

????? ??????? ??????? ?????????????

Dan jika kamu junub maka mandilah, [4]

Jadi kata (????????? ) dalam al-Qur’an maksudnya adalah mandi. [5]

SUCINYA AIR

Suatu saat Abu Bakar al-Abhari ahli fiqih pernah duduk bersama Yahya bin Sha’id ahli hadits, lalu ada seorang wanita datang melontarkan pertanyaan kepada Yahya bin Sha’id: “Wahai syeikh! Bagaimana menurut anda tentang sumur yang kejatuhan bangkai ayam, apakah airnya tetap suci ataukah menjadi najis?!” Yahya menjawab: “

Lho, gimana ayam kok bisa jatuh di sumur?!

Wanita itu menjawab: “Karena memang sumurnya tidak tertutup”. Yahya berkata lagi: “Kenapa kamu tidak menutupinya agar tidak kejatuhan sesuatu yang tidak diinginkan”. Mendengar Yahya yang mengelak dari memberikan jawaban memuaskan, maka al-Abhari langsung berkata:

Wahai saudariku, apabila air di sumur tersebut berubah maka najis tetapi kalau tidak maka dia tetap suci“.

Kisah ini memberikan faedah kepada kita akan pentingnya mempelajari fiqih. Sungguh ilmu fiqih merupakan ilmu yang paling utama[6]. Apabila anda ingin mengetahui betapa agungnya kedudukan fiqih, maka lihatlah kedudukan al-Ashma’I dalam bahasa, Sibawaih dalam Nahwu, Ibnu Ma’in dalam rawi hadits, lalu bandingkah dengan kedudukan Imam Ahmad dan Syafi’I dalam fiqih!!. [7]

MANDI BESAR DAN JUMAT

Apabila berkumpul jinabat dengan mandi jumat, jinabat dan haidh, jum’at dan mandi hari raya. Bolehkah digabung jadi satu ataukah harus mandi dua kali untuk masing-masing?!� Masalah ini diperselisihkan ulama[8]. Pendapat yang kuat adalah boleh apabila dia meniatkan keduanya, berdasarkan zhahir keumuman dua hadits berikut:

???????? ??????????? ?????????????

Sesungguhnya semua amalan itu bergantung pada niatnya.[9]

???? ?????? ??????????? ????????? ??????????? ??????? ???? ????????? ??????????, ????? ??????? ???????? ??????????? ??????? ?????? ????????????, ???????? ????? ????? ????????

Barangsiapa yang menggauli isterinya[10] kemudian mandi, berpagi-pagi, dekat dengan imam dan mendengarkan khutbah, maka setiap langkah yang dia langkahkan seperti puasa dan shalat malam selama satu tahun. Hal itu sangat mudah bagi Allah.[11]

Pendapat ini dikuatkan oleh mayoritas ulama. Ibnu Mundzir berkata:

Mayotitas ahli ilmu yang kami ketahui berpendapat bahwa seorang yang mandi untuk jinabat dan jum’at dalam sekali mandi, hal itu sudah cukup“.[12]

AWAS! ITU TIPU DAYA IBLIS!

Diceritakan bahwa ada seorang pernah berkata kepada Imam Ibnu Aqil:

Saya menyelam dalam air berkali-kali, namun saya ragu apakah sah mandiku ataukah tidak, bagaimana pendapat anda?!

Ibnu Aqil menjawab:

Pergilah, karena engkau telah gugur dari kewajiban shalat. Orang itu bertanya: Bagaimana bisa seperti itu?! Beliau menjawab: Karena Nabi telah bersabda:

?????? ????????? ???? ????????? ???? ????????????? ?????? ???????? ?????? ?????????? ?????? ???????????? ?????? ?????????? ?????? ??????????

“Diangkat pena dari tiga golongan, orang gila sehingga sadar, orang tidur hingga bangun, dan anak kecil hingga baligh”.

Nah, kalau ada orang yang menyelam di air berkali-kali tapi kok masih ragu apakah sah mandinya ataukah tidak, dia termasuk kategori orang gila.[13]

DOA KELUAR-MASUK WC

???? ?????? ???? ??????? ??? ???? ??? ?????: ????? ?????????? ??? ???? ???? ???? ????? ?????? ?????????? ?????: ??????????? ??????? ???????????? ???? ????????? ?? ????????????

Dari Anas bin Malik berkata: Nabi apabila hendak[14] masuk wc beliau berdoa: “Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari segala kejelekan/gangguan Syaithon laki-laki dan Syaithon perempuan”.[15]

Dalam lafadz ( ????????? ) ada dua bacaan; dengan dhommah dan sukun. Kalau dengan sukun (?????????) maksudnya adalah segala kejelekan, sedangkan dengan dhommah (????????? ) adalah syetan lelaki. Riwayat dengan sukun lebih umum, oleh karenanya riwayat mayoritas ahli hadits adalah dengan sukun[16].

Adapun hikmah doa ini sangat jelas, sebab wc adalah tempat kotor dan makhluk jahat seperti syetan, maka dianjurkan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari segala kejahatan dan kejelekan, diantaranya adalah kejelekan syetan.

???? ????????? ??? ???? ???? ????? ?????????? ??? ???? ???? ???? : ????? ????? ?????? ???? ?????????? ?????: ???????????

Dari Aisyah bahwasanya Nabi apabila keluar dari wc, beliau berdoa : “Ya Allah,� aku mohon ampunan-Mu”.[17]

Ada sebuah rahasia di balik doa ini, yaitu sebagaimana kotoran itu menyakitkan perut dan badan, demikian pula dosa, dia menyakitkan hati, maka dia berdoa kepada Allah untuk meringankan beban dosa sebagaimana Allah telah meringankan dirinya dari beban kotoran. Dan rahasia ucapan dan doa Nabi di atas lintasan hati seorang. [18]

TIDUR, PEMBATAL WUDHU

Apakah tidur membatalkan wudhu seorang?! Masalah ini diperselisihkan para ulama. Pendapat yang benar adalah bahwa tidur[19] membatalkan wudhu. Hal ini dikuatkan oleh Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam dalam kisah menarik sebagai berikut:

“Dahulu aku berfatwa kepada manusia bahwa orang yang tidur sambil duduk tidak perlu berwudhu lagi, sehingga suatu saat ada seorang yang duduk di sampingku pada hari jum’at, diapun tidur dan mengeluarkan angin kentut!. Akupun berkata padanya: Bangun dan berwudhulah. Dia menjawab: Saya enggak tidur kok. Aku berkata lagi padanya: Tadi kamu keluar kentut, jadi wudhumu batal! Orang itupun malah bersumpah bahkan dia mengatakan kepadaku: Malah kamu yang kentut! Sejak itulah, saya merubah pendapatku yang lama bahwa orang yang tidur sambil duduk tidak batal wudhunya. [20]

AIR PENGGANTI TANAH

Soal: Kita semua tahu bahwa tanah adalah pengganti air, yaitu ketika seorang tidak mendapati air untuk wudhu maka dia bertayammum dengan tanah.� Nah, tahukah anda kapan air bisa menjadi pegganti tanah?!

Jawab: Apabila ada seorang yang meninggal di kapal laut dan masih jauh dari daratan serta dikhawatirkan akan berubah baunya, maka pada kondisi seperti ini disyari’atkan untuk memandikannya, mengkafaninya, dan menyalatinya, kemudian mengikatnya dengan benda yang berat kemudian membuangnya ke laut karena tidak adanya tanah untuk menguburnya.

?????? ????? ???? ?????? ???? ????? ????????

????? ????????? ??????? ?????? ??????????? ????????

Barangsiapa mati di lautan dan berat untuk menguburnya

Maka dilempar ke laut sebagai ganti dari tanah[21].

MENYIBAK HIKMAH

Sebagai seorang muslim sejati, kita beriman dengan tatanan Syari’at Islam, baik kita ketahui hikmahnya ataukah tidak, namun bila penelitian menyibak hikmahnya, tentu saja hal itu akan lebih menambah kemantapan kita akan indahnya syari’at yang mulia ini. Berikut dua contoh yang telah dibuktikan oleh penelitian modern:

Dalam Majalah “American Family Physician” edisi bulan Maret 1990 M, dikutip komentar profesor Dizweel, seorang ketua rumah sakit di Wasingthon tentang khitan:

“Dahulu sekitar tahun 1975 M, saya termasuk musuh bebuyutan khitan, saya mengerahkan segala upaya untuk memerangi khitan. Hanya saja pada tahun delapan puluhan, banyak penelitian membuktikan banyaknya anak-anak yang tidak dikhitan mengalami kebengkakan pada alat saluran air seni. Sekalipun demikian saya pun belum berfikir untuk menjadikan khitan sebagai solusinya. Tetapi?setelah penelitian lama dan mempelajari masalah ini dalam majalah-majalah kedokteran tentang khitan, sayapun akhirnya menemukan hasilnya sehingga saya menjadi pembela khitan untuk para anak-anak”.[22]

Sebagian para dokter di universitas Mesir mengadakan penelitian tentang hubungan wudhu dengan kesehatan, lalu mereka menghasilkan sebuah hasil yang mengejutkan! Terbukti hidung orang yang tidak biasa berwudhu terlihat pucat, berminyak dan menyimpan debu. Demikian juga lubang hidung; lengket, kotor, berdebu dan rambut hidung mudah rontok. Hal ini sangat berbeda dengan hidung orang yang biasa berwudhu; bersih mengkilat, tanpa mengandung debu, rambut hidungnya juga nampak jelas dan bersih dari debu”..[23]

TIGA MASALAH DARAH NIFAS

1. Apabila seorang wanita keguguran maka ada dua kemungkinan:

Pertama: Janinnya belum membentuk, yakni masih berupa darah atau sekerat daging maka ini adalah darah kotor, bukan darah nifas sehingga dia tetap shalat.

Kedua: Janinnya telah membentuk seperti telah terlihat tangan, kaki atau kuku maka darahnya adalah darah nifas.[24]

2. Apabila ada seorang wanita melahirkan tetapi tidak mengeluarkan darah maka dia telah suci, baik melahirkannya secara tabiat yaitu lewat farji ataukah lewat perut karena operasi.[25]

3. Apabila ada seorang wanita melahirkan dua anak kembar, anak pertama pada tanggal satu dan anak kedua tanggal sepuluh misalnya dan dia mengeluarkan darah maka hal ini tetap dianggap nifas dan memulai hitungan hari baru kembali. [26]


[1] Tanbihul Afham hal. 7 dan Syarh Mumti’ 1/27, Ibnu Utsaimin.

[2] QS. Al-Baqarah: 222.

[3] Sebagaimana dalam kitab al-Muhalla 10/81 oleh Ibnu Hazm. Dan ini merupakan pendapat Atho’ sebagaimana dalam al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/96.

Faedah: Syaikh al-Albani menguatkan pendapat ini dalam kitabnya Adab Zifaf hal. 129, namun pendapat beliau yang terakhir� adalah menguatkan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana diceritakan oleh murid beliau Syaikh Husain al-Awayisyah dalam Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah 1/281. Perhatikanlah!!

[4] QS.Al-Maidah: 6.

[5] Majmu Fatawa, Ibnu Taimiyyah 21/624-626.

[6] Menakjubkanku juga ucapan Ibnul Jauzi dalam Shaidhul Khathir hal. 289: “Bukti terbesar yang menunjukkan pentingnya sesuatu adalah melihat kepada buahnya. Maka barangsiapa memperhatikan buah fiqih, niscaya dia akan mengetahui bahwa dia merupakan ilmu yang paling utama, karena para ulama empat madzhab lebih unggul daripada manusia lainnya padahal di zaman mereka ada yang lebih alim dari mereka dalam al-Qur’an, hadits dan bahasa”.

[7] Al-Hatstsu ala Hifzhi Ilmi, Ibnul Jauzi hal. 24.

[8] Mengetahui perselisihan ulama sangat penting sekali. Alangkah indahnya ucapan Qotadah: “Barangsiapa yang tidak mengetahui perselisihan para fuqoha’, maka hidungnya belum mencium bau fiqih”. (Jami’ Bayanil IlmI, Ibnu Abdil Barr� 2/814-815).

[9] HR. Bukhari: 1 Muslim: 1907.

[10] Demikian penafsiran Waki’ dan Imam Ahmad bin Hanbal. (Zadul Ma’ad Ibnu Qayyim 1/373)

[11] Shahih. Riwayat Abdur Razzaq 5570, Ahmad 4/9, Abu Dawud 345, Tirmidzi 496, Nasai 3/95, Ibnu Majah 1087 dengan sanad.

[12] al-Ausath 4/43.

[13] Talbis Iblis, Ibnul Jauzi hal. 166-167, Iqhotsatul Lahfan, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah 2/258.

[14] Arti ini secara jelas ditegaskan oleh riwayat Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad: 692 �dengan sanad shahih.

[15] HR. Bukhori: 142, Muslim: 37.

[16] Sekalipun hal ini dianggap keliru oleh al-Khothtobi dalam Ishlah Aghlath Muhaditstsin hal. 28, namun pendapat beliau ini dibantah oleh para ulama semisal Imam Nawawi dalam Syarh Muslim 4/71 dan Ibnu Daqiq al-I’ed dalam Ihkamul Ahkam 1/96.

[17] HR.Tirmidzi: 7, Abu Dawud: 30, Ibnu Majah: 300 dll. Dishohihkan Al-Albani dalam Irwa’ul Gholil: 52.

[18] Iqhotsatul Lahfan, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah 1/124.

[19] Maksudnya di sini adalah tidur lelap yang menjadikan seorang seperti hilang ingatan dan tidak mengetahui kejadian di depannya, bukan hanya sekedar ngantuk atau tidur setengah sadar. (Lihat Gharibul Hadits al-Khathabi 2/32, Subulus Salam ash-Shan’ani 1/252-253, Tamamul Minnah al-Albani hal. 101)

[20] al-Istidzkar 1/150, Ibnu Abdil Barr.

[21] Ad-Durar al-Bahiyyah fil Alghoz al-Fiqhiyyah, Dr. Muhammad bin Abdur Rahman al-Arifi hal. 8

[22] Asrar Khitan Tatajalla fi Thibbi Hadits, Hassan Syamsi Basya, hal. 29-31.

[23] (Al-Istisyfa’ bis Sholat, Zuhair Rabih Qoromi Dinukil dari Nawadir Syawarid, Muhammad Khair Ramadhan, hal. 275, 282)

[24] 60 Sualan ‘an Ahkamil Haidh, Ibnu Utsaimin hal. 15-16.

[25] Hasyiyah Raddil Muhtar, Ibnu Abidin 1/199.

[26] al-Ahkam Syar’iyyah lid Dima’ ath-Thabi’iyyah, Dr. Abdullah ath-Thayyar hal. 121.




TURUNNYA NABI ISA BIN MARYAM DIAKHIR ZAMAN

Merupakan kewajiban bagi setiap muslim adalah beriman terhadap setiap hadits yang telah shahih dari Nabi, karena pada hakekatnya hadits juga merupakan wahyu dari Allah. Allah berfirman,yang artinya:

Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS. An-Najm: 3-4)

Imam Ibnu Qudamah berkata:

?Kita harus beriman terhadap setiap apa yang diinformasikan oleh Nabi dan shahih penukilan tersebut, baik dijangkau oleh akal kita maupun tidak, kita harus percaya bahwa bahwa itu benar adanya sekalipun kita tidak mengetahui hakekatnya seperti hadits tentang Isra? Mi?raj yang terjadi saat sadar bukan dalam tidur, karena kaum kuffar Quraish mengingkarinya sedangkan mereka tidak mengingkari mimpi. Demikian pula hadits yang menceritakan bahwa Malaikat pencabut nyawa pernah dating kepada Nabi Musa untuk mencabut nyawanya, lalu Musa memukulnya sehingga merusak matanya, kemudian Malaikat kembali kepada Allah sehingga dikembalikan lagi matanya. Termasuk diantaranya juga hadits-hadits yang berkaitan tentang tanda-tanda dekatnya hari kiamat seperti keluarnya Dajjal, turunnya Isa bin Maryam untuk membunuhnya, keluarnya Ya?juj dan Ma?juj, keluarnya hewan aneh, terbitnya matahari dari barat dan hadits-hadits shahih lainnya yang shahih?.[1]

Pembahasan kita kali ini adalah tentang hadits turunnya Isa bin Maryam ke dunia di akhir zaman, yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai hadits yang tidak terpakai. Kita berharap dengan tulisan agar kiranya dapat menambah keimanan kita dan menghilangkan segala keraguan yang mungkin pernah melekat pada diri kita.

A.��� TEKS HADITS ???? ?????? ?????????? ??? ???? ??? ????????: ????? ???????? ????? ??? ???? ???? ? ???: ?????????? ???????? ???????? ????????????? ???? ???????? ???????? ????? ???????? ??????? ????????? ?????????? ??????????? ?????????? ????????????? ???????? ??????????? ?????????? ???????? ?????? ??? ?????????? ??????

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh pasti akan turun pada kalian Ibnu Maryam sebagai hakim yang adil lalu dia menghancurkan salib, membunuh babi dan membebaskan pajak serta harta begitu melimpah sehingga tak ada seorangpun yang mau menerimanya?. [2]

B.���� TAKHRIJ HADITS
  • Karena haditsnya mutawatir dan diriwayatkan dari sekian banyak sahabat, maka sangatlah berat kalau kita turunkan semuanya. Oleh karenanya, cukuplah kiranya kita tampilkan saja daftar sahabat yang meriwayatkan hadits tentang turunnya Isa bin Maryam serta ahli hadits yang mencatatnya dalam kitab-kitab mereka.

a. Daftar Nama Sahabat

  • Abu Hurairah,
  • Abdullah bin Amr,
  • Jabir bin Abdillah,
  • Nawwas bin Sam?an,
  • Abu Umamah al-Bahili,
  • Abdullah bin Umar,
  • Mujammi? bin Jariyah,
  • Aisyah,
  • Hudzaifah bin Asid,
  • Utsaman bin Abu ?Ash,
  • Samurah bin Jundub,
  • Abu Sa?id al-Khudri,
  • Abdullah bin Mas?ud,
  • Hudzaifah bin Yaman,
  • Anas bin Malik,
  • Abdullah bin Mughaffal,
  • Safinah,
  • Abu Bakrah,
  • Auf bin Aus,
  • Nafi? bin ?Albah,
  • Tsauban,
  • Kaisan,
  • Ibnu Abbas.[3]

b. Daftar Nama Periwayat Hadits

Hampir tidak ada penyusun kitab hadits kecuali mencatat hadits tentang turunnya Isa bin Maryam di akhir zaman. Di antaranya adalah:

  • Imam Bukhari,
  • Muslim,
  • Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya,
  • Abu Dawud,
  • Tirmidzi,
  • An-Nasai,
  • Ibnu Majah,
  • Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid,
  • Ibnu Hibban dalam Shahihnya,
  • al-Hakim dalam al-Mustadrak,
  • Abu Awanah dalam al-Mustakhraj,
  • al-Isma?ili dalam al-Mustakhraj,
  • adh-Dhiya? al-Maqdisi dalam al-Mukhtarah,
  • ath-Thayyalisi dalam Musnadnya,
  • Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya,
  • Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf,
  • Abu Ya?la dalam Musnadnya,
  • al-Bazzar dalam Musnadnya,
  • ad-Dailami dalam Musnadnya,
  • ath-Thabrani dalam Mu?jam Kabir dan al-Ausath,
  • al-Ajurri dalam asy-Syari?ah,
  • al-Baghawi dalam Syarh Sunnah,
  • Ibnu Abi Ashim dalam al-Ahad wal Matsani,
  • al-Ashbahani,
  • Ibnu Mardawaih,
  • Abdu bin Humaid dalam al-Muntakhab,
  • al-Baihaqi dalam Sunan Kubra, Asma? wa Sifat, dan al-Ba?ts wa Nusyur,
  • Ibnu Asakair dalam Tarikh Dimsyaq,
  • ath-Thahawi,
  • Said bin Manshur,
  • Abu Nu?aim dalam al-Hilyah,
  • ad-Daruquthni,
  • al-Khathib al-Baghdadi,
  • Ibnu Hazm dalam al-Muhalla,
  • Ibnu Mandah dalam al-Iman,
  • Abu ?Amr ad-Dani dalam al-Fitan,
  • Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf,
  • Hanbal bin Ishaq dalam al-Fitan,
  • Ibnu Jarir dalam Tafsirnya,
  • Ibnu Adi dalam al-Kamil,
  • Ibnu A?rabi dalam Mu?jamnya dan lain sebagainya banyak sekali.[4]

c. Haditsnya Mutawatir

Melihat begitu banyaknya hadits tentang turunnya Isa bin Maryam, maka para pakar ilmu hadits menetapkan bahwa hadits-haditsnya mencapai derajat mutawatir, diantaranya adalah:

  • Imam At-Thabari dalam Jami?ul Bayan 3/291,
  • Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 2/566,
  • asy-Syaukani dalam risalahnya ?At-Taudhih?,
  • Shiddiq Hasan Khon dalam Al-Idha?ah hal. 160,
  • Al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 147,
  • Syaraful Haq Azhim Abadi dalam Aunul Ma?bud 11/307,
  • Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarhul Musnad 7/98-99 dan 8/20,
  • Syaikh Al-Albani dalam Ta?liq Syarah Aqidah Thohawiyyah hal. 501,
  • Asy-Syanqithi dalam Adhwaul Bayan 7/128, 130, 136,
  • Komisi Fatwa Saudi Arabia yang diketuai Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Fatawa Lajnah Daimah 3/307,
  • Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu Fatawanya 1/453,
  • Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kisymiri dalam kitabnya At-Tashrih bima Tawatara fi Nuzuli Masih,
  • Syaikh Abdullah al-Ghumari dalam Aqidah Ahli Islam fi Nuzuli Isa Alaihi Salam hal. 5,
  • Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi?i dalam Rudud Ahli Ilmu hal. 25 dan lain sebagainya.

Abu Ubaidah -semoga Allah memberkahinya- bekata:

  • Demikianlah ketegasan para peneliti hadits. Apabila hadits tentang turunnya Isa bin Maryam tidak mutawatir, maka tidak ada contoh hadits mutawatir di dunia hadits selama-lamanya!!.

d. Para Ulama Yang Menshahihkan

Disamping para ulama yang menegaskan haditsnya mutawatir akan saya sebutkan pula beberapa ulama yang menegaskan keabsahan haditsnya dengan kata-kata yang indah dan mantap sekalipun tidak secara tegas menetapkan mutawatir. Diantaranya:

  1. Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid 5/440: ?Dan dalil tentang kebenaran pendapat ini (masih hidupnya Isa sekarang) adalah hadits-hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Isa akan turun, membunuh Dajjal, menunaikan haji yang diriwayatkan dengan sanad-sanad yang tiada cacat padanya?.
  2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu? Fatawa 4/329: ?Adapun Al-Masih (Isa), dia pasti akan turun ke bumi di atas menara putih sebelah timur Damaskus untuk membunuh Dajjal, menghancurkan salib dan membunuh babi sebagaimana telah tetap dalam hadits-hadits yang shahih. Oleh karenanya, beliau berada di langit kedua padahal beliau lebih utama daripada Yusuf, Idris dan Harun karena memang dia mau turun ke bumi sebelum tiba hari kiamat, berbeda halnya dengan para nabi lainnya?.
  3. Al-Hafizh Al-Hatsami berkata dalam Bahrul Fawaid: ?Tentang turunnya Isa telah shahih dari sejumlah hadits yang banyak sekali. Diriwayatkan oleh para imam yang terpercaya dan tidak ada yang menolaknya kecuali orang yang sombong dan penyimpang?. [5]

e. Kesepakatan Ulama

  • Berdasarkan dalil-dalil yang sangat jelas di atas, maka seluruh ulama terpercaya bersepakat bahwa turunnya Isa kelak di akhir zaman merupakan aqidah Islam yang wajib diimani oleh setiap muslim. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali para ahli filsafat dan penyimpang agama yang sesat, menyesatkan dan menyelisihi Al-Qur?an, hadits dan kesepakatan ahli sunnah?. Demikian ditegaskan oleh As-Saffarini dalam Lawami? Anwar 2/94-95 dan Syaikh Syaraful Haq Adzim Abadi dalam Aunul Ma?bud 11/312.

f. Beberapa Kitab Khusus Berkaitan Turunnya Isa bin Maryam

Begitu seriusnya masalah penting ini, maka sebagian peneliti hadits menulis secara khusus. Diantaranya:

  • Imam Jalaluddin Ash-Suyuthi dalam bukunya yang berjudul ?Nuzul Isa bin Maryam Akhir Zaman?. Buku ini telah dicetak Darul Kutub Ilmiyyah, Bairut dengan editor Muhammad Abdul Qadir Atha. Dalam kitab ini, beliau menyebutkan beberapa hadits. Pada hal. 22, beliau menegaskan bahwa turunnya Isa bin Maryam dengan menegakkan hukum Islam didukung oleh hadits-hadits yang shahih dan kesepakatan ulama. Pada hal. 53-54, beliau membantah syubhat dan takwil sebagian kalangan seraya menegaskan bahwa pengingkaran turunnya Isa merupakan bentuk kekufuran. Pada hal. 56, beliau menceritakan bahwa ada sebagian orang yang mengingakari bahwa Isa shalat shubuh di belakang Al-Mahdi, bahkan mengarang tulisan khusus tentangnya. Imam Suyuthi membantahnya: ?Ini sangat lucu sekali, karena shalatnya Isa di belakang Mahdi ditegaskan dalam hadits-hadits yang shahih (lalu memaparkannya)?.
  • Al-Hafizh Asy-Syaukani dalam risalahnya ?At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja?a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih[6]?. Dalam buku ini, beliau memaparkan sebanyak dua puluh sembilan hadits, kemudian beliau memaparkan dan menyimpulkan: ?Seluruh hadits yang saya paparkan di atas mencapai derajat mutawatir sebagaimana tidak samar lagi bagi para peneliti (ilmu hadits)?.
  • Syaikh Muhammad Anwar Al-Kisymiri Al-Hindi (Wafat Th. 1352 H) dalam bukunya yang berjudul ?At-Tashrih Bimaa Tawatara fi Nuzul Al-Masih?. Buku ini telah tercetak dengan editor Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah. Dalam bukunya ini, beliau mengumpulkan hadits-hadits tentang turunnya Isa sehingga mencapai sebanyak tujuh puluh hadits lebih.
  • [7]. Syaikh Abul Fadhl Abdullah Muhammad As-Shiddiq Al-Ghumari menulis sebuah risalah berjudul ?Aqidah Ahli Islam fi Nuzul Isa Alaihi Salam?. Buku ini telah dicetak dan diterbitkan Maktabah Al-Qahirah. Dalam kitab ini, dia menyebutkan para sahabat yang meriwayatkan hadits turunnya Isa bin Maryam sehingga mencapai lebih dari dua puluh lima sahabat dari tiga puluh lebih tabi?in. Pada hal. 5 dia menegaskan: ?Tidak ada secuil keraguanpun tentang mutawatirnya hadits tentang turunnya Isa bin Maryam. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang jahil dan dungu seperti kelompok Al-Qodiyaniyyah (Baca: Ahmadiyyah -pent) dan orang-orang yang sealiran dengan mereka, sebab telah dinukil dari jalan yang begitu banyak sekali sehingga tetap dalam kitab-kitab hadits secara mutawatir dari generasi ke generasi selanjutnya?.

Pada hal. 12 dia menegaskan: ?Sungguh telah shahih keyakinan tentang turunnya Isa dari sejumlah sahabat, tabi?in, tabi? tabi?in, para imam dan seluruh ulama dari berbagai madzhab sepanjang masa hingga hari ini?.

  • Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam risalahnya yang berjudul ?Qisshah Al-Masih Dajjal wa Nuzul Isa?? Dalam kitab ini, beliau memaparkan hadits-hadits tentang keluarnya Dajjal dan turunnya Isa dari empat puluh sahabat. Pada hal. 24-25 beliau mengatakan: ?Cukuplah akan hal itu kesepakatan para ulama pakar ahli hadits tentang mutawatirnya hadits Dajjal dan turunnya Isa dari langit seperti Al-Hafizh Ibnu Katsir[8], Ibnu Hajar[9] dan selainnya, bahkan Imam As-Syaukani menulis sebuah risalah khusus berjudul ?At-Taudhih� fi Tawaturi Maa Ja?a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih?.
C.���� SYUBHAT PENGKRITIK HADITS

Sementara sebagian kalangan menghujat hadits-hadits tersebut hanya bertelakan pada berbagai alasan yang sangat kropos sekali. Diantaranya:

1. Syaikh Mahmud Syaltut[10] berpendapat bahwa hadits-hadits yang meriwayatkan tentang turunnya Nabi Isa mudhtharib (goncang). Dan juga hadits-hadits tersebut derajatnya Ahad, sedang masalah aqidah ditetapkan berdasarkan nash qath?I seperti ayat-ayat Al-Qur?an dan hadits-hadits mutawatir[11].

2. Prof. KH. Hasbullah Bakri, SH. Dalam bukunya ?Nabi Isa dalam Al-Qur?an dan Nabi Muhammad dalam Biybel. Diantara pendapatnya ialah: Hadits Bukhari dari Abu Hurairah tentang akan turunnya Nabi, walaupun dinyatakan shahih tetapi bertentangan dengan ayat Al-Qur?an yang menyatakan bahwa Nabi Isa telah wafat. Tambahan lagi hadits ini bersumber dari Abu Hurairah yang kecerdasannya kurang tinggi sedang isinya mengandung persoalan historis yang tinggi.

3. Dr. Quraish Shihab mengatakan bahwa ada ulama yang menyatakan ?Isa as masih hidup di langit? bukanlah suatu kewajiban untuk mempercayainya. Serta beberapa hadits yang berkaitan dengan kenaikan Isa Al-Masih dan akan turun kelak menjelang kiamat. Hadits-hadits tersebut kesemuanya bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka?ab Al-Akhbar dan Wahb bin Munabbih (yang masih punya keterkaitan pada kepercayaan lamanya). Dengan demikian pengertian QS. 3:55 di atas bukan dalam arti diangkat fisiknya tapi diangkat derajatnya ke sisi Allah swt[12].[13]

4. Syaikh Muhammad Abduh berkata: ?Hadits tersebut hanyalah ahad dan berkaitan dengan masalah aqidah karena menunjukkan perkara-perkara ghaib. Sedangkan masalah aqidah tidak boleh diambil kecuali yang bersifat qath?iy (pasti) sebab dituntut sesuatu yang menyakinkan. Dan tidak ada dalam masalah ini hadits yang mutawatir?. Dia juga memaparkan pendapat para ulama seputar turunnya Isa Al-Masih lalu memperkuat pendapat yang menyatakan bahwa Isa tidak turun dan dia mentakwil ayat seraya berkata: ?Makna ????????? yaitu terangkatnya ruh setelah kematiannya, sedangkan arti turunnya ke bumi yaitu tersebarnya perdamaian dan toleransi diantara manusia?.[14]

5. Hasan Abdullah At-Turabi mengingkari turunnya Isa di akhir zaman. Tatkala ditanya: Bagaimana anda berani mengingkari hadits mutawatir? Jawabnya: ?Saya tidak membicarakan hadits dari segi sanadnya tetapi menurut saya hadits itu bertentangan dengan akal, sedangkan apabila dalil bertentangan akal, maka akal harus lebih didahulukan?. [15]

Dari komentar di atas dapat ditarik kesimpulan syubhat mereka pada dua point:

Pertama: Kritik dari segi sanad yaitu:

a. Sahabat Abu Hurairah

b. Hanya bermuara pada Ka?ab Al-Ahbar dan Wahb bin Munabbih

c. Haditsny mudhtharib (goncang)

d. Haditsnya Ahad

Kedua: Dari segi matan yaitu:

a. Ta?wil arti turun

b. Bertentangan dengan akal

c. Kontradiksi dengan Al-Qur?an

.

D.��� MENJAWAB SYUBHAT

Sebelum menjawab syubhat para pengingkar tersebut satu-persatu, penulis mengajak saudara pembaca untuk berpikir dengan otak jernih:

?Mungkinkah para pengkritik tersebut dalam kebenaran sedang mereka sendiri berselisih tentang alasannya?? Ketahuilah wahai saudaraku bahwa perselisihan mereka itu saja sudah cukup menunjukkan kroposnya hujjah mereka. Sadarkah para pengingkar tersebut bahwa kelakuan mereka itu pada hakekatanya adalah mencela Nabi, para sahabat, para imam ahli hadits yang berjerih payah merekam hadits tersebut? Pikirkanlah baik-baik!!

Baiklah, sekarang dengan memohon pertolongan dari Allah mari kita jawab alasan mereka satu-persatu walaupun secara ringkas.

Pertama: Abu Hurairah, sahabat bermasalah.

Jawab: Alasan ini sangat rapuh sekali dan amat berbahaya bagi pelontarnya sendiri ditinjau dari beberapa segi[16]:

  • Mencela sahabat termasuk perbuatan dosa besar dan kemunafikan yang tak samar lagi berdasarkan kesepakatan ulama. Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid mengatakan: ?Seluruh pemeluk agama Islam bersepakat bahwa mencela salah satu sahabat merupakan bentuk kemunafikan yang nyata??.[17]
  • Kalau memang kalian tidak mau menerima riwayat Abu Hurairah karena dia bermasalah, lantas apakah para sahabat lainnya yang begitu banyak seperti Abdullah bin Umar, Nawwas bin Sam?an ? juga bermasalah? Jawablah hai orang yang dikaruniai akal!!! Bila riwayat mereka masih tetap tidak dipercayai juga, maka saya ucapkan selamat tinggal dari dunia!! Karena pada hakekatnya anda telah menghancurkan pondasi-pondasi agama, menghina Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, syari?at Islam, para ulama dan seluruh kaum muslimin semuanya? Apakah anda menyadarinya?

.

Kedua: Haditsnya bermuara pada Ka?ab Al-Ahbar dan Wahb bin Munabbih

Jawab:

  • Ucapan ini menunjukkan kurangnya pengetahuan pelontarnya tentang ilmu hadits. Karena anda tahu sendiri bahwa hadits ini diriwayatkan oleh begitu banyak para sahabat Nabi. Kami tidak mengerti, apakah ucapan tersebut didasari kebodohan ataukah penyesatan ataukah kedua-duanya?!!
  • Perlu diketahui bahwa riwayat Ka?ab Al-Ahbar dan Wahb bin Munabbih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sedikit sekali. Dan hukum riwayat keduanya dalam ilmu musthalah hadits disebut ?Mursal? karena keduanya tidak berjumpa dengan Nabi, sedangkan hadits mursal bukanlah hujjah. Adapun riwayat keduanya dari sahabat dan tabi?in, maka para ulama mengoreksinya seperti riwayat para tabi?in lainnya. [18]
  • Ucapan Dr. Quraish Shihab ini telah didahului sebelumnya oleh Syaikh Mahmud Syaltut dalam tulisannya yang dimuat dalam Majalah ar-Risalah. Syaikh al-Albani berkata: ?Saya telah meneliti hadits-hadits tentang turunnya Isa dari sumber aslinya (kitab-kitab hadits) seperti kutub sittah dan lain sebagainya sehingga saya dapat mengumpulkan banyak hadits dari beberapa jalur yang mutawatir lebih dari empat puluh sahabat. Saya sangat terkejut sekali ketika saya tidak menemukan nama Wahb bin Munabbih dan Ka?ab al-Ahbar pada jalur sanad-sanad tersebut sekalipun dalam hadits yang lemah sanadnya. Saya lalu berkeyakinan bahwa Syaikh Syaltut hanya menulis sesuai dengan apa yang terlintas dalam benaknya saja tanpa meneliti kitab-kitab hadits. Lalu saya menulis sebuah risalah terpisah untuk mencounter fatwanya itu tetapi??.[19]

.

Ketiga: Haditsnya ?Mudhtarib?

Jawab:

  • Hadits ?Mudhtarib? itu adalah� hadits yang diriwayatkan dari seorang rawi atau beberapa rawi yang banyak dengan berbagai macam redaksi yang berbeda, sama-sama kuat dan tidak mungkin untuk dikompromikan atau dikuatkan salah satunya. Perbedaan tersebut menunjukkan tidak kuatnya hafalan rawi padahal itu adalah syarat sahnya suatu hadits. Sekalipun bisa terjadi pada matan (isi) hadits, namun yang paling banyak adalah pada sanad hadits. [20]
  • Setelah anda memahami defenisi hadits mudhtarib, maka katakanlah padaku: Apakah hadits pembahasan kita termasuk kategori mudhtarib?! Adakah hadits shahih lain yang menyelisihnya?! Ahli hadits mana yang mengatakannya termasuk ?mudhtarib??! Dengan demikian maka dapatlah kita ketahui bahwa hadits turunnya Isa tidaklah termasuk mudhtarib (goncang) tetapi yang mudhtarib adalah pemikiran pelontarnya sendiri yang jauh dari ilmu hadits.

.

Keempat: Haditsnya ?Ahad?

  • Hadits ahad hanya bersifat zhan (prasangka), tidak qath?i (pasti), sedangkan masalah aqidah harus bersifat pasti.

Jawab:

1. Kalian setuju dan bersepakat dengan kami bahwa hadits mutawatir menunjukkan qath?I (sesuatu yang menyakinkan). Lantas, siapakah yang paling berhak menetapkan hadits ini ahad, sedang hadits itu mutawatir? Tentunya ahli hadits. Sekarang kita ketahui bersama bahwa ahli hadits telah menetapkan hadits tersebut berderajat mutawatir. Lantas kenapa kalian masih bersikukuh menetapkannya berderajat ahad?! Kenapa kalian tidak percaya kepada penelitian ahli hadits dan lebih percaya kepada orang yang bukan ahli dalam bidangnya?!!!

Supaya lebih memantapkan saudara pembaca, berikut saya nukilkan perkataan berharga seorang pakar ilmu hadits abad ini, Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam Ta?liq Syarh Aqidah Thohawiyyah hal. 501:

????????? ????? ??????????? ??????????? ?????????? ??????? q ????????????? ?????? ??????????? ????? ????? ????????? ?????? ????????? ??????? ???????? ??????????? ?????? ??????????? ???????? ??????? ????????? ???????? ???????? ???? ???????? ????????? ?????? ?????? ??????????? ????????????? ????? ?????? ???????? ????????? ????? ????????? ???????????? ????? ?????? ??????????. ?????? ??????????? ?????? ???? ??????????? ????????? ????? ?????????? ??????? ?????? ???? ??????????????, ??? ???????? ?????????? ?????? ????????????.

Ketahuilah bahwa hadits-hadits tentang Dajjal dan turunnya Isa bin Maryam telah mencapai derajat mutawatir yang wajib diimani. Janganlah anda tertipu dengan anggapan sebagian kalangan yang menyatakan bahwa haditsnya hanyalah ahad sebab mereka adalah manusia yang jahil tentang ilmu hadits. Tak ada dari kalangan mereka yang mau menelitinya. Seandainya mereka benar-benar mau menelitinya, niscaya mereka akan mendapatinya mutawatir sebagaimana ditegaskan oleh para pakar ilmu hadits seperti Ibnu Hajar dan lainnya. Sungguh amat disayangkan ketika sebagian manusia lancang berbicara tentang sesuatu yang bukan bidangnya. Lebih-lebih masalah ini berkaitan tentang aqidah dan agama.

2. �Ketahuilah bahwa sekalipun para ulama ahli hadits berbeda pendapat tentang hadits ahad apakah menunjukkan zhan atau qath?i, tetapi mereka tidak berselisih pendapat tentang hujjahnya hadits ahad. Janganlah anda tertipu oleh bualan dan filsafat sebagian kalangan yang mengoceh dan mengecoh umat dengan perselisihan ulama tentang; apakah hadits ahad menunjukkan dhan atau qath?i. Jadi, taruhlah haditsnya memang berderajat ahad, apakah berarti kita membuangnya begitu saja? Tak ada satupun ulama ahli hadits yang bertindak demikian, itu hanyalah pemahaman aneh dan filsafat kotor yang diusung dari pemikiran Mu?tazilah dan ahli kalam (filsafat). Camkanlah hal ini baik-baik pada hati kita!.

3. Pendapat para ulama ahli hadits yang lebih kuat bahwa tidak seluruh hadits ahad menunjukkan dhan, tetapi kadang-kadang bisa menunjukkan qath?i (pasti) apabila ada indikasi penguatnya seperti riwayat Bukhari Muslim, hadits masyhur yang banyak jalannya dan lain sebagainya[21].

Bila kita teliti hadits pembahasan kita, niscaya akan kita dapati bahwa dia menunjukkan sesuatu yang qath?i karena memiliki qarinah-qarinah tersebut. Hal Itu kalau kita menganggap haditsnya hanya ahad, apalagi telah terbukti haditsnya berderajat mutawatir. Wallahu A?lam.

.

Kelima: Ta?wil Arti Turun

Jawab:

  • Kalau kita tilik dan cermati beberapa hadits tentang turunnya Isa secara tenang, pasti akan kita rasakan bahwa ta?wil seperti itu sangat kaku dan lucu. Perhatikanlah hadits lafadz-lafadz haditsnya secara jernih seperti ?lalu dia menghancurkan salib, membunuh babi dan membebaskan pajak?. ?Isa bin Maryam shalat di belakang imam Al-Mahdi?.[22] Isa bin Maryam turun di menara putih sebelah timur Damaskus, memakai pakaian yang harum� sambil meletakkan kedua lengan tangannya pada sayap dua malaikat, rambutnya meneteskan air, bila dia mengangkat kepala, maka air berkilau seperti berlian. Orang yang mencium baunya, pasti akan mati seketika dan baunya sejauh dia memandang. Hingga Isa mencari Dajjal dan ketemu di pintu Luddin (sebuah kota dekat Baitul Maqdis) dan membunuhnya?.[23] ?Isa menunaikan ibadah haji/ umrah?.[24] ?Isa kemudian wafat dan dishalati kaum muslimin? [25]

Sungguh alangkah bagusnya ucapan Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah tatkala membantah ta?wil ini: ?Merupakan kebatilan yang sangat keji dan kelancangan yang sangat kelewatan batas terhadap Allah dan rasul-Nya adalah ta?wil sebagian kalangan tidak seperti dhahirnya. Sebab dia telah mengumpulkan dua bencana:

  • Pertama: Mendustakan dan tidak mengimani dalil-dalil yang tegas tentang turunnya Isa.
  • Kedua: Menuduh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mengerti syari?at dan ahli penasehat sebagai orang yang berbicara ngacau dan rancu, maksud ucapannya tidak seperti dia sabdakan secara dhahir. Sungguh ini merupakan kedustaan yang tiada taranya dan penipuan terhadap umat yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya. Ucapan seperti ini serupa dengan pendapat kaum para penyeleweng yang menisbahkan pada rasul dengan kerancuan demi maslahat mayoritas manusia?.[26]

Ajaibnya, takwil seperti ini juga digugat oleh Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya yang berjudul Kaifa Nata?amal Ma?a As-Sunnah An-Nabawiyyah hal. 169-170.

.

Keenam: Bertentangan Dengan Akal

Jawab:

1. Katakanlah padaku: Semudah itukah kalian mementahkan hadits Nabi? Bila sesuai dengan akal kalian, baru diterima dan bila tidak sesuai akal kalian, maka ditolak begitu saja?! Seperti inikah sifat orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah? Ataukah ini adalah ciri bala tentara Iblis yang dicontohkan oleh nenek moyang mereka tatkala memprotes perintah Allah dengan akalnya:

????? ??????????? ?????????????? ?????????????? ????? ??????????? ??????? ??????????? ??? ?????? ???????????? ??? ?????

Allah berfirman: ?Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?? Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: ?Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah?. (QS. Al-A?raf: 12).

2. Kalau agama ini berdasar pada akal, maka katakan padaku: ?Mengapa Allah mewajibkan shalat shubuh sebanyak dua rakaat, maghrib tiga raka?at, sedangkan dhuhur, ashar dan isya empat rakaat?? Kenapa� bacaan shalat dhuhur dan ashar lirih, sedangkan shubuh, maghrib dan isya dikeraskan?! Jawablah!!

3. Kalau agama ini berdasar pada akal, maka katakan padaku juga: ?Akal siapakah yang menjadi standar dan patokan?? Apakah akal para ulama ataukah sembarangan orang?! Alangkah bagusnya ucapan Al-Qadhi Iyadh:

?Turunnya Isa dan pembunuhannya terhadap Dajjal merupakan kebenaran menurut ahli sunnah wal Jama?ah berdasarkan hadits-hadits shahih tentang masalah tersebut. Tidak ada dalil akal maupun naql yang memustahilkannya. Oleh karenanya, maka aqidah ini wajib diimani. Adapun Mu?tazilah, Jahmiyyah, cs mengingkari aqidah ini??.[27] Ucapan in dinukil dan disetujui oleh Imam Nawawi[28]

.

Ketujuh: Kontradiksi Dengan Al-Qur?an

Jawab:

1. Metode menubrukkan Al-Qur?an dengan hadits shahih merupakan ciri khas ahli bid?ah dan pengekor hawa nafsu semenjak dahulu hingga sekarang, karena hadits shahih diturunkan bukan untuk menentang Al-Qur?an, tetapi untuk menafsirkan dan menjelaskannya sebagaimana firman Allah:

???????????? ???????? ????????? ??????????? ????????? ?????????? ?????????? ????????????? ??????????????

Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl: 44).

Kemudian katakanlah padaku:

  • Siapakah orang yang paling faham tentang tafsir Al-Qur?an?!! Bukankah mereka adalah Nabi, para sahabat, serta para ulama Islam?!! Benar. Tetapi anehnya, kenapa mereka tidak mempersoalkannya?! Apakah anda lebih pandai daripada mereka?!!

2. Al-Qur?an sendiri telah menjelaskan tentang turunnya Isa bin Maryam kelak di akhir zaman:

1. Firman Allah:

????? ????? ?????? ?????????? ??????????????????? ???? ?????? ???????? ???????? ???????????? ??????? ?????????? ????????

Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (QS. An-Nisa?: 159).

Sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Abbas, penafsir ulung mengatakan: ?Yakni sebelum kematian Isa bin Maryam?.[29]

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga berkata:

?Yakni sebelum kematian Isa. Demi Allah, Isa sekarang masih hidup di sisi Allah, tetapi apabila dia turun, maka mereka akan beriman semua?.

  • Tafsir ini dikuatkan oleh mayoritas ulama seperti Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan sebagainya. [30]

2. Firman Allah:

????????? ???????? ???????????? ????? ??????????? ????? ????????????? ????? ??????? ????????????

Benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. (QS. Az-Zukhruf: 61).

  • Sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Abbas mengatakan tentang ayat yang mulia ini: ?Maksudnya adalah keluarnya Isa bin Maryam sebelum hari kiamat tiba?. [31]
  • Al-Hafizh Ibnu Katsir juga berkata dalam Tafsirnya 7/222: ?Pendapat yang benar bahwa dhamir tersebut kembali pada Isa karena konteks kalimatnya berkaitan tentang beliau?. [32]
3. Adapun alasan sebagian kalangan bahwa Isa sekarang telah wafat berdasarkan dalil surat Ali-Imran: 155, maka jawabannya cukup panjang, tetapi cukuplah saya mengatakan: ?Siapakah pendahulu anda dalam faham ini?! Bukankah mereka adalah kaum Yahudi yang didustakan oleh Allah?!! Demi Allah, benar sekali. Oleh karena itu, para pemikir komtemporer yang mengingkari turunnya Isa dan menyakini wafatnya beliau sekarang, pada hakekatnya da adalah cucu pewaris Yahudi. . E. Kesimpulan dan Penutup

Sebagai kata kesimpulan, Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menegaskan:

?Turunnya Isa telah ditetapkan berdasarkan Al-Qur?an, hadits mutawatir dan ijma ulama Islam sehingga mereka selalu menyebutnya dalam kitab-kitab aqidah. Barangsiapa yang mengingkarinya dengan alasan haditsnya ?Ahad? tidak menunjukkan qath?i atau menta?wil bahwa maksud sebenarnya adalah manusia pada akhir zaman berpegang teguh dengan akhlak Isa Al-Masih berupa kasih sayang dan lemah lembut atau manusia menerapkan ruh syari?at dan intinya, maka semuaa itu adalah kebatilan nyata yang bertentangan dengan aqidah para imam kaum muslimin, bahkan nyata-nyata merupakan bentuk penentangan nash-nash shahih dan mutawatir, kejahatan terhadap syari?at yang mulia, kelancangan sangat terhadap Islam dan hadits Nabi, menuhankan hawa nafsu, keluar dari rel kebenaran dan petunjuk, orang tersebut tidak memiliki ilmu mapan tentang syari?at dan keimanan yang kuat serta pengagungan terhadap dalil dan hukum Islam?. [33]

[1] Lum?atul I?tiqad 101-104 -Syarh Ibnu Utsaimin-. [2] HR. Bukhari no. 2222 dan Muslim no. 242.

[3] Lihat Qishshatul Masih Dajjal wa Nuzul Isa al-Albani hal. 25- 28

[4] Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar 6/492.

[5] Dinukil oleh Al-Munawi dalam Faidhul Qadir 5/573. (Lihat pula Al-Manarul Munif hal. 148 oleh Ibnu Qayyim dan Al-Jami? li Ahkamil Qur?an 4/64 oleh Al-Qurthubi.

[6] Penulis belum mendapatinya sendiri, tetapi risalah ini banyak dinukil oleh para ulama seperti Al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 145-146, Shiddiq Hasan Khon dalam Al-Idha?ah hal. 113, Al-Adhim Abadi dalam Aunul Ma?bud 11/308 dan Syaikh Al-Albani dalam Qhisshah Dajjal� wa Nuzul Isa hal. 25 dan lain sebagainya.

[7]. Dinukil dari kitab ?Asyraat As-Saa?ah? hal. 351 oleh Syaikh Yusuf bin Abdullah Al-Wabil cet. Dar Ibnul Jauzi.

[8] An-Nihayah Ibnu Katsir 1/148.

[9]. Barangkali yang beliau maksud adalah keterangan Al-Hafizh dalam Fathul Bari 6/493-494 menukil ucapan Abul Hasan Al-Aburri dalam Manaqib Syafi?i: ?Telah mutawatir hadits-hadits yang menerangkan bahwa Al-Mahdi termasuk kalangan umat ini dan Isa shalat (bermakmum) di belakangnya?.

[10] Terlepas apakah beliau telah kembali meralat ucapannya ini ataukah tidak, namun yang terpenting bagi kita adalah mengingatkan umat dari kesalahan pendapat beliau yang termuat dalam al-Fatawa. Kami katakana hal ini, sebab dalam risalahnya al-Bid?ah Asbabbuha wa Madharuha hal. 30 beliau menguatkan hadits-hadits tentang turunnya Isa. Diperkuat lagi oleh apa yang diceritakan DR. al-Buthi dalam kitabnya Kubra Yaqiniyyat al-Kauniyyah hal. 269: ?Sebagian para ulama Azhar yang dekat dengan Syaikh Syaltut meriwayatkan bahwa beliau di akhir kehidupannya, di saat beliau terkena penyakit stroke di rumahnya, dia membakar semua kertas dan kitab yang berisi pendapat-pendapatnya yang ganjil, khususnya masalah turunnya Isa bin Maryam, dan beliau bersaksi di hadapan mereka bahwa beliau telah bertaubat kepada Allah dari keyakinan tersebut dan kembali memeluk aqidah mayoritas kaum muslimin Ahli Sunnah wal Jama?ah?. (Dinukil dari muqaddimah Syaikh Ali Hasan al-Halabi dalam al-Fatawa al-Muhimmat karya Syaikh Mahmud Syaltut hal. 13-15). Para ulama telah membantah pendapat Syaikh Syaltut tentang pengingkarannya terhadap turunnya Isa, seperti Syaikh Humud at-Tuwaijiri dalama Ithaf Jama?ah 3/128-136, Syaikh al-Albani dalam Muqaddimah Qishshatul Masih, dll. Dan Syaikh Al-Allamah Abdullah bin Ali bin Yabis memiliki sebuah kitab berjudul menarik ?I?lamul Anam mi Mukhalafah Syaikh Azhar Syaltut lil Islam?. (Pemberitahuan kepada manusia tentang penyimpangan Syaikh Syaltut terhadap Islam).

[11] Al-Fatawa hal. 61-62).

[12] Republika, 18 Nopember 1994 hal. 10. Dikutip dari ?Kenaikan dan Kebangkitan Isa as dalam Bybel dan Al-Qur?an? hal. 14 oleh Hj. Irene Handono. (Majalah Al-Muslimun 398 Mei 2003 hal. 22-23).

[14] Al-A?mal Al-Kamilah 5/37-38 dan lihat Tafsir Al-Manar 3/316-317. Syaikh Khalil al-Harras memiliki risalah bantahan khusus kepada Syaikh Rasyid Ridha dalam masalah ini berjudul ?Fashlul Maqal fi Raf?I Isa Alaihi Salam Hayyan wa fii Nuzulihi wa Qathlihi Dajjal?.

[15] Dinukil dari Dirasat fi Sirah Nabawiyyah hal. 308 oleh Syaikh Muhammad Surur Zainal Abidin.

[16] Lihat kembali pembahasan “Hadits Lalat antara Ahli Hadits dan Ahli Medis” dalam buku ini

[17] Tashnif An-Nas baina Dhanni wal Yaqin hal. 26

[18] Al-Anwar Al-Kasyifah Syaikh Abdur Rahman al-Mu?allimi hal. 98.

[19] Qishshatul Masih Dajjal wa Nuzul Isa hal. 24

[20] Lihat Tadrib Rawi 1/262 oleh Imam As-Suyuthi.

[21] Lihat Ma?rifah Ulum Hadits Ibnu Sholah hal. 29, Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 18/22-49, Al-Baits Hatsits Ibnu Katsir 1/125-128 dan Nuzhah Nadhar Ibnu Hajar hal. 74.

[22] HR. Muslim 247.

[23] HR. Muslim 2137.

[24] HR. Muslim 1252.

[25] HR. Ahmad 2/406, Abu Dawud 11/456 dan dishahihkan Ibnu Hajar 6/493.

[26] Majmu Fatawa Ibnu Baz 1/455 cet. Dar Al-Wathn.

[27] Ikmal Mu?lim bi Fawaid Muslim 8/492

[28] Syarh Shahih Muslim 18/383. Perlu diketahui bersama bahwa Imam Nawawi termasuk seorang ulama yang menguatkan bahwa hadits ahad menunjukkan zhan secara mutlak baik riwayat Bukhari Muslim maupun selainnya sebagaimana dalam A-Taqrib hal. 40 dan Syarah Shahih Muslim 1/26. Tetapi lihatlah wahai saudaraku bagaimana beliau tetap berhujjah dengan hadits ini. Maka camkanlah hal ini baik-baik agar anda tidak tertipu oleh filsafat yang dungu. Wallahu A?lam.

[29] Riwayat Ibnu Jarir 6/18 dan dishahihkan Ibnu Katsir dalam An-Nihayah 1/131 dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 6/492.

[30] Lihat Tafsir At-Thabari 6/21, Tafsir Ibnu Katsir 2/415 dan Adhwaul Bayan As-Syanqithi 7/129-130.

[31] Dikeluarkan Imam Ahmad 4/329 dan dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir.

[32] Lihat pula Tafsir At-Thabari 25/90-91, Tafsir Al-Qurthubi 16/105 dan Adhwaul Bayan As-Syanqithi 7/128).

[33] Majmu Fatawa Ibnu Baz 1/454.







TAHUKAH ANDA DIMANA ALLAH?

hitam Jahmiyyah sangatlah kuat, sehingga begitu banyak kitab para ulama yang berjudul “Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah” (Bantahan Terhadap Jahmiyyah) seperti yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Utsman bin Sa’id Ad-Darimi, Ibnu Mandah, Ibnu Baththah dan lain sebagainya.

Sungguh benar Imam Ibnu Qayyim rahimahullah yang telah berkata:

“Pertempuran antara ahli hadits dengan kelompok Jahmiyyah lebih dahsyat daripada pertempuran antara pasukan kafir dengan pasukan Islam”.[1]

Munculnya ide pembahasan ini karena merebaknya para pengibar bendera Jahmiyyah di negeri ini. Sebagai contoh, Dr. M. Quraish Shihab yang mengatakan dalam bukunya “Membumikan Al-Qur’an” hal. 371-372 cet. Al-Mizan[2], Bandung pada judul “Selamat Natal[3] Menurut Al-Qur’an!!!”:

Nabi SAW[4] sering menguji pemahaman umat tentang Tuhan. Beliau tidak sekalipun bertanya “Di mana Tuhan?”. Tertolak riwayat yang menggunakan redaksi itu karena ia menimbulkan kesan keberadaan tuhan pada satu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Nabi SAW…”.

Pada pembahasan kali ini, sebagai pembelaan terhadap hadits Nabi صلى الله عليه و سلم dan penjagaan umat dari goncangan kerancuan aqidah, penulis melakukan penelitian terhadap salah satu hadits tentang masalah penting ini secara riwayah dan dirayah. Semoga Allah menjadikannya bermanfaat bagi kita semua. Amin.

.

A. TEKS HADITS

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ رضي الله عنه قَالَ: …وَكَانَتْ لِيْ جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِيْ قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ, فَإِذَا بِالذِّئْبِ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا, وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِيْ آدَمَ, آسَفُ كَمَا يَأْسَفُوْنَ, لَكِنِّيْ صَكَكْتُهَا صَكَّةً, فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم عليه و سلم فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, أَفَلاَ أُعْتِقُهَا؟ قَالَ: ائْتِنِيْ بِهَا, فَقَالَ لَهَا: أَيْنَ اللهُ؟ قَالَتْ: فِيْ السَّمَاءِ, قَالَ: مَنْ أَنَا؟ قَالَتْ: أَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ, قَالَ: فَأَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ.

Dari Muawiyah bin Hakam As-Sulami -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “…Saya memiliki seorang budak wanita yang bekerja sebagai pengembala kambing di gunung Uhud dan Al-Jawwaniyyah (tempat dekat gunung Uhud). Suatu saat saya pernah memergoki seekor serigala telah memakan seekor dombanya. Saya termasuk dari bani Adam, saya juga marah sebagaimana mereka juga marah, sehingga saya menamparnya, kemudian saya datang pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ternyata beliau menganggap besar masalah itu. Saya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah saya merdekakan budak itu?” Jawab beliau: “Bawalah budak itu padaku”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Dimana Allah?” Jawab budak tersebut: “Di atas langit”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi: “Siapa saya?”. Jawab budak tersebut: “Engkau adalah Rasulullah”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Merdekakanlah budak ini karena dia seorang wanita mukminah”.

a. Takhrij Hadits

Seluruh jalan hadits ini melewati dua jalur berikut:

  1. Jalur Imam Malik bin Anas – Hilal bin Ali bin Abu Maimunah – Atha’ bin Yasar – Muawiyah bin Hakam As-Sulami.
  2. Jalur Yahya bin Abi Katsir – Hilal bin Ali bin Abi Maimunah – Atha’ bin Yasar – Muawiyah bin Hakam As-Sulami.

Adapun perinciaan takhrij hadits ini sebagai berikut:

1. Jalur Imam Malik

Hal ini sebagaimana riwayat beliau sendiri dalam Al-Muwatha (2/772/no.8), Imam Syafi’i dalam Ar-Risalah (no. 242 -Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir-), Nasa’i dalam Sunan Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (8/427) oleh Al-Mizzi, Utsman bin Said Ad-Darimi dalam Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah (no. 62), Ibnu Huzaimah dalam Kitab Tauhid (hal. 132 -Tahqiq Syaikh Khalil Haras-), Al-Baihaqi dalam Sunan Kubra (10/98/no. 19984), Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (9/246/no. 2365), Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (9/69-70) dan Al-Ashbahani dalam Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/102/no. 57).

(Faedah)

Dalam sanad imam Malik tertulis “Umar bin Hakam” sebagai ganti dari “Mu’awiyah bin Hakam”. Para ulama’ menilai bahwa hal ini merupakan kesalahan imam Malik. Imam pembela sunnah, As-Syafi’i berkata -setelah meriwayatkan hadits ini dari imam Malik- : “Yang benar adalah Mua’wiyah bin Hakam sebagaimana diriwayatkan selain Malik dan saya menduga bahwa Malik tidak hafal namanya”.[5]

Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Demikianlah perkataan Malik dalam hadits ini dari Hilal dari Atha’ dari Umar bin Hakam. Para perawi darinya (Malik) tidak berselisih dalam hal itu. Tetapi hal ini termasuk kesalahan beliau (Malik) menurut seluruh ahli hadits karena tidak ada sahabat yang bernama Umar bin Hakam, yang ada adalah Mu’awiyah (bin Hakam). Demikianlah riwayat seluruh orang yang meriwayatkan hadits ini dari Hilal. Mua’wiyah bin Hakam termasuk dari kalangan sahabat yang terkenal dan hadits ini juga masyhur darinya. Diantara ulama’ yang menegaskan bahwa Malik keliru dalam hal itu adalah Al-Bazzar, At-Thahawi dan selainnya”.[6]

2. Jalur Yahya bin Abi Katsir

Sepanjang penelitian saya, ada empat orang yang meriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir. Berikut perinciannya:

Hajjaj bin Abu Utsman Ash-Shawwaf

  • Diriwayatkan imam Ahmad dalam Musnadnya (5/448), Al-Bukhari dalam Juz’ul Qira’ah (hal. 70), Abu Daud (no. 931 dan 3282), Nasa’i dalam Sunan Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (8/427), Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Tauhid (hal. 132), Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (3/237-239/no. 726) dan At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (19/398/no. 938) dari Yahya bin Sa’id Al-Qhoththon dari Hajjaj dengannya.
  • Dan diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (6/162/no.30333) dan al-Iman (84), Muslim dalam Shahihnya (no. 537), Ahmad (5/447), Abu Daud (no. 931), Ibnu Hibban (165), Utsman bin Sa’id Ad-Darimi dalam Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah (no.61), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (490) dan Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo (no.212 -Ghautsul Makdud oleh Al-Huwaini-) dari Ismail bin Ibrahim (bin ‘Ulayyah) dari Hajjaj dengannya.

(Faedah)

Dalam kitab “Juz’ul Qira’ah” hal. 20 oleh imam Bukhari cet. Darul Kutub ‘Ilmiyyah tertulis begini Yahya bin Hilal ( حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ هِلاَلٍ). Ini adalah keliru yang benar adalah Yahya ‘an (dari) Hilal (حَدَّثَنَا يَحْيَ عَنْ هِلاَلٍ). Yahya namanya adalah Yahya bin Abi Katsir dan Hilal namanya adalah Hilal bin Ali bin Abi Maimunah. Wallahu A’lam.

.

Al-Auza’i

  • Diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (537), Abu Awanah dalam al-Mustkhraj (2/141), Nasa’i dalam Sunan Sughra (3/14-18/no.1216), Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Tauhid (hal.121), At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (19/398/no.937), Al-Baihaqi dalam As-Sunan Kubra (10/98/19984) dan Al-Asma’ wa Sifat (2/326/890-891), ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Atsar (13/367), Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (9/71) dan Al-Ashbahani dalam Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/100/no. 69).

.

Aban bin Yazid Al-Aththar

  • Diriwayatkan Abu Awanah dalam Al-Mustakhraj ‘ala Shahih Muslim (2/1141), At-Thoyyalisi dalam Musnadnya (1105), Ahmad dalam Musnadnya (5/448), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (489), Utsman bin Sa’id Ad-Darimi dalam Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah (no. 60) dan Naqdh Alal Marisy (122), At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (939), Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wa Sifat (2/326/890-891) dan Al-Lalikai dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah (3/434-435/no. 652).

.

Hammam bin Yahya

  • Diriwayatkan Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya (5/448).

Hadits ini juga memiliki syawahid (penguat) dari sahabat Abu Hurairah, Abu Juhaifah, Ibnu Abbas, Ukkasyah Al-Ghanawi dan Abdur Rahman bin Hathib secara mursal.[7]

.

b. Komentar Para Ulama’ Ahli Hadits

Hadits ini disepakati keabsahannya oleh seluruh ulama’ kaum muslimin. Berikut sebagian komentar mereka:

1. Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata: “Hadits ini disepakati keabsahannya oleh para ulama muslimin semenjak dahulu hingga sekarang dan dijadikan hujjah oleh imam-imam besar seperti Malik, Syafi’i, Ahmad dan lainnya. Dan dishahihkan oleh Muslim, Abu Awanah, Ibnu Jarud, Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban dan orang-orang yang mengikuti mereka dari para pakar dan sebagian mereka adalah para pentakwil seperti Al-Baihaqi, Al-Baghawi, Ibnul Jauzi, adz-Dzahabi, (Ibnu Hajar) Al-Asqalani dan lainnya. Lantas bagaimana pendapat seorang muslim yang berakal terhadap orang jahil dan sombong yang menyelishi para imam dan pakar tersebut, bahkan mencela lafadz Nabi n yang telah dishahihkan oleh para ulama tersebut?!!..”.[8]

2. Imam Al-Baihaqi berkata: “Hadits ini shahih, dikeluarkan Muslim”.[9]

3. Imam Al-Baghawi berkata: “Hadits ini shahih, dikeluarkan Muslim dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Ismail bin Ibrahim dari Hajjaj”.[10]

4. Imam Al-Ashbahani berkata: “Dan sungguh telah shahih dari Nabi n bahwasanya beliau bertanya kepada seorang budak wanita yang akan dibebaskan oleh tuannya: Dimana Allah? Jawab budak tersebut: Di atas langit….”.[11]

5. Imam Ibnu Qudamah berkata: “Hadits ini shahih”.[12]

6. Imam Adh-Dzahabi berkata: “Hadits ini shahih, dikeluarkan Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan imam-imam lainnya dalam kitab-kitab mereka dengan memperlakukannya sebagaimana datangnya tanpa ta’wil dan tahrif”.[13]

7. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Hadits shahih, diriwayatkan Muslim”.[14]

8. Al-Wazir al-Yamani berkata: “Hadits ini tsabit (shahih), diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya”.[15]

9. Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata

وَهَذَا الْحَدِيْثُ صَحِيْحٌ بِلاَ رَيْبٍ لاَ يَشُكُّ فِيْ ذَلِكَ إِلاَّ جَاهِلٌ أَوْ مُغْرِضٌ مِنْ ذَوِيْ الأَهْوَاءِ الَّذِيْنَ كُلَّمَا جَاءَهُمْ نَصٌّ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ يُخَالِفُ مَاهُمْ عَلَيْهِ مِنَ الضَّلاَلِ حَاوَلُوا الْخَلاَصَ مِنْهُ بِتَأْوِيْلِهِ بَلْ تَعْطِيْلِهِ, فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْهُمْ ذَلِكَ حَاوَلُوْا الطَّعْنَ فِيْ ثُبُوْتِهِ كَهَذَا الْحَدِيْثِ فَإِنَّهُ مَعَ صِحَّةِ إِسْنَادِهِ وَتَصْحِيْحِ أَئِمَّةِ الْحَدِيْثِ إِيَّاهُ دُوْنَ خِلاَفٍ بَيْنَهُمْ فِيْمَا أَعْلَمُهُ

“Hadits ini shahih dengan tiada keraguan. Tidak ada yang meragukan hal itu kecuali orang jahil atau pengekor hawa nafsu yang setiapkali datang pada mereka dalil dari Rasulullah n yang menyelisihi keyakinan sesat mereka, maka mereka langsung berusaha membebaskan diri darinya dengan mentakwil, bahkan meniadakannya. Dan apabila mereka tidak mampu, maka mereka berupaya untuk mementahkan keabsahannya seperti hadits ini yang shahih sanadnya serta dishahihkan oleh seluruh ulama’ ahli hadits tanpa ada perselisihan pendapat di kalangan mereka sepanjang pengetahuan saya”.[16]

  • Setelah takhrij dan komentar para ulama ahli hadits diatas[17], kita dapat mengetahui bagaimana kadar ilmu DR. Quraish Syihab!! -semoga Allah memberinya hidayah- tentang ilmu hadits. Ataukah memang dia sengaja berusaha untuk menyebarkan racun pemikirannya kepada orang-orang awam?!. Tidak..Tidak …Demi Allah, pasti akan ada pejuang kebenaran yang akan menepis kerancuan fahamnya.

لاَ تَزَالُ طاَئِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُاللهِ

Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tegak diatas Al-Haq, orang yang melecehkan mereka tidak akan membahayakan mereka sehingga datang hari kiamat[18].

(Faedah)

Lafadz fi (فِيْ) dalam hadits bermakna ‘ala (عَلَى) yakni diatas, bukan bermakna zharaf (di dalam) sebagaimana dijelaskan oleh para ulama seperti Ibnu Abdil Barr[19] dan Al-Baihaqi[20]. Hal ini semakna dengan firman Allah:

ءَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَآءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ اْلأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ

Apakah kamu merasa aman terhadap Yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?. (QS. Al-Mulk: 16).

قُلْ سِيرُوا فِي اْلأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Katakanlah: “Berjalanlah di atas muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu”. (QS. Al-An’aam: 11).

Demikian juga semakna dengan hadits:

الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ تَبَارَكَ وَتعَالَى, ارْحَمُوْا مَنْ فِيْ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِيْ السَّمَاءِ

Orang-orang yang pengasih akan dikasihi oleh Yang Maha Pengasih. Kasihilah (makhluk) yang di atas bumi, niscaya Yang di atas langit akan mengasihi kalian[21].

Demikianlah penafsiran Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang beriman dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits mutawatir yang menetapkan Allah di atas langit. Tidak ada penafsiran yang benar selain ini.[22]

.

B. FIKIH HADITS

Hadits ini memiliki beberapa faedah yang sangat banyak sekali, namun agar tidak terlalu panjang, maka kita cukupkan dua faedah saja yaitu:

b.1. Disyariatkannya pertanyaan: Di mana Allah?

  • Imam Ad-Dzahabi berkata:

فَفِيْ الْخَبَرِ مَسْأَلَتَانِ:

إِحْدَاهُمَا: مَشْرُوْعِيَّةُ قَوْلِ الْمُسْلِمِ أَيْنَ اللهُ؟
وَثَانِيْهَا: قَوْلُ الْمَسْؤُوْلِ: فِيْ السَّمَاءِ. فَمَنْ أَنْكَرَ هَاتَيْنِ الْمَسْأَلَتَيْنِ فَإِنَّمَا يُنْكِرُ عَلَى الْمُصْطَفَى n

Dalam hadits ini terdapat dua masalah:

Pertama: Disyari’atkannya pertanyaan seorang muslim; Dimana Allah?

Kedua: Jawaban orang yang ditanya: Di atas langit. Barangsiapa yang mengingkari dua masalah ini, maka berarti dia mengingkari Nabi”[23].

Syariat pertanyaan “Dimana Allah?” ini dikuatkan oleh hadits dan atsar sebagai berikut:

  • a. Hadits

عَنْ أَبِيْ رَزِيْنٍ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ! أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ؟ قَالَ :كَانَ فِيْ عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ وَمَا ثَمَّ خَلْقٌ, عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

Dari Abu Razin berkata: Saya pernah bertanya: Ya Rasulullah, dimana Allah sebelum menciptakan makhlukNya? Nabi menjawab: Dia berada di atas awan, tidak ada udara di bawahnya maupun di atasnya, tidak makhluk di sana, dan ArsNya di atas air”. [24]

  • b. Atsar

Dari Zaid bin Aslam bercerita: “Ibnu Umar pernah melewati seorang pengembala kambing lalu berkata: Hai pengembala kambing, adakah kambing yang layak untuk disembelih? Jawab si pengembala tersebut: “Tuan saya tidak ada di sini”. Ibnu Umar mengatakan: “Bilang saja sama tuanmu bahwa kambingnya dimakan oleh serigala! Pengembala itu lalu mengangkat kepalanya ke langit seraya mengatakan: “Lalu dimana Allah?”! Ibnu Umar berkata: Demi Allah, sebenarnya saya yang lebih berhak mengatakan: Dimana Allah? Kemudian beliau membeli pengembala serta kambingnya, membebaskannya dan memberinya kambing[25].

  • Abdul Ghoni al-Maqdisi berkata mengomentari hadits ini: “Siapakah yang lebih jahil dan rusak akalnya serta tersesat jalannya melebihi seorang yang mengatakan bahwa tidak boleh bertanya di mana Allah setalah ketegasan pembuat syari’at dengan perkataannya dimana Allah?!”.[26]
  • Imam Ibnu Qoyyim juga berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya: “Di mana Allah?” Lalu dijawab oleh yang ditanya bahwa Allah berada di atas langit. Nabi n pun kemudian ridha akan jawabannya dan mengetahui bahwa itulah hakekat iman kepada Allah dan beliau juga tidak mengingkari pertanyaan ini atasnya. Adapun kelompok Jahmiyyah, mereka menganggap bahwa pertanyaan “Dimana Allah?” seperti halnya pertanyaan: Apa warnanya, apa rasanya, apa jenisnya dan apa asalnya dan lain sebagainnya dari pertanyaan yang mustahil dan batil!”.[27]
  • Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan: “Pendapat yang benar menurut ahli sunnah adalah mensifati Allah dengan sifat uluw (tinggi) yaitu diatas arsy berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits dan boleh juga menurut ahlu sunnah bertanya: “Dimana Allah” sebagaimana dalam Shahih Muslim Nabi shallallahu a’laihi wa sallam bertanya kepada budak perempuan: “Dimana Allah?” Jawabnya: “Di atas langit”.[28]
  • Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nasiruddin Al-Albani juga berkata: “Hadits ini merupakan cemeti dahsyat bagi orang-orang yang meniadakan sifat-sifat Allah, karena hampir saja engkau tidak bertanya kepada seorang diantara mereka dengan pertanyaan di mana Allah? Kecuali mereka langsung mengingkarimu! Si miskin (jahil) ini tidak tahu bahwa sebenarnya dia telah mengingkari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah melindungi kita semua dari ilmu kalam (filsafat)”.[29]
  • Abu Ubaidah -semoga Allah menambahkan ilmu baginya- berkata: “Perhatikanlah perkataan para ulama’ di atas lalu bandingkan dengan ucapan mayoritas para tokoh agama zaman sekarang yang jauh lebih jahil daripada budak wanita diatas, dimana mereka mengatakan: “Allah ada dimana-dimana” bahkan mengatakan: Pertanyaan “Dimana Allah” itu adalah bid’ah. Ironisnya, aqidah sesat bin menyesatkan ini ditanamkan kepada anak-anak dan murid-murid yang lugu, tak mengerti apa-apa. Saya masih teringat pada bulan Ramadhan 1423H, saya pernah diundang untuk sebagai pemateri di sebuah sekolah Islam. Ketika saya lontarkan sebuah pertanyaan sederhana “Dimana Allah?” ini kepada mereka, ternyata tak seorang siswa maupun siswi-pun yang dapat menjawab secara benar bahkan seorang diantara mereka mengatakan: “Kata pak guru, bertanya seperti itu enggak boleh!!!”. Wallahul Musta’an.

b.2. Allah berada di atas langit

  • Imam Utsman ad-Darimi berkata: “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa seorang apabila tidak mengetahui kalau Allah itu di atas langit bukan di bumi maka dia bukan seorang mukmin. Apakah anda tidak tahu bahwa Nabi menjadikan tanda keimanannya adalah pengetahuannya bahwa Allah di atas langit?!! Dan dalam pertanyaan Nabi “Di mana Allah “ terdapat bantahan ucapan sebagian kalangan yang mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat, tidak disifati dengan “di mana”, sebab sesuatu yang ada di mana-mana tidak mungkin disifati “dimana”. Seandainya Allah ada dimana-mana sebagaimana anggapan para penyimpang, tentu Nabi akan mengingkari jawabannya…”.[30]
  • Memang sederhana soalnya, tapi sungguh aneh bin ajaib jawabannya. Bagaimana tidak? Seandainya Anda mau berkeliling Indonesia mengajukan satu pertanyaan sederhana ini, niscaya Anda akan mendengarkan berbagai macam jawaban yang beraneka ragam; Alloh ada di mana-mana… Alloh tidak di atas tidak di bawah… Alloh tidak di kanan tidak di kiri… Alloh ada di hatiku… dan sederet jawaban lainnya. Ironisnya, mayoritas dari para penjawab yang konyol itu adalah orang-orang yang notabene intelektual, ulama, kyai, atau kaum terpelajar. Bagaimanakah sebenarnya masalah ini? Mari kita ikuti ulasan berikut ini.

.

C. Dalil-Dalil Bahwa Allah di Atas Arsy

Sungguh tidak syak (ragu) lagi terutama bagi orang yang mau membaca ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi n/ serta kitab-kitab ulama kita bahwa Alloh berada di atas ‘arsy (singgasana)-Nya di atas langit. Berikut ini dalil-dalilnya.

c.1. Dalil dari al-Qur’an

Banyak sekali dalil-dalil al-Qur’an yang menunjukkan ketinggian Alloh dengan beberapa versi:

a. Kadang dengan lafazh ‘ali (tinggi) dan istiwa’ (bersemayam) di atas ‘arsy. Seperti firman Alloh:

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Dan Alloh Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. al-Baqarah: 255)

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah) bersemayam di atas ‘arsy. (QS. Thaha: 5)

b. Kadang juga dengan naiknya sesuatu kepada-Nya. Seperti firman Alloh:

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

Kepada-Nyalah naik perkataan yang baik, dan amal shalih dinaikkan-Nya. (QS. Fathir: 10)

تَعْرُجُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوْحُ إِلَيْهِ

Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada-Nya. (QS. al-Ma’arij: 4)

c. Kadang lagi dengan turunnya sesuatu dari-Nya. Seperti firman Alloh:

قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ

Katakanlah Ruh Qudus (Jibril) menurunkan al-Qur’an dari Rabbmu dengan benar. (QS. an-Nahl: 102)

.

c.2. Dalil dari as-Sunnah

Ketinggian Alloh di atas langit juga ditegaskan dalam banyak sekali hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan beberapa versi, baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan). Seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللهَ لَمَّا قَضَى الْخَلْقَ كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ إِنَّ رَحْمَتِيْ سَبَقَتْ غَضَبِيْ

Sesungguhnya Alloh tatkala menetapkan penciptaan, Dia menulis di sisi-Nya di atas ‘arsy: “Rahmat-Ku mengalahkan kemarahan-Ku.” [31]

Dan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَلاَ تَأْمَنُوْنِيْ وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فيِ السَّمَاءِ

Tidakkah kalian mempercayaiku padahal aku dipercaya oleh Dzat yang di atas langit. [32]

Dan telah tetap pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangannya ke atas langit pada saat khutbah di Arafah ketika mereka mengatakan, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan dan menunaikan serta menasehati.” Di saat itu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya Alloh saksikanlah.”[33]

.

c.3. Ijma’ (Kesepakatan) Para Ulama

Para sahabat, para tabi’in, serta para imam-imam kaum muslimin telah bersepakat akan ketinggian Alloh di atas langit-Nya, bersemayam di atas ‘arsy-Nya. Perkataan mereka sangatlah banyak dan masyhur, Di antaranya:

1. Imam al-Auza’i berkata, “Kami dan seluruh tabi’in bersepakat mengatakan, Alloh berada di atas ‘arsy-Nya. Dan kami semua mengimani sifat-sifat yang dijelaskan dalam as-Sunnah.”[34]

2. Imam Abdullah Ibnu Mubarak berkata, “Kami mengetahui Rabb kami, Dia bersemayam di atas ‘arsy berpisah dari makhluk-Nya. Dan kami tidak mengatakan sebagaimana kaum Jahmiyah yang mengatakan bahwa Alloh ada di sini (beliau menunjuk ke bumi).” [35]

3. I’tiqad salafiyah ini merupakan syi’ar salafiyun, ahlus sunnah wal jama’ah sejak dahulu hingga sekarang, bahkan di antaranya adalah Imam Syafi’i, Abul Hasan al-Asy’ari, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dan lain-lain. Tidak ada seorang pun dari ulama terdahulu yang mengatakan bahwa Alloh ada di mana-mana, tidak di atas tidak di bawah, dan tidak seorang pun menganggap tabu pertanyaan “Di mana Alloh”!!

1. Imam Syafi’i berkata:

الْقَوْلُ فِيْ السُّنَّةِ الَّتِيْ أَنَا عَلَيْهَا وَرَأَيْتُ عَلَيْهَا الَّذِيْنَ رَأَيْتُهُمْ مِثْلُ سُفْيَانَ وَمَالِكٍ وَغَيْرِهِمَا الإِقْرَارُ بِشَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَأَنَّ اللهَ عَلَى عَرْشِهِ فِيْ سَمَائِهِ …

Aqidah yang saya yakini dan diyaikini oleh orang-orang yang pernah aku temui seperti Sufyan, Malik dan selainnya adalah menetapkan syahadat bahwa tidaka ada sesembahan yang berhak kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan bahwasanya Allah di atas arsy-Nya yakni di atas langitnya. (Adab Syafi’I wa Manaqibuhu Ibnu Abi Hatim hal. 93)

2. Imam Abul Hasan Al-Asy’ari berkata dalam Al-Ibanah fi Ushul Diyanah hal. 17 menceritakan aqidahnya:

وَأَنَّ اللهَ عَلَى عَرْشِهِ كَمَا قَالَ ( الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى )

Dan bahwasanya Allah di atas arsy-Nya sebagaimana firman-Nya: “Ar-Rahman tinggi di atas arsy”.

Pada hal. 69-76, beliau memaparkan dalil-dalil yang banyak sekali tentang keberadaan Allah di atas arsy. Di antara perkataan beliau:

وَرَأَيْنَا الْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا يَرْفَعُوْنَ أَيْدِيَهُمْ -إِذَا دَعَوْا- نَحْوَ السَّمَاءِ لِأَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ مُسْتَوٍ عَلَى الْعَرْشِ الَّذِيْ هُوَ فَوْقَ السَّمَاوَاتِ, فَلَوْلاَ أَنَّ اللهَ عَلَى الْعَرْشِ لَمْ يَرْفَعُوْا أَيْدِيَهُمْ نَحْوَ الْعَرْشِ

Dan kita melihat seluruh kaum muslimin apabila mereka berdo’a, mereka mengangkat tangannya ke arah langit, karena memang Allah tinggi di atas arsy dan arsy di atas langit. Seandainya Allah tidak berada di atas arsy, tentu mereka tidak akan mengangkat tangannya ke arah arsy.

وَزَعَمَتِ الْمُعْتَزِلَةُ وَالْحَرُوْرِيَّةُ وَالْجَهْمِيَّةُ أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ, فَلَزِمَهُمْ أَنَّهُ فِيْ بَطْنِ مَرْيَمَ وَفِيْ الْحُشُوْشِ وَالأَخْلِيَةِ, وَهَذَا خِلاَفُ الدِّيْنِ, تَعَالَى اللهُ عَنْ قَوْلِهِمْ

Dan kaum Mu’tazilah, Haruriyyah dan Jahmiyyah beranggapan bahwa Allah berada di setiap tempat. Hal ini melazimkan mereka bahwa Allah berada di perut Maryam, tempat sampah dan WC. Faham ini menyelisihi agama. Maha suci Allah dari ucapan mereka.

Oleh karenanya, saya tidak mengerti, sebenarnya saudara-saudara kita yang berfaham Allah dimana-dimana, siapa sebenarnya yang mereka ikuti?! Nabi, para ulama salaf, ataukah…?!! Fikirkanlah!

.

c.4. Dalil Akal

Setiap akal manusia yang masih sehat, tentu akan mengakui ketinggian Alloh di atas makhluk-Nya. Hal tersebut dapat ditinjau dari dua segi:

Pertama: Ketinggian Alloh merupakan sifat yang mulia bagi Alloh.

Kedua: Kebalikan tinggi adalah rendah, sedang rendah merupakan sifat yang kurang bagi Alloh, Maha Suci Alloh dari sifat-sifat yang rendah.

.

c.5. Dalil Fithrah

  • Sesungguhnya Alloh telah memfithrahkan kepada seluruh makhluk-Nya, baik Arab maupun non-Arab dengan ketinggian Alloh. Marilah kita berpikir bersama di saat kita memanjatkan do’a kepada Alloh, ke manakah hati kita berjalan? Ke bawah atau ke atas? Manusia yang belum rusak fithrahnya tentu akan menjawab ke atas.
  • Pernah dikisahkan bahwa suatu hari Imam Abdul Malik al-Juwaini mengatakan dalam majelisnya, “Alloh tidak di mana-mana, sekarang ia berada di mana pun Dia berada.” Lantas bangkitlah seorang yang bernama Abu Ja’far al-Hamdani seraya berkata, “Wahai ustadz! Kabarkanlah kepada kami tentang ketinggian Alloh yang sudah mengakar di hati kami, bagaimana kami menghilangkannya?” Abdul Malik al-Juwaini berteriak dan menampar kepalanya seraya mengatakan, “Al-Hamdani telah membuat diriku bingung, al-Hamdani telah membuat diriku bingung.”[36] Akhirnya Imam Juwaini pun mendapat hidayah Alloh dan kembali ke jalan yang benar. Semoga saudara-saudara kita yang tersesat bisa mengikuti jejak beliau.
  • Sebenarnya masih sangat banyak lagi dalil-dalil dalam masalah ini, semua ini telah dijelaskan oleh para ulama kita dalam kitab-kitab mereka. Bahkan di antara mereka ada yang membahas masalah ini dalam kitab tersendiri seperi Imam Dzahabi dalam bukunya al-‘Uluw lil Aliyyil Azhim.
  • Semoga Alloh merahmati Imam Ibnu Abil Izzi al-Hanafi yang telah mengatakan –setelah menyebutkan 18 segi dalil–, “Dan jenis-jenis dalil-dalil ini, seandainya dibukukan tersendiri, maka akan tertulis kurang lebih seribu dalil[37]. Oleh karena itu, kepada para penentang masalah ini, hendaknya menjawab dalil-dalil ini. Tapi sungguh sangatlah mustahil mereka mampu menjawabnya.” [38]







Tidak ada komentar:

Posting Komentar